Monday, 30 September 2013

AIR MATA MINORITAS DI PAKISTAN

Oleh: Sugiman

Kegagalan pemerintah yang cenderung membiarkan kasus kekerasan yang disebabkan kaum minoritas tidak hanya terjadi di negara Indonesia, tetapi juga terjadi di Pakistan. Seorang anggota parlemen daerah, Fredrich Azeem Ghauri mengatakan, bahwa jumlah umat Kristen di Pakistan hanya berkisar 1,6% atau sekitar 200.000, dan 70.000 di antaranya tinggal di Peshawar. Namun bukan minoritasnya yang jadi masalah, melainkan kasus kekerasan yang ditimpakan dan dialami oleh kaum minoritas itu sendiri.

Beberapa kasus kekerasan yang terjadi di Pakistan, terutama yang sering dialami dan dirasakan oleh kaum minoritas. Bahkan tidak jarang militan di Pakistan menjadikan kaum minoritas sebagai sasaran target yang empuk untuk disakiti, disiksa dan dibunuh secara kejam. Dalam beberapa tahun terakhir, termasuk memicu kekerasan sektarian antara Syiah dan Sunni, yaitu di mana militan Sunni sering melakukan serangan yang bertubi-tubi terhadap komunitas Syiah.

Akan tetapi umat Kristenlah yang paling sering dibuat menderita oleh kedua sekte tersebut. Kehidupan orang-orang Kristen yang tinggal berdampingan dengan kaum Muslim seolah tidak pernah berhenti meneteskan air mata. Suasana surga yang damai, aman, dan nyaman seolah menjauh dari kehidupan kaum minoritas di Pakistan.

Pada bulan Maret tahun 2013 lalu misalnya, kaum Muslim di Lahore yang adalah kaum minoritas di sana tidak segan-segan menindas dan membakar belasan rumah umat Kristiani yang dianggap melakukan penindasan agama. Bahkan peristiwa terburuk berlanjut melalui dua serangan bom bunuh diri yang berlangsung pada hari Minggu, 22 September 2013. Dalam dua serangan itu menewaskan manusia sebanyak 80 jiwa umat Kristiani.

Terdengar dramatis, tetapi ini adalah realita kehidupan kaum minoritas yang mengerikan, menyedihkan, memilukan, dan menekan hati nurani. Tak ada banyak hal yang dapat diperbuat oleh kaum minoritas untuk melindungi diri selain berharap, berserah dan mendekatkan diri kepada Sang pemilik kehidupan lewat doa-doa yang dipanjatkan. Betapa tidak, teriakan dan jeritan minta tolong pada kekuatan manusia hanya akan menimbulkan kekecewaan dan kepiluan yang mendalam.

Mungkin bagi sebagian orang yang mendengar kata-kata penghiburan, yang didasarkan pada keyakinan yang teguh dan harapan akan datangnya pertolongan dari Tuhan terdengar hampa dan sia-sia. Tetapi hanya orang yang berimanlah yang dapat melihatnya secara nyata bahwa Tuhan selalu memihak pada orang benar. Iman memberikan kekuatan kepada mereka yang menderita. Iman memberikan harapan kepada orang yang putus asa. Karena hanya imanlah yang membuat manusia sanggup melihat apa yang tak terlihat, menjadikan hal yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Dalam situasi dan kondisi itulah penulis Mazmur mengatakan, “Biarlah mereka menanggung kesalahan mereka, ya Allah, biarlah mereka jatuh karena rancangannya sendiri; buanglah mereka karena banyaknya pelanggaran mereka, sebab mereka memberontak terhadap Engkau.  Tetapi semua orang yang berlindung pada-Mu akan bersukacita, mereka akan bersorak-sorai selama-lamanya, karena Engkau menaungi mereka; dan karena Engkau akan bersukaria orang-orang yang mengasihi nama-Mu. Sebab Engkaulah yang memberkati orang benar, ya TUHAN; Engkau memagari dia dengan anugerah-Mu seperti perisai” (Mazmur 5:11-13).

Dari kalimat panjang yang dituliskan pemazmur di atas kita dapat melihat dua kata kunci yang dinamis dan memiliki kekuatas secara spiritual. Pertama adalah kata “Biarlah”. Kata ini menyiratkan makna yang sangat dalam akan keyakinan si pemazmur kepada Tuhan yang diyakininya selama ini. Di stu sisi ia menjadari bahwa dirinya tidak memiliki kekuatan untuk melawan dan membela dirinya dari terkaman, ancaman, tekanan dan penderitaan yang disebabkan oleh mereka yang benci kepadanya. Tetapi di sisi yang lain, ia memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan, bahwa Tuhan pasti memperhitungkan keberadaannya dan Tuhan pasti menghukum orang-orang yang berlaku serong atau menyimpang dari kebenaran-Nya.

Kata yang kedua adalah “Tetapi”. Ini merupakan sebuah kata pengharapan dengan disertai keyakinan akan keberpihakan Tuhan kepada orang yang benar, yang berlindung pada-Nya. Pemazmur mengutarakan keyakinannya, bahwa Tuhan pasti mengasihi dan memberkati serta melindungi setiap orang yang menaruh harap, berlindung dan berserah penuh pada-Nya. Mungkin Tuhan terasa jauh bagi sebagian orang, pertolongan-Nya tidak mungkin dirasakan di dunia. Tetapi bagi orang beriman dan tetap percaya penuh pada-Nya akan merasakan kebaikan dan keterlibatan dalam setiap keluh kesah yang dirasakan umat-Nya.

Untuk saudara-saudaraku yang terkasih di dalam Tuhan kita Yesus, terutama yang tinggal di Pakistan sebagai kaum minoritas. Tetaplah bertahan dalam segala hal yang terjadi dalam hidup ini. Kiranya air mata sucimu yang mengalir menjadi aliran air kehidupan yang diperhitungkan Tuhan. Biarlah Tuhan yang membalaskan kepada mereka atas apa yang telah mereka perbuat. Dalam hidup ini hukum tabur tuai masih berlaku bagi-Nya, yaitu apa yang kita tabur maka itu juga yang pasti kita tuai.

Air mata kita boleh menetes, tetapi jangan hal itu dijadikan alasan untuk tidak mengasihi mereka. Karena Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kita harus senantiasa mengasihi musuh-musuh kita. Nasihat dan ajaran ini memang kedengaran konyol dan bohoh. Karena hanya orang bodoh, tolol dan konyol yang bersedia mengasihi musuh-musuhnya. Tetapi bagi Tuhan, itulah konsekuensi yang harus diperbuat oleh mereka yang mengikut ajaran Yesus Kristus.

Secara tidak langsung ajaran atas hukum kasih dari Tuhan Yesus di atas mengimplikasikan bahwa, jika ada yang lebih baik, maka baik saja tidak cukup. Artinya, jika kita hanya mengasihi orang yang telah mengasihi kita, maka apalah keuntungannya. Karena hal demikian pun dapat dilakukan oleh mereka yang tidak mengenal Tuhan. Tetapi hanya mereka yang mengasihi Tuhan dengan sepenuh hatilah yang sanggup mengasihi musuh-musuhnya.

Karena itu, jangan sia-siakan waktu yang ada untuk tidak mengasihi mereka. Tetapi pergunakanlah waktu yang ada dengan segala sisa kehidupan kita untuk melakukan segala perbuatan baik yang berkenan bagi kemuliaan Tuhan. Karena ada waktunya di mana setiap orang akan kehilangan kesempatan atau waktnya untuk berbuat baik kepada sesamanya. Hidup ini sangat terbatas dan singkat. Kita seolah sedang menunggu giliran atau antrian yang panjang, yaitu di mana nama kita akan di panggil oleh Tuhan dan pada saat itulah hidup kita kembali kepada-Nya.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membacanya. Terima kasih.

Wednesday, 18 September 2013

PEMIMPIN YANG MELAYANI

Oleh: Sugiman

"Pemimpin sejati melayani. Melayani orang-orang. Melayani minat terbaik mereka. Dalam memimpin, mereka tidak selalu bertindak populer, dan tidak juga selalu mengesankan. Tetapi pemimpin sejati selalu dimotivasi oleh kepedulian kasih dibandingkan hasrat kejayaan ribadi dan mereka pun bersedia membayar harganya"
-Eugene B. Habecker-

Apakah Anda seorang pemimpin yang baik? Bagaimana dengan kepemimpinan yang telah Anda lakukan selama ini? Sejauh mana sebenarnya Anda telah memahami esensi kepemimpinan yang Anda jalankan selama ini?

Betapa seringnya seorang pemimpin menganggap bahwa anak buah adalah instrumen yang harus dikendalikan secara sepihak. Sampai-sampai ia lupa untuk mengendalikan dirinya.
Memimpin yang efektif bukanlah mengenai bagaimana memerintah anak buah. Karena jika setiap orang diberikan kesempatan untuk memerintah atau diberi kekuasaan. Maka semua orang pun pasti dapat melakukannya. Tetapi tidak semua orang dapat menjadi pemimpin yang melayani.

Memimpin yang efektif adalah sebuah seni melayani. Pemimpin yang memiliki banyak pengikut adalah pemimpin yang melayani. Walaupun ia sendiri tak akan terbebas dari ancaman orang-orang yang memusuhinya, yang berusaha menyingkirkannya. Tetapi itulah membedakannya dengan pemimpin lainnya.

Yesus mengajarkan kepada para muridNya dan terlebih kepada para pengikutNya yang telah mendunia sampai dengan hari ini mengatakan, bahwa “barang siapa ingin menjadi yang terbesar, maka harus menjadi seorang pelayan sejati bagi sesamanya”. (lih. Mat.18:4-5; Mrk.9:37; Luk.9:48). Inilah konsep kepemimpinan yang melayani yang diajarkan Yesus kepada para pengikutNya.

Pendapat senada juga pernah dikemukakan oleh seorang pakar kepemimpinan, yakni John C. Maxwell. Ia mengatakan, bahwa untuk menjadi orang besar, maka kita harus bersedia dengan sepenuh hati untuk menjadi yang paling kecil dan juga menjadi seorang pelayan bagi orang lain.

Jika kita ingin menjadi seorang pemimpin yang dirasakan atau memberi dampak positif bagi banyak orang, maka belajarlah menjadi seorang pelayan sejati dan tulus. Dengan kata lain, layanilah orang lain dengan melakukan apa yang kita minta lakukan pada orang lain. Bersedia menyingsingkan lengan baju kita untuk bekerja. Otomatis Anda akan menjadi contoh bagi karyawan atau pengikut Anda.

Jika Anda seorang pemimpin yang memiliki banyak karyawan, maka dengarkan aspirasi karyawan-karyawan Anda dan berempatilah pada mereka. Empati Anda akan menimbulkan rasa hormat mereka terhadap Anda, serta memberikan pertumbuhan pada diri Anda dan pengikut Anda. Artinya, jangan pernah menutup telinga untuk mereka selama mereka menjadi karyawan kita.

Selanjutnya, jadilah mentor yang baik mereka. Menjadi mentor berarti adalah bagaimana kita mengubah seseorang menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Menjadi mentor adalah menularkan hal-hal yang baik, yang dapat mereka bawa pulang untuk keluarga dan anak-anak mereka di rumah.

Jika karyawan atau bawahan Anda melakukan kesalahan atau kekeliruan, maka fokuslah pada solusi permasalahan dan kekuatan yang kita dapatkan untuk menemukan sebuah solusi, dan bukan pada kesalahan karyawan atau bawahan kita.  Formulasikan rencana tindakan Anda untuk mengatasinya.

Seorang pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang memberi telinga terhadap aspirasi brilian banyak orang, serta bersedia mengulurkan tangan bagi mereka yang berada di bawah tekanan atau kesulitan yang disebabkan pihak lain. Jika Anda ingin menjadi pemimpin pada tingkat tertinggi, maka Anda harus dan wajib bersedia menjadi pemimpin yang melayani setiap orang dengan segala kerendahan hati. Karena itulah awal dari kepemimpinan yang melayani.

Salam, semoga bermanfaat.