Oleh: Sugiman
Dalam kehidupan rumah tangga atau keluarga, hubungan
baik itu sangat dibutuhkan, suami dan isteri, orangtua dan anak ataupun dengan
para kerabat dan saudara lainnya. Dalam mencari pekerjaan, hubungan baik
dibutuhkan. Dalam usaha mencari pacar, hubungan baik juga dibutuhkan. Dalam
kehidupan bermasyarakat, hubungan yang baik juga sangat dibutuhkan. Dalam
beragama, hubungan baik juga sangat dibutuhkan, baik itu toleransi, saling
menghargai, menghormati dan saling mengasihi. Bahkan dalam cakupan yang lebih
luas, yaitu hubungan yang baik antar negara (hubungan Internasional) juga
sangat dibutuhkan, yaitu demi terselengaranya sebuah perdamaian dan ketertiban
dunia, saling memenuhi kebutuhan, baik di bidang sosial politik maupun ekonomi.
Semuanya bergantung hubungan baik. Hubungan baik sangat menentukan apa yang
kita dapatkan. Misalnya, mengapa ada dana bantuan Internasional kepada korban
tsunami di Aceh, Nias, Mentawai dan sebagainya? Karena ada hubungan baik.
Hubungan baik hanya mungkin terjadi jika kedua belah pihak memiliki etiket yang
baik.
Dalam Injil Matius 7:7-11 juga memperlihatkan
bahwa hubungan baik itu sangatlah penting (vital). Tetapi justru itu yang
sering diabaikan oleh sebagian besar umat Kristen. Bahkan hampir setiap kali
saya mendengar khotbah para pendeta, dan dengan enteng dia mengatakan “saudara-saudara, jika kita meminta maka
pasti menerima, jika kita mencari pasti mendapatkan, dan jika kita mengetok
pasti dibukakan” (ayat 7-8). Apakah itu salah? Tentu tidak, karena memang
jelas isi ayat 7-8 demikian. Tetapi akan menjadi sangat keliru jika ayat 7-8
dipahami secara sederhana dan terpisah dari ayat 9-11. Ayat-ayat itu tidak
sesederhana mengatakan “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu
akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu”. Tetapi realitanya
itulah yang sering dilakukan oleh sebagian besar para pengkhotbah di Gereja. Sangat
menyedihkan. Banyak jemaat atau orang Kristen yang merasa sinis dan dikecewakan
oleh para pengkhotbah di Gereja karena mengabaikan esensi dari teks di atas.
Mereka merasa tidak menerima walaupun sudah meminta, tidak mendapatkan walaupun
sudah mencari, dan tidak dibukakan walaupun sudah mengedor-gedor. Mungkin Anda
juga pernah mengalaminya. Apakah itu salah? Menurut saya tidak. Itu adalah
kewajaran kita sebagai manusia. Hanya cara kita meresponsnyalah yang perlu
diperbaiki.
Coba perhatikan ayat 7, yaitu kata Mintalah (Yunani = aiteo),
carilah (Yunani = zeteo), ketoklah (Yunani = krouo). Ketiga
kata itu adalah bentuk kata kerja imperatif present
aktif orang ke-2 jamak, yang menunjukan kepada sebuah proses yang tidak
pernah berhenti (terus menerus). Artinya, kita harus terus meminta, mencari dan mengetok sampai sampai mendapatkan apa
yang sebenarnya kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Membutuhkan dan
menginginkan memang dua kata yang cenderung disamakan maknanya, padahal
keduanya sangat berbeda. Membutuhkan berarti menyadari secara totalitas atas hidup
ini sebagai manusia yang tidak bisa hidup tanpa makanan, minuman, pertolongan,
kasih sayang Tuhan selama kita hidup. Sedangkan menginginkan adalah menyangkut
hasrat dan mengandung unsure paksaan untuk memiliki sesuatu yang lebih dari
kebutuhan yang ukurannya ditentukan sendiri. Karena itulah setiap orang percaya
harus meminta sesuai kebutuhan dan bukan keinginan.
Kata kerja “Mintalah” menyiratkan makna bahwa kita hidup
sebenarnya tidak memiliki apa. Artinya semuanya adalah milik Tuhan dan apapun
yang ada pada diri kita hanya sebagai titipan dari-Nya untuk syukuri. Logikanya:
coba perhatikan orang yang sudah meninggal, apakah mereka masih dapat menikmati
dunia ini seperti waktu masih hidup? Harta benda yang mereka miliki apakah
tetap miliknya? Istri dan anak-anaknya apakah masih bisa berkomunikasi
dengannya? Tidak. Karena semuanya hanya titipan dan tidak lebih dari itu.
Selanjutnya, kata “carilah” menyiratkan makna bahwa
berdoa saja tidak cukup, melainkan harus terus dicari hingga mendapatkan apa
yang kita butuhkan. Logikanya: apakah pernah Tuhan melemparkan makanan ke
sarang burung supaya mereka tidak perlu bersusah payah, mengadu nasib, melewati
berbagai rintangan yang bahkan membahayakan dirinya? Pernahkah Tuhan
menjatuhkan uang di depan rumah para pengusaha sukses, supaya mereka tidak
perlu menguras pikiran dan bekerja keras? Pernahkah Tuhan memasakan kita nasi
supaya ketika bangun pagi kita langsung makan? Atau mencucikan kita pakaian
supaya siap pakai? Tidak. Karena Tuhan tidak pernah memberikan berkatnya bagi
mereka yang malas, dan Tuhan tidak pernah memanjakan mereka dengan
kemahakuasaan-Nya.
Selanjutnya, kata “ketoklah” menyiratkan makna bahwa
kita harus selalu meminta persetujuan dari Tuhan serta menyampaikan kebutuhkan
kita dengan terus terang, dan tanpa ada yang ditutp-tutupi. Artinya harus ada
kejujuran dari pikah pemohon. Logikanya: mana ada orang yang mengetok pintu
tanpa suara? Hanya maling atau pencuri yang datang-datang tanpa mengetok pintu.
Dalam konteks itulah ayat 8 menjawab: “Karena
setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan
setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan”. Ingat, kita meminta,
mencari dan mengetok bukan karena tidak pernah diberi, tetapi karena kita
merasa masih belum cukup. Itupun harus sesuai dengan persetujuan Tuhan, yaitu
jika ia berkenan maka berikan saat meminta, Dia tunjukan jalan saat mencari,
dan dia bukakan pintu saat meminta. Saya kira Tuhan tidak sekejam manusia, yang
suka hitung-hitungan kepada sesamanya. Sudah minta berkali-kali juga tidak
pernah diberi, sudah mencari pekerjaan demi sesuap nasi, toh tidak ada yang
menerima, dan sudah mengetok, tapi tidak pernah dibukakan pintu, boro-boro
dibuka, bahkan telinga semakin ditutup rapat. Oleh sebab itu, banyak orang yang
menangis, tertindas, minta tolong, tetapi tidak seorang pun yang mau
mendengarkan mereka. Itulah salah satu bedanya antara Tuhan dan manusia.
Pertanyaan saya selanjutnya adalah apakah sudah cukup dengan
kata mintalah, carilah dan ketoklah? Oh tentu tidak. Kita jangan
cepat berpuas diri, karena ada yang lebih penting dari atau yang esensial ketiga
kata kerja itu, yaitu RELASI ATAU HUBUNGAN BAIK. Relasi atau hubungan baik kita
dengan dengan Tuhan adalah sangat menentukan, yaitu apakah kita pantas menerima
apa yang telah kita minta, mendapatkan apa yang telah kita cari, dan masuk ke
pintu yang telah kita ketok. Logikanya: saya mendatangi salah seorang pengusaha,
kemudian saya mengetok pintu kantornya dan saya meminta sejumlah uang yang saya
butuhkan. Menurut Anda apakah saya akan diberi? Saya tidak tahu. Tetapi kemungkinan
besar tidak, dan mungkin saya diusir. Mengapa? Karena saya tidak mengenal siapa
dia dan dia juga tidak mengenal siapa saya. Seandainya saja saya memiliki
hubungan baik, sangat dekat dengannya yang sudah sekian lama kami bangun
bersama, mungkin iya, itupun jika dia tidak pelit.
Dikatakan pada ayat 9-11 demikian: “Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia
meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang
jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang
di sorga! Ia akan memberikan yang baik (agathos) kepada mereka yang meminta
kepada-Nya."
Kalimat di atas sebenarnya ingin memperlihatkan betapa
pentingnya relasi atau hubungan kita dengan Tuhan. Perhatikan kata anak dan bapa yang disebutkan Tuhan Yesus di atas. Kedua kata itu adalah untuk
menggambarkan sebuah relasi atau hubungan yang sangat dekat atau intim, yaitu antara
anak dan ayah. Kalau Anda pernah mendengar ungkapan Yesus yang mengatakan “Aku
dan Bapa adalah satu” (Yoh. 10:30), adalah sebenarnya untuk mengatakan bahwa
hubungan-Nya dengan Bapa itu sangat dekat dan intim. Itulah juga yang mau
dikatakan Yesus dalam teks ini, yaitu kita harus memiliki hubungan yang baik
dan intim dengan Tuhan. untuk membangun hubungan yang baik itu dibutuhkan
kerendahan hati, ketulusan, dan pengabdian secara total. Mengabdi tidak pernah
menuntut lebih dari keperluan atau kebutuhan, melainkan selalu mensyukuri apa
yang telah Dia berikan. Karena kita tidak mensyukuri apa yang telah Dia
berikanlah kita dikatakan yang jahat (ayat 11).
MOHON IJIN MENGGUNAKAN BAHAN INI.
ReplyDeleteTrm ksh. Bacaan yg bagus. Gbu
ReplyDeletesangat memberkati
ReplyDeleteThanks
ReplyDeleteSemangat bang
ReplyDeleteSangat memberkati
ReplyDelete