Oleh: Sugiman
Ketika berbicara tentang konsep
Mesias, maka kita terkadang langsung menganggap bahwa itu pastilah Yesus
Kristus, dan tidak sedikit juga orang Kristen yang memiliki pikiran demikian
(para pendeta dan jemaatnya). Memang pemahaman yang demikian tidaklah salah jika dipahami dari sudut
pandang para penulis PB. Tetapi pemahaman itu akan menjadi sangat keliru atau
tidak benar jika dilihat dari sudut pandang PL dan Qumran. Karena itu, konsep
Mesias dalam Qmuran adalah salah satu topik yang sangat mengelitik dan menarik.
Maka, dalam tulisan ini saya akan menyoroti konsep Mesias seperti apa yang diharapkan oleh
paguyuban atau komunitas Qumran pada masa itu. Selain menambah wawasan kita, tulisan ini juga diharapkan menjadi berkat
bagi gereja-gereja Tuhan, khusunya yang ada di Indonesia.
Pembahasan
a.
Latar belakang historis paguyuban Qumran
Dalam penemuan-penemuan pertama di daerah Laut Mati tahun 1947 telah
diidentifikasi bahwa paguyuban Qumran pernah terdiri dari orang-orang Eseni. Drane
berpendapat, bahwa kelompok Eseni ini adalah mungkin sekali berasal dari para
pendukung pejuang Makabe.[1] Taylor
mengatakan bahwa dalam Dokumen Qumran diperlihatkan, yaitu Yosefus menggambarkan
bahwa orang-orang Eseni adalah suatu kelompok yang berdiri sendiri di dalam
Yudaisme. Dalam 1QS 8:1-16a dan 9:3-10:8a (Community Rule) yang ditemukan di
Qumran dikatakan bahwa kelompok Eseni memisahkan diri dari masyarakat yang suka
menentang dan dan pergi ke padang gurun untuk menemukan kembali praktek atau
kembali kepada peraturan-peraturan pertama, yakni Hukum yang dituturkan di
Gunung Sinai di padang gurun.[2]
Boleh dikatakan kelompok ini sangat tertutup, khususnya terhadap mereka
yang bukan anggota komunitas (9:12f), dan juga dari orang-orang yang suka
menentang. Mereka mengganggap bahwa hanya merekalah yang memiliki Perjanjian
Sinai yang sejati (5:8,20; 6:15), serta meyakini bahwa keselamatan hanya akan
dialami oleh mereka yang memiliki Perjanjian sejati itu (the men of the New
Covenant or the Covenant who remained faithful while Israel went astray). Dalam
ibadat liturgi yang dibentuk dan ditetapkan sesuai dengan Hukum Musa yang
diterimanya di Gunung Sinai.[3] Tetapi ada juga
beberapa ahli yang dalam penelitiannya berpendapat bahwa paguyuban Qumran ada
hubungannya dengan kelompok Saduki, Farisi atau orang-orang Zelot[4]. Pendapat lain
lagi mengatakan bahwa inti dari paguyuban Qumran itu berdiri berasal dari
sekelompok orang-orang Yudea yang konservatif, yang kira-kira berasal dari
sesudah tahun 165 SM, yaitu setelah kembali dari Babilonia ke Palestina.[5] Penemuan-penemuan arkeologis dan kesusastraan
yang ada menyimpulkan, bahwa paguyuban Qumran pernah tinggal dan berdiri di sana
diperkirakan sekitar tahun 150/ 140 SM sampai tahun 64 M.[6]
Dalam tulisan-tulisan Qmuran disebutkan mengenai “Guru Kebenaran”,
yang paguyuban Qumran yakini sebagai Guru Kebenaran yang dibangkitkan Allah
untuk menuntun atau membimbing mereka dalam kebenaran-Nya. Pendapat itu didukung
oleh naskah dalam 2 Qp Ps. 37:III:15, 16 (naskah yang ditemukan pada gua 4 di
Qumran), yaitu di mana Allah memberikan suatu perintah kepada Guru Kebenaran
itu untuk mendirikan jemaat yang disebut paguyuban Qumran.[7] Karena itu,
tidak usah diragukan mengenai pengaruhnya terhadap paguyuban atau komunitas
Qumran. Hal itu jelas diungkapkan dalam CD I, 11; QpHab XI, 4-8 dan 1 QH V,
23-25. Dalam CD I, 6 dikisahkan bahwa paguyuban itu terbentuk pada “zaman
murka”, yaitu sekitar tahun ke-390 setelah Yerusalem jatuh sekitar tahun 586 SM
atau awal abad ke-2 SM (bnd. Yeh 4:5). Pendapat ini didukung oleh data-data arkeologi yang
memperlihatkan, bahwa Qumran dan
daerah sekitarnya telah ditanami dan ditempati lagi sekitar tahun 140 SM.[8] Kemungkinan “zaman
murka” yang dimaksud adalah masa penganiayaan orang Yahudi oleh raja Antiokhus
IV, yang terjadi sekitar tahun 167-164 SM.
Karena itu, munculnya sebutan Guru Kebenaran itu diperkirakan
sekitar tahun 145 SM.[9] Banyak usaha
yang telah dilakukan untuk menemukan identitas siapa yang dimaksudkan dengan
Guru Kebenaran itu, dan apakah Guru Kebenaran yang menjadi pendiri dari paguyuban itu. Misalnya Onias III
dengan imam besar yang kira-kira pada tahun 159 SM mengantikan Alkimus dan
dengan Yesus. Namun tetap saja tidak ada kepastian, karena tidak ada bukti yang kuat yang
memperlihatkan secara eksplisit siapa yang pendirinya.[10]
Di sisi yang lain ada yang berusaha meneliti dengan melihat identitas musuh Guru Kebenaran yang pernah tinggal di Yerusalem. Pernyataan di atas memperlihatkan bahwa paguyuban
Qumran juga pasti mengenal musuh dari
Guru Kebenaran, yaitu “imam yang fasik” (1Qp hab. 8:8). Ini mengindikasikan,
bahwa “Guru Kebenaran” itu adalah seorang imam yang benar (lawan dari imam yang
jahat). Pendapat senada juga dikemukakan oleh Jerom Murphy-O’Connor yang
mengatakan, bahwa “Guru Kebenaran” itu adalah seseorang yang sebenarnya berhak
sebagai imam besar, tetapi ia diberhentikan (disingkirkan). Mungkin karena ada
alasan politik, yaitu persaingan untuk menduduki jabatan keimaman. Perhatikan
sebutan “imam yang fasik” yang ditujukan kepada imam-imam di Yerusalem, yang tidak
memegang ketentuan-ketentuan dalam kultus (peraturan-peraturan tata tertib dari
paguyuban tersebut), yang terpenting adalah 1QS (Serek = peraturan) dan CD (Covenant of Damaskus = perjanjian yang
ada dalam naskah Damaskus). Karena itu, bukan tidak mungkin karena alasan
politik, sehingga paguyuban Qumran yang taat dan memegang ketentuan dalam
kultus ini memisahkan diri dari komunitas yang tidak mentaati
ketentuan-ketentuan tersebut. Mereka menganggap bahwa diri merekalah yang masih
termasuk sebagai Israel yang sejati (murni). Pertentangan itu tidak hanya
dengan para imam yang ada di Bait Suci, tetapi juga dengan kelompok Farisi dan
Saduki, yang disebut sebagai Efraim atau Niniwe dan Manase atau No-Amon.
Sedangkan paguyuban itu menyebut diri mereka sebagai Yehuda atau Yerusalem
(bnd. CD VI, 5).[11]
Pertanyaan yang sulit dijawab adalah kelompok yang mana yang memisahkan diri
(menganggap diri mereka sebagai Israel sejati). Secara umum para ahli
berpendapat bahwa itu adalah kelompok Eseni.
Golongan Eseni yang tinggal di paguyuban Qumran itu diperkirakan terbagi dalam tiga periode, yaitu: (1). Ia: diperkirakan sekitar tahun
130-103 SM (2). Ib: sekitar tahun 103-40/31 SM, dan (3). II sekitar tahun 4
SM-68 M.[12]
Ini memperlihatkan bahwa kelompok itu sudah cukup lama tinggal di sana. Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa tahun 140 SM tempat itu telah ditanami dan dihuni atau ditempati lagi,
dan sekitar tahun 100 SM kelihatannya pemukiman itu telah menjadi besar. Tetapi paguyuban Qumran ini diserang oleh tentara
Romawi, sehingga terjadi peperangan yang sangat dahsyat di antara keduanya.
Penyerangan Romawi terhadap paguyuban Qumran ini tampaknya berkaitan erat
dengan cita-cita Alaxander Agung (333/334-323 SM.) yang
ingin merebut seluruh dunia dan mempersatukan umat manusia dengan memaksakan
kebudayaan, bahasa, dan agama Yunani dengan suatu keterbukaan terbatas bagi
unsur kebudayaan dan agama masing-masing bangsa. Begitulah diharapkan persatuan
umat manusia dan mengindahkan sumbangan dari masing-masing bangsa. Setelah
Alekander Agung meninggal dunia, maka cita-citanya diambil alih oleh para
jendralnya (sebagai generasi
penerus).[13] Oleh sebab itu, paguyuban Qumran dikalahkan
oleh tentara Romawi dan dihancurkan (berakhir) sekitar tahun 68 M.[14]
Pertama, orang-orang Eseni ini menganggap bahwa
kelompok merekalah yang layak disebut sebagai Israel sejati (Yehuda atau
Yerusalem) yang masih mewarisi Hukum Musa yang diterima di Gunung Sinai dan
memiliki Perjanjian Sinai yang sejati. Karena itu, keselamatan hanya akan
diberikan kepada mereka saja dan bukan kepada yang lain (lih.IQS 4:22; 5:5-6;
IQH 2:28; CD 6:19:33-44). Kedua,
bagi mereka bahwa Allah telah mentakdirkan sejarah penciptaan dan nasih semua
orang (lih.IQS 3:15:4:26 dan LQH 4:38). Dengan kata lain mereka mempercayai
akan takdir. Ketiga, mereka
mempercayai bahwa tidak ada illah lain yang bisa menciptakan dunia dan segala
isinya dengan kebijaksanaan-Nya kecuali Allah (kepercayaan monoteisme). Dengan
kata lain kepercayaan mereka adalah monotheistis (lih.LQS III, 15-21). Keempat adalah mereka mempercayai bahwa
di dalam dunia ini ada dua roh yang berkeliaran, yaitu roh kebenaran yang
disebut Mikhael (IQM 13:10-14) dan roh kejahatan yang disebut Belial (IQS I:17).
Namun pada akhir zaman Allah akan menghancurkan roh kejahatan dan umat-Nya akan
diselamatkan-Nya dari maut (IQS 3:18; 4:18; IQH 3:19-36). Kelima adalah mereka meyakini akan adanya harapan eskatologis,
yaitu di mana pada akhir zaman akan terjadi peperangan antara anak-anak terang
dan anak-anak gelap. Tetapi anak-anak terang akan diselamatkan oleh Mesias yang
mereka harapkan. Keenam adalah
bebarapa dari mereka juga tidak memilih untuk menikah atau memilih hidup
selibat untuk mencapai kesempurnaan.
c.
Konsep Mesias yang dipahami oleh paguyuban
Qumran
Kata Mesias berasal dari bahasa Ibrani, masiah yang berarti yang diurapi. Dalam
tradisi ibadah Israel kuno, konsep mesias ini ditujukan kepada raja dan imam
besar. Dalam naskah Laut Mati beberapa kali ditujukan kepada nabi Israel (CD
2:12; 6:1; 1QM 11:7). Berikut adalah teks-teks Qumran yang
berbicara mengenai Mesias: 1QS IX:10-11; 1Qsa II:11ff; CDC XII:22-23; XIV:18-19; XIX:10-11; XX:1;
juga CDC VII:18-20; 1QSb V:20-29; 1QM V:1; CD
12:23-13:1; juga fragment-fragment dari 4Q. Dalam
keagamaan Yahudi sering disebut bahwa The
Shoot of David do Thou cause to shoot forth speedily.[16] Secara umum para ahli berpendapat bahwa dari teks-teks kitab suci mereka
yang ditemukan di daerah Laut Mati memperlihatkan, bahwa paguyuban Qumran
mengharapkan kedatangan dua orang Mesias, yaitu Mesias Imamat dari keturunan
Harun dan Mesias Israel dari garis keturunan Daud (9:11; 1QSa 2:11-22).[17] Pengharapan akan datangnya dua Mesias tertuju kepada zaman keselamatan
di masa yang akan datang, yaitu di mana Allah akan mencapai tujuan akhir bagi
umat-Nya dan dunia melalui tokoh-tokoh tertentu yang diurapi atau Mesias (CD
XIX, 33-XX). Paguyuban Qumran percaya, bahwa dalam keadaan yang sangat sulit
sekalipun Allah pasti menolong dan menyelamatkan umat-Nya, dan Dia pasti akan
membawa mereka kepada tujuan akhir-Nya. Dalam terang inilah baik N.T. Wright, James
C. VanderKam, John J. Collins, Hartmut Stegemann, Tuinsta dan Hendriks, dan
H.Jagersma mengatakan, bahwa kedatangan Mesias yang diharapkan oleh paguyuban
Qumran adalah berkaitan erat dengan karya penyelamatan Allah di dalam
eskatologi.[18]
Berikut
adalah konsep mesias yang dipahami oleh paguyuban Qumran:
1.
Mesias dari garis keturunan Daud. Mesias yang diharapkan akan datang
dari garis keturunan raja Daud adalah seorang yang ideal, yang menjadi pembebas dan akan
menyelamatkan serta akan menjadi pemimpin nasional
atau politik (lih. 11QPsa 27:11). Paguyuban Qumran yakin, bahwa dialah yang akan memimpin umat Israel
sejati dalam medan peperangan untuk melawan musuh-musuhnya.[19] Selanjutnya, Mesias
yang diharapkan dari keturunan Daud tidak hanya akan mengalahkan
musuh-musuhnya, melainkan juga akan menegakkan keadilan dengan hikmatnya di
tengah-tengah kehidupan umat-Nya.[20] Kemudian, dialah
juga yang akan membersihkan kota Yerusalem dari orang-orang yang kafir (Maz.
17:32-38), dan memperluas kerajaannya sampai ke ujung bumi.[21] Penjelasan di
atas memperlihatkan, bahwa gambaran tokoh Mesias yang diharapkan oleh paguyuban
Qumran yang pertama, adalah berasal dari garis keturunan raja Daud, yaitu yang
diyakini sebagai tokoh nasional, yaitu pembebas secara politik.
2.
Mesias yang diharapkan dari keturunan imam
Harun. Selain tokoh Mesias
dari keturunan Daud, paguyuban Qumran juga mengharapkan tokoh Mesias dari keturunan
imam Harun, yang harapkan akan menjadi imam besar, imam tinggi yang sah, yang
akan memimpin peribadatan yang benar di dalam Bait Suci di Yerusalem.[22] Imam dari
keturunan Harun itulah juga yang akan membimbing mereka kejalan yang benar.
Mereka yang tulus mencintai Tuhan dengan segenap hatinya akan bersukacita,
tetapi mereka yang melakukan dosa dan ketidakadilan akan lenyap dari muka bumi.
Kebenaran yang dijunjung tinggi ini berkaitan erat dengan makna atau esensi
perjanjian dan pemilihan Tuhan atas umat-Nya Israel. Karena itu, mereka sangat
yakin, bahwa melalui keturunan Harun inilah Allah akan memulihkan dunia dan
umat-Nya. Demikianlah konsep Mesias yang kedua, yang diharapkan oleh paguyuban
Qumran.
Beberapa kesimpulan
1.
Paguyuban
Qumran adalah terdiri dari orang-orang Eseni. Namun ini tidak berarti
menggambarkan orang-orang Eseni yang tinggal di dalam paguyuban (komunitas)
Qumran secara keseluruhan.
2.
Yang
disebut sebagai Guru Kebenaran adalah gambaran seorang imam besar yang
dibangkitkan oleh Allah untuk membimbing mereka ke jalan yang benar. Musuh Guru
Kebenaran adalah imam yang fasik yang tidak mematuhi ketentuan-ketentuan
tertentu dalam kultus di Yerusalem.
3.
Konsep
Mesias yang dipahami paguyuban Qumran berbeda dengan konsep mesias yang
dipahami umat Kristen. Paguyuban Qumran mengharapkan ada dua Mesias, yaitu
Mesias dari garis keturunan raja Daud yang akan memimpin mereka secara politik,
dan Mesias dari garis keturunan Harun akan memimpin mereka secara agama di Bait
Suci Yerusalem.
4.
Hidup yang
taat terhadap perjanjian Tuhan dan mencintai Tuhan dengan segenap hati pasti
bersukacita dan diselamatkan oleh Tuhan. Tetapi jika sebaliknya, maka mereka
pasti akan dilenyapkan dari muka bumi.
Relevansi
Apa yang telah dipaparkan di atas
tentu tidak semuanya kita setujui (tidak relevan lagi) untuk masa kini (abad
ke-21). Tetapi ada nilai-nilai luhur yang masih relevan bagi kita sebagai orang
Kristen dewasa ini, yaitu ingin tetap mencari kebenaran yang sejati. Di
tengah-tengah situasi dan kondisi bangsa Indonesia yang sangat bobrok saat ini,
yaitu di mana korupsi merajalela, ketidakadilan, kekerasan, penindasan terjadi
di mana-mana. Semuanya itu memperlihatkan bahwa Indonesia sangat membutuhkan mesias-mesias
moderen, yaitu orang-orang yang berintegritas, yang masih memiliki hati nurani,
mencari kebenaran yang sejati di tengah-tengah kebobrokan moral, sosial
politik, ekonomi dan keagamaan bangsa Indonesia.
Sebagai orang Kristen, kita
harus menterjemahkan nilai-nilai Kerajaan Allah, yang memberikan kehidupan,
kedamaian, keadilan, ketentraman bagi semua orang dan tidak berkompromi
dengan kejahatan.[23] Karena bagaimanapun, sebagai warga negara Indonesia, umat
Kristen bertanggung jawab penuh
atas maju mundurnya negara Indonesia.[24] Perjuangan ini
membutuhkan waktu yang sangat panjang dan pengorbanan spiritual dan material. Misalnya
dalam bidang sosial-politik, kita tetap menyuarakan penderitaan rakyat dan
menegakkan keadilan dalam situasi apapun; dalam bidang ekonomi, kita harus berjuang
melakukan pemerataan pendapatan rakyat, mempersempit kesenjangan, memberantas
KKN, meningkatkan ekonomi masyarakat kecil, dan memberi kesempatan kerja sesuai
dengan kemampuan mereka; dalam bidang pendidikan, kita harus memberikan
pendidikan yang berkualitas, yang terjadi secara merata baik di kota-kota
maupun di desa-desa terpencil (di seluruh Indonesia); dalam sektor pembangunan
masyarakat, yaitu mengembangkan keterampilan masyarakat yang berlandaskan
Pancasila agar mampu mencukupi kebutuhannya serta memberikan kesempatan yang
sama dalam menikmati kekayan bumi, dan demi kesejahteraan bersama seluruh
rakyat yang terhimpun di dalam rumah tangga negara Indonesia.[25] Dengan demikian banyak orang akan melihat
karakter seorang mesias ada di setiap individu yang dilahirkan dari Allah.
KEPUSTAKAAN
Baker, David L. dan
John J. Bimson, Mari Mengenal Arkeologi
Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Buttrick, George
Artur dkk. The Interpreter’s Dictionary
Of The Bible: An Illustrated Encyclopedia, Vol. 4 (K-Q). New York,
Nashville: Abingdon Press, 1962.
Collins,
John J. Apocalypticism In The Dead Sea
Scrolls. London: Routledge, 1997.
Drane, John. Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis
– Teologis. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
Evans
Craig A. dan Peter W. Flint, Eschatology,
Messianism, and the Dead Sea Scrolls. Grand Rapids, Michigan/ Cambridge:
William B. Eerdmans Publishing Company, 1997.
Hauer, Christian E.
dan William A. Young. An Introduction To
The Bible: A Journey into Three Worlds. Englewood Cliffs: New Jersey, 1990.
Jagersma, H. Dari Aleksander Agung Sampai Bar Kokhba:
Sejarah Israel Dari + 330 SM –
135 M. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991.
Suharyo, I. Mengenal
Alam Hidup Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius-LBI,
2003.
Supardan, “Berikanlah Kepada Kaisar Apa Yang Menjadi Milik Kaisar,
Kepada Allah Apa Yang Menjadi Milik Allah” dalam Berteologi Memang Asyik:
Kumpulan Refleksi Teologis.
Jakarta: LAI, 2009.
Suwondo, Kutut “Perkembangan Civil Society Dalam Masyarakat Indonesia”
dalam Jurnal Penuntun Vol. 5 No. 17. 2000.
Taylor, Justin. Asal-Usul Agama Kristen. Yogyakarta:
Kanisius, 2008.
Tuinstra, E.W. dan
I.W.J. Hendriks, Kisah Dan Makna:
Naskah-Naskah Dari Laut Mati. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978.
VanderKam,
James C. The Dead Sea Scrolls Today.
Grand Rapids, Michigan/ Cambridge: William B. Eerdmans Publishing Company,
1994.
Vermes,
Geza. The Dead Sea Scolls in English 4th
ed. London: Penguin, 1995.
Wahono, S. Wismoady. Di Sini
Kutemukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Widayat, E. “Hubungan Agama dan Negara: Pandangan dari sudut Agama” dalam
Alex Lanur, Pancasila Sebagai Ideologi
Terbuka: Problema dan Tantangannya. Yogyakarta: Kanisius, 1995.
Wright,
N.T. The New Testament and The People of
God. Minneapolis: Fortress Press, 1992.
Yewangoe, A. A.
“Tanggung Jawab Gereja Dalam Mewujudkan Masyarakat Damai-Sejahtera” dalam
Berita Oikoumene edisi Januari. Jakarta: PGI, 2009.
[1] John Drane, Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis
– Teologis (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 44.
[3] Christian E. Hauer dan
William A. Young, An Introduction To The
Bible: A Journey into Three Worlds (Englewood Cliffs: New Jersey, 1990),
214-215; bnd. Justin Taylor, Asal-Usul
Agama Kristen, 46.
[4] H. Jagersma, Dari Aleksander Agung Sampai Bar Kokhba:
Sejarah Israel Dari + 330 SM –
135 M (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), 93.
[6] Lih. H. Jagersma, Dari
Aleksander Agung Sampai Bar Kokhba, 103.
[7] E.W. Tuinstra dan I.W.J.
Hendriks, Kisah Dan Makna: Naskah-Naskah
Dari Laut Mati (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), 52.
[9] David L. Baker dan John
J. Bimson, Mari Mengenal Arkeologi
Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 192.
[15] David L. Baker dan John
J. Bimson, Mari Mengenal Arkeologi
Alkitab, 93; bnd. S. Wismoady Wahono, Di
Sini Kutemukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 335-336.
[17] Geza Vermes, The Dead Sea Scrolls in English 4th
ed. (London: Penguin, 1995), 85; bnd. Paul E. Hughes dalam Craig A. Evans
dan Peter W. Flint, Eschatology, Messianism,
and the Dead Sea Scrolls (Grand Rapids, Michigan/ Cambridge: William B.
Eerdmans Publishing Company, 1997), 12; E. Jenni, dalam George Artur Buttrick dkk. The Interpreter’s
Dictionary Of The Bible: An Illustrated Encyclopedia, Vol. 4 (K-Q) (New York, Nashville: Abingdon Press, 1962),
364-365; Wahono, Di Sini Kutemukan, 366;
H. Jagersma, Dari
Aleksander Agung Sampai Bar Kokhba, 74.
[18] N.T. Wright, The New Testament and The People of God
(Minneapolis: Fortress Press, 1992), 208; James C. VanderKam, The Dead Sea Scrolls Today (Grand
Rapids, Michigan/ Cambridge: William B. Eerdmans Publishing Company, 1994),
117-118; John J. Collins, Apocalypticism
In The Dead Sea Scrolls (London: Routledge, 1997), 72; Hartmut Stegemann, The Library of Qumran: On the Essenes,
Qumran, John the Baptist, and Jesus (Grand Rapids: William B. Eerdmans
Publishing Company, 1998), 207-208; .W. Tuinstra dan I.W.J. Hendriks, Naskah-Naskah
Dari Laut Mati, 75-78; H. Jagersma, Dari Aleksander Agung Sampai Bar Kokhba, 129.
[23] Supardan, “Berikanlah Kepada Kaisar
Apa Yang Menjadi Milik Kaisar, Kepada Allah Apa Yang Menjadi Milik Allah” dalam
Kumpulan Refleksi Teologis, 67.
[24] Bnd. Kutut Suwondo, dalam Jurnal
Penuntun Perkembangan Civil Society Dalam
Masyarakat Indonesia, Vol. 5 No. 17,
42; bnd. A. A. Yewangoe, “Tanggung Jawab Gereja Dalam Mewujudkan
Masyarakat Damai-Sejahtera” dalam Berita Oikoumene edisi Januari (Jakarta: PGI,
2009), 4-7.
[25] E. Widayat, “Hubungan Agama dan Negara:
Pandangan dari sudut Agama” dalam Alex Lanur, Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka: Problema dan Tantangannya (Yogyakarta:
Kanisius, 1995), 17-18.
No comments:
Post a Comment