Oleh: Sugiman
Teks: 2
Timotius 1:1-10
1.
Salam pembuka (2 Tim 1:1-2):
Ada yang pernah
menulis surat tidak? Entah itu untuk anaknya, orangtuanya, keluarganya atau
untuk orang lain? Biasanya surat dimulai dengan salam, misalnya “salam sejahtera”,
“salam damai”, “salam kasih” atau “asalammualaikom” dan yang lainnya. Itu semua
disebut dengan salam pembuka. Demikian pula ketika seseorang mengangkat telepon
hp, yaitu disadari atau tidak, ketika seseorang mengangkat telepon atau hp
kemudian mengatakan: “hallo...” ini
juga adalah salam. Kata “hallo”
sebenarnya mengandung makna dan nilai mulia, yaitu sambutan hangat, mesra,
ramah atau santun. Walaupun terkadang sering diabaikan.
Dalam budaya Arab
sama dengan maknanya dengan “asalammualaikom”,
demikian juga dalam budaya orang Israel sama dengan “syalom” yang sekarang digunakan juga oleh orang-orang Kristen. Begitu
pula dalam budaya Batak toba sama artinya dengan kata “horras” dan budaya yang lainnya. Semua itu juga adalah salam atau
sapaan akrab sebagai salah satu bentuk sikap menghormati atau menghargai orang
lain. Demikian pula ketika kita akan masuk ke rumah orang lain, biasanya kita
memberi salam dengan cara yang biasa kita lakukan, yaitu seperti mengungkapkan
kata “hallo”, “syalom” asalammualaikom” atau dengan memanggil nama si pemilik
rumah dan menanyakan kabarnya atau yang lainnya. Tujuannya supaya kita tidak
sama dengan pencuri. Mana ada pencuri yang memberi salam sebelum mencuri? Tidak
kan?
Begitulah juga dalam
suratnya yang kedua ini kepada Timotius, Paulus memulainya dengan kata-kata salam
sebagai kata-kata pembuka. Dalam kata-kata salamnya Paulus memperlihatkan bahwa
dia telah mengenal sangat dekat pribadi Timotius, hingga latar belakang
kehidupannya. Selain itu, Paulus memperlihatkan bahwa dirinya sudah sangat akrab
dengan Timotius sehingga dia mengangap bahwa Timotius adalah seolah-olah
anaknya sendiri. Kasih atau kehendak Allah yang telah hadir di dalam Kristus
Yesus adalah dasar dari hubungan baik yang dibangun oleh Paulus bersama Timotius.
Itulah sebabnya mereka tetap hidup di bawah pengamatan dan kehendak Allah yang
selalu setia menyertai mereka untuk hidup saling mengasihi seperti Yesus
mengasihi mereka (baca ayat 1-2).
2.
Ucapan syukur Paulus (2 Tim. 1:3-5):
Dalam ucapan
syukurnya, Paulus mengungkapkan bahwa dirinya tak henti-hentinya mendoakan
Timotius dalam setiap permohonannya kepada Allah. Perhatikan pada ayat 3-5,
yaitu di mana Paulus dengan jujur mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah
saat mendengar kesetiaan Timotius terhadap Allah yang selama ini dilayaninya
dengan hati nurani yang murni dan bukan dengan kepura-puraan atau kepalsuan.
Bahkan Paulus mengatakan bahwa sekalipun Timotius mengalami pergumulan yang
sangat berat dan hingga menangis atau mencucurkan air mata karena tekanan dari
orang-orang yang membenci Kristus, namun ia tetap setia dan percaya atau
beriman dengan hati yang tulus ikhlas kepada Tuhan seperti yang diajarkan oleh
nenek dan ibunya (baca ayat 4-5). Selain itu, ayat yang ke-5 juga menekankan
pentingnya peranan orang tua dalam mendidik, menuntun atau membimbing
anak-anaknya kepada pengenalan akan Tuhan. Maka bukan tanpa alasan Paulus
menyebutkan nenek Timotius Lois dan ibunya Eunike pada ayat 5, justru Paulus
ingin memperlihatkan bahwa peranan orangtua itu sangatlah penting dalam
mendidik anak-anaknya kepada pengenalan akan Tuhan.
3.
Nasihat Untuk Bertekun (2 Tim. 1:6-10):
Selain mengucap
syukur kepada Allah karena melihat kesetiaan Timotius, Paulus ternyata juga
memberikan nasihat-nasihat kepada Timotius dan terlebih kepada kita saat ini,
bahwa kita harus selalu setia pada panggilan Tuhan sesuai dengan kehendak-Nya. Mari
kita perhatikan nasihat-nasihat Paulus pada ayat 6-10. Dalam nasihatnya Paulus
mengatakan supaya Timotius “mengorbankan
karunia Allah”.
Apa maksud kalimat
“mengorbankan karunia Allah”? Maksud
kata “mengorbankan” di sini adalah sama maknanya dengan menggunakan atau
memanfaatkan setiap pemberian Tuhan dalam tujuan yang mulia dan yang mendatangkan
kebaikan bagi setiap orang. Terutama dalam pengajaran, teladan dan keberanian
dalam menyatakan kebenaran Allah di tengah-tengah dunia yang semakin hari
semakin dipenuhi oleh orang-orang yang tidak percaya dan setia pada Tuhan. Karena
ketidakpercayaan orang tidak lagi mengucap syukur atas semua yang telah dia
miliki. Yang ada hanya sungut-sungut, mengerutu dalam hati dan tidak bisa
menghargai atau mensyukuri pemberian Tuhan.
Selanjutnya, karena
ketidakpercayaan orang juga takut untuk bersaksi tentang Kristus Yesus sebagai
Juruselamat manusia. Bahkan banyak orang yang malu dan takut untuk mengatakan
atau mengakui bahwa dirinya sebagai pengikut Kristus. Karena itu ketika
diperhadapkan dengan dua pilihan, yaitu misalnya ketika ada orang yang
menawarkan sejumlah uang kepadanya supaya tidak percaya kepada Tuhan Yesus,
maka sering orang memilih uang dari pada memilih tetap setia dan percaya kepada
Tuhan Yesus Kristus.
Maka dari itu,
tidak heran iman seolah-olah sudah sama dengan barang dagangan, yang
diperjualbelikan. Alasannya karena apa? Karena takut dipecat dari pekerjaan,
karena takut tidak punya sahabat, atau karena takut mati. Padahal sebenarnya
Allah telah menaruh dan memberikan kepada setiap orang roh keberanian yang
menguatkan untuk tetap konsisten menyatakan dan melakukan kebenaran dan
keadilan sesuai dengan kehendak Allah, serta mengasihi dan mengerjakan kepada banyak
orang tentang hal-hal penting yang mendatangkan kebaikan bagi setiap orang
(baca ayat 6-7).
Saudara/i yang
terkasih di dalam Tuhan kita Yesus Kristus, mengapa korupsi dan ketidakadilan
merajalela di negara kita saat ini? Alasannya tidak lain dan tidak bukan adalah
karena mereka tidak bisa mengucap syukur kepada Allah. Tidak bisa mengucap
syukur adalah sama artinya juga tidak percaya sepenuhnya kepada Tuhan.
Selanjutnya, mengapa kekerasan, kelaparan, kemiskinan juga merajalela di negara
Indonesia saat ini? Salah satu alasannya adalah karena semakin hari manusia itu
semakin tidak mengenal Allah yang adalah sumber kehidupan dan kasih.
Maka tidak
mengasihi sesama manusia juga berarti tidak mengenal Allah, karena Allah telah
mengasihi manusia dan bahkan rela mengorbankan diri-Nya melalui kematian Yesus
Kristus untuk menebus dan memperdamaikan manusia dengan Allah. Hubungan manusia
yang dahulu putus dengan Allah, tetapi karena kasih-Nya semata hubungan itu
disambungkan kembali supaya kita tetap menyatu dengan Allah. Tetapi sayang,
manusia lebih memilih menjauh dari Allah, yaitu melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan kehendak-Nya, yaitu seperti menyakiti hati sesamanya,
memfitnah sesamanya, dan bahkan membunuh sesamanya. Banyak dalam berita-berita
diperlihatkan bahwa orangtua membunuh anaknya atau anak membunuh orangtuanya
atau membunuh tetangganya. Semua itu terjadi karena nilai-nilai kasih itu sudah
diabaikan dan dilupakan oleh manusia.
Nasihat Paulus
selanjutnya adalah supaya jangan pernah merasa malu bersaksi tentang Kristus
Yesus Tuhan kita yang tersalib di Golgota karena dosa kita. Karena Dia telah
menyelamatkan kita, tetapi sekaligus telah memanggil kita dengan panggilan yang
kudus atau khusus sesuai maksud kasih karunia-Nya semata. Artinya, jika
seseorang memberitakan Injil atau Kabar Baik tentang Kristus berdasarkan
kehendaknya sendiri dan bukan berdasarkan kehendak Allah maka itu adalah
kebohongan belaka dan sia-sia. Karena itu, lakukanlah segala sesuatu yang Allah
percayakan kepada kita atas nama Tuhan yang hadir di dalam Kristus Yesus dan
bukan atas nama kita pribadi supaya dikenal orang. Jika kita melakukan segala
sesuatu atas kehendak kita dengan tujuan supaya kita dikenal orang, maka sudah
pasti bukan Kristus yang kita kabarkan atau beritakan, melainkan kita sendiri.
Jika kita demikian maka kita adalah orang yang sudah menipu dan mengubah berkat
Allah menjadi kutuk atas hidup ini.
Selanjutnya, ayat
10 merupakan penutut atas bagian ini, yaitu di mana Paulus mengingatkan kepada
kita bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah sumber keselamatan dan kehidupan bagi
manusia. Orang yang percaya kepada Kristus adalah orang yang sudah menerima
hidup yang tidak dapat dibinasakan oleh maut atau kejahatan lainnya, karena
kuasa Kristus jauh lebih besar dari kuasa kejahatan yang ada di dunia ini.
Karena itu, bersyukurlah senantiasa kepada Allah atas semua yang diberikan-Nya,
termasuk untuk hidup ini dan jalani hidup ini dengan berani menyuarakan
kebenaran serta tekun dan tetap setia pada kehendak-Nya. Dengan demikian kita
telah bersaksi kepada dunia bahwa Tuhan Yesus adalah sumber kehidupan abadi
bagi orang percaya.
4.
Refleksi atau penerapan:
Karena itu,
lakukanlah segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagi setiap orang yang
sesuai dengan kehedak Allah di dalam Kristus Yesus yang telah menyelamatkan
manusia dari kuasa dosa. Kristus adalah Tuhan yang telah membangkitkan kita untuk
menjadi pemenang atas kuasa kejahatan yang mengakibatkan kita berdosa kepada-Nya.
Kristus Tuhan juga telah mengubah kita menjadi manusia yang baru yang berkenan
kepada-Nya.
Manusia baru adalah
manusia yang sanggup mengeluarkan dirinya dari hal-hal yang dapat merusak
hidupnya. Karena sesungguhnya kekuatan yang Allah berikan kepadanya lebih besar
dari kekuatan kejahatan yang selalu merayu dan menggoda kita. Maka dari itu
andalkanlah Tuhan dalam setiap langkah hidup kita, dan apapun yang kita
lakukan, lakukanlah atas nama Tuhan yang telah memberikan kita kekuatan untuk
melakukannya. Misalnya, menolong sesama yang kesulitan, menghibur yang
bersedih, memberi makan mereka yang lapar, memberi minum mereka yang haus,
menghapus air mata mereka yang menangis, membalut hati mereka yang terluka dan
hanya Kristus Yesuslah yang dapat memampukan kita semua dapat melakukannya.
Selanjutnya,
bersyukurlah atas segala sesuatu yang telah Allah berikan kepada kita! Karena
hanya orang yang selalu bersyukurlah yang dapat menikmati hidup ini sebagai
pemberian dari Tuhan. Karena hidup ini pemberian dari Tuhan, maka jalanilah
dengan penuh tanggung jawab dan rasa syukur yang tulus ikhlas kepada-Nya. Salah
satu bukti kita bersyukur kepada Tuhan atas hidup ini adalah mengasihi semua
orang dengan kasih yang benar-benar tulus ikhlas dan sesuai dengan kehendak Allah,
bukan kehendak kita.