Tuesday, 20 January 2015

SETIA PADA KEBENARAN BERARTI SETIA KEPADA TUHAN



Oleh: Sugiman

Aku berkata kepadamu, hai sahabat-sahabat-Ku, janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh dan kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi (Lukas 12:1).

Jika Tuhan yang diyakini dalam ajaran agama kita masing-masing itu sumber kebenaran, mengapa kita sering berkhianat, berdusta dan tidak memihak pada kebenaran? Apa sebenarnya yang kita takutkan dalam hidup ini? Apakah segala sesuatu yang temporer itu lebih tangguh dari yang abadi?

Seorang dokter yang mengabdikan hidupnya untuk Tuhannya pernah mencatatkan kata-kata penguatan dari Yesus untuk para pengikutNya demikian, “Aku berkata kepadamu, hai sahabat-sahabat-Ku, janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh dan kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi (Lukas 12:1). Kata-kata itu telah menyihir dan memberikan kekuatan kepada para pengikutNya sehingga mereka berani mati sebagai martir karena kesetiaan mereka pada ajaran Kristus.  

Pengajaran Kristus kepada para murid dan kepada orang-orang yang bersedia merelakan hidupnya untuk memihak pada kebenaran sebagaimana yang diajarkan Kristus. Betapa tidak, yakni di mana pengajaranNya setidaknya telah memberikan insfirasi dan makna kehidupan abadi yang tidak semestinya diabaikan. Hal itu jugalah yang menguatkan dan mengubah pendirian Polikarpus untuk tetap setia pada kebenaran. Sehingga ketika ia dipaksa oleh Gubernur Romawi supaya menyangkal dan mengkhianati Yesus, tapi dengan tegas dan lantang ia mengatakan, “Selama delapan puluh enam tahun aku telah mengabdi kepadaNya dan Ia tidak pernah menyakitiku. Bagaimana mungkin aku dapat mencaci Raja yang telah menyelamatkanku?”.

Jika kita hubungkan frasa “janganlah kamu takut” dari ucapan Yesus yang dicatat oleh Lukas 12:1 dengan pengakuan Polikarpus yang mengatakan bahwa Yesus adalah Raja yang telah menyelamatkannya. Maka di sana tersirat makna kehidupan abadi yang sering diabaikan oleh mereka yang menyandarkan hidupnya kepada segala sesuatu yang sifatnya temporer.

Refleksi

Para pembaca yang budiman dan baik hatinya, bukankah pengkhianatan serupa juga sering kita lakukan demi kenyaman pribadi yang sangat temporer atau sementara? Bahkan tidak jarang kita mengabaikan nilai-nilai kebenaran karena sedikit uang, setingkat jabatan, dank arena takut tidak popular? Jika hal itu tetap kita biarkan terjadi dan terus-menerus dilakukan, maka suatu saat kita akan kehilangan jati diri kita sebagai ciptaan Tuhan yang mulia, yang berbeda dari ciptaanNya yang lain.

Para pembaca yang budiman dan baik hatinya, satu hal yang harus kita ingat dan camkan, bahwa orang yang sering menunda untuk melakukan kebenaran dan bahkan tidak memihak kepadanya adalah orang tidak mungkin setia pada Tuhannya. Mengapa? Karena kebenaran abadi itu hanya berasal dari Tuhan. Oleh sebab itu, adalah tidak mungkin seseorang mengatakan hidupnya atau agamanya bertuhan sementara ia sendiri tidak memihak kepada nilai-nilai kebenaran. Artinya, hanya mereka yang setia kepada kebenaranlah yang telah menemukan arti atau makna kehidupan yang sesungguhnya. Oleh sebab itu, jangan takut untuk berbuat benar dan memihak kepadanya selagi ada kesempatan untuk melakukannya.

Semoga bermanfaat, kiranya Tuhan Yesus selalu memberkati hidup kita dan menjadi berkat bagi banyak orang selama kita hidup di dunia.