Wednesday, 2 January 2013

PENGANTAR KEPADA INJIL MATIUS

Oleh: Sugiman

Secara umum para ahli tafsir Perjanjian Baru mengatakan, bahwa Injil Matius ditulis sekitar tahun 80-an M (abad pertama) di Antiokhia-Siria. Artinya sesudah Bait Allah di Yerusalem dihancurkan oleh tentara Romawi pada tahun 70 M. Saat itu banyak orang Yahudi yang meninggal akibat peperangan pada masa itu.

Hancurnya Bait Allah di Yerusalem berarti hancurnya pusat kehidupan religius, sosial, politik dan ekonomi orang Yahudi. Jika tahun 80-an, berarti jemaat Kristen telah berdiri sekitar 50 tahun setelah kematian Yesus dan sekitar 10/15 tahun setelah Yerusalem dihancurkan. Berkuasanya kerajaan Yunani-Romawi, menjadikan hidup orang Kristen-Yahudi menderita. Hare dalam bukunya “Jewish Presecution Of Christian” mengatakan bahwa orang Kristen saat itu mengalami penganiayaan dari bangsa-bangsa lain. Mungkin inilah yang menyebabkan penulis Matius mengutip pernyataan Yesus ketika mengecam beberapa kota (lht. 11:20-24).

Kehidupan orang Kristen-Yahudi saat itu membentuk kelompok-kelompok untuk bisa bertahan hidup. Dalam konteks itulah penulis Injil Matius mengutip ungkapan Yesus yang berbunyi, “marilah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (11:28). Ungkapan ini memperlihatkan betapa menderitanya orang-orang Kristen saat itu. Namun, serentak dengan itu penulis Injil Matius juga memperlihatkan kepedulian, empati, keprihatinan dan belaskasihan Yesus kepada semua orang.

Selanjutnya, masalah lain yang dihadapi orang Kristen-Yahudi saat itu adalah mengenai penganiayan yang tersebar luas dengan memanfaatkan kesempatan ini. Kelompok orang-orang Yahudi yang masih hidup, terutama para pemimpin agama yang berhasil meloloskan diri, seperti ahli-ahli Taurat, yang mulai membedakan secara tajam aliran yang benar dan yang sesat dan termasuk di antaranya adalah orang Farisi atau yang biasa disebut kelompok “Law Observant”. Inilah yang melatarbelakangi penulis Injil Matius mengangkat masalah pertentangan antara Yesus dan orang Farisi atau penolakan orang Farisi terhadap kehadiran Yesus.

Akan tetapi, di sisi yang lebih khusus penulis Injil Matius ingin memperlihatkan bahwa Yesus adalah pelaku kasih yang radikal, yaitu kasih yang melebihi batas status, yang menghancurkan tempok pemisah, yang mempersatukan mereka yang hidup musuh-memusuhi, yang menyembuhkan luka-luka batin orang yang terpinggirkan, yang ditolak, kasih yang memperbaiki kekeliruan, tidak mencari-cari kesalahan dan memberi pengharapan untuk dunia yang kelam dan suram. Hal itu terbukti ketika kita memperhatikan ungkapan berbahagia dalam khotbah di bukit, muzijat-muzijat yang dilakukan Yesus, pengutusan para murid, kecaman atas beberapa kota, ajakan kepada mereka yang letih lesu dan berbeban berat serta perkataan-Nya bahwa “Manusia jauh lebih berharga dari pada domba” (12:12). Semua itu dituliskan oleh penulis Injil Matius supaya pembacanya memahami dan mengenal bahwa Yesus adalah kasih yang abadi bagi semua orang percaya.

Semoga tulisan ini bermanfaat….

No comments:

Post a Comment