Oleh: Sugiman
Pembubaran
paksa atas diskusi
buku Allah, Liberty, and Love karya Irshad Manji di Lembaga Kajian
Islam dan Sosial (LKiS) Jalan Sorowajan baru, Banguntapan, Bantul, Rabu
(9/5/2012) malam, sangat menyedihkan.
Sebelumnya, wanita asal Kanada ini telah mendapat desakan
dari organisasi masyarakat sehingga peluncuran bukunya yang digelar di
Salihara, Jakarta Selatan, Jumat (4/5/2012), dibubarkan massa ormas yang
mengatasnamakan Islam dengan salah satu tudingan di dalam bukunya ia
menyebarkan gay dan lesbian.
Apa
sebenarnya isi buku Irshad Manji?
Dalam hasil wawancaranya dengan Kompas.com,
Irshad Manji menjelaskan bahwa dirinya sama sekali tidak bercerita tentang gay
dan lesbian dalam buku Allah, Liberty, and
Love. Buku tersebut sebenarnya mengajarkan bagaimana umat Muslim
mempraktikan kebebasan dalam hidupnya. Bebas dalam arti bertanya, dan bebas
untuk mempelajari makna yang tertulis dalam Al Quran. Ini mengindikasikan,
kebodohan para anarkis itu adalah anti terhadap buku dan ilmu pengetahuan,
sehingga mereka sama seperti katak dalam tempurung. Mereka menuduhkan
kebohongan demi sebuah kekerasan.
Irshad menegaskan bahwa salah satu hal yang
mendorongnya menulis buku tersebut adalah untuk memberi pencerahan dan
mempertemukan banyak orang dengan Tuhan danm cinta. Karena menurutnya, masih
banyak orang yang tidak menemukan titik temu antara Tuhan dan cinta. Tuhan dan
cinta sering dipisahkan dan dilihat secara berbeda oleh banyak orang, ini
adalah kekeliruan dan sangat disayangkan, tegasnya.
Apa
sebenarnya pesan yang ingin Irshad Manji Sampaikan?
Pertama-tama, pesan
terbesarnya
adalah kita tak takuta kepada Tuhan karena Dia adalah cinta, melainkan
kita harus berjuang dalam hidup ini melawan ketakutan dan menemukan cinta-Nya. Irshad menegaskan, bahwa kita
harus punya kekuatan untuk berbicara ketika semua orang menyuruh kita diam.
Karena ada banyak hal yang lebih penting yang bisa kita lakukan selain hanya
merasa takut.
Pesan kedua adalah, dalam bukunya itu ia menegaskan bahwa budaya bukanlah sesuatu yang sakral. Menurutnya, fenomena yang ada dalam kehidupan umat Muslim saat ini adalah bahwa umat Muslim hidup dalam tradisi dan budaya, yang dibentuk oleh manusia, bukan oleh Tuhan.
Dengan kata lain, budaya yang dibentuk oleh
manusia seharusnya mendatangkan kebaikan bagi manusia itu sendiri dan bukan
sebaliknya. Tetapi manusia itu sendiri lebih cenderung membiarkan dirinya
mengenakan rantai pengikat dilehernya yang tidak bermanfaat itu.
Di
Indonesia, misalnya, ketika kita masuk ke madrasah-madrasah, yang diajarkan
oleh ulama adalah, “Jangan bertanya, dengarkan perkataan saya dan turuti!”. “Kaum muda diberikan doktrin tanpa diberi kesempatan untuk berdiskusi,
untuk bertanya. Maka, saya menuliskan sebuah buku yang menjelaskan kembali
tentang ijtihad, tentang mencari sebuah kebenaran yang tertulis di dalam Al
Quran,” tegasnya.
Pesan ketiga adalah kita jangan menjadi kaum moderat, melainkan jadikanlah diri kita sebagai kaum reformis; karena menjadi moderat itu tidaklah berguna. Menurutnya, kaum moderat itu lebih takut kepada mafia, gengster dan yang lainnya, yang menghalangi kebebasan berbicara, berpikir kritis dan kebebasan berpendapat. Orang memiliki ketakutan terhadap semuanya itu adalah orang merasa cepat berpuas diri dengan pengetahuannya, tetapi serentak dengan itu mereka juga suka memilih untuk menyembunyikan suara kebenaran.
Sektarianisme,
Kekarasan dan Agama
Kasus pembubaran paksa di LKiS yang disertai
dengan tindakan-tindakan anarkis, yang melukai tujuh peserta diskusi dan
merusak bangunan dan menjebol pagar adalah tidak dapat dilepaskan dari
sektarianisme. Sektarianisme adalah satu sikap mental tertentu yang cupet,
picik, naif, sempit, yang biasanya dianut oleh kelompok-kelompok “sekte”.
Sektarianisme membuat garis atau jurang pemisah antara “saya” dan “kamu” atau
“saya” dan “mereka”.
Mereka yang menganutnya juga cenderung menutup
diri atas kecerdasan berpikir yang lebih manusiawi. Karena itu, kekerasan acap
kali menjadi pilihan terbaik mereka untuk menjelaskan ini boleh dan itu tidak.
Mengapa? Karena mereka tidak memiliki ilmu pengetahuan yang luas untuk
memberikan jawaban yang lebih bijaksana dan tanpa kekerasan. Itulah yang saya
sebut sebagai katak dalam tempurung. Mereka tidak tahu betapa luasnya dunia.
Selain itu, agama juga sering dijadikan senjata
untuk melakukan mkekerasan. Betapa tidak? Dalam pembubaran paksa diskusi buku Allah, Liberty, and Love, juga tidak
terlepas dari kekerasan atas nama agama. Bahkan ada demonstan yang mengatakan
bahwa Irshad sebagai penista agama. Sungguh peristiwa yang menyedihkan. Beginikah
tindakan orang-orang beragama di negara Indonesia? Tindakan yang sangat tidak
manusiawi dan menodai kebebasan dalam menyampaikan gagasan dan berpendapat.
Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia untuk berpikir secara dinamis demi
terwujudnya kedamaian seperti suasana surga yang dirindukan semua umat
beragama. Tetapi realita memperlihatkan, betapa manusia telah sama dengan
binatang yang tidak memiliki akal budi yang sehat lagi. Bahkan binatang pun
masih memiliki belas kasihan.
Cinta
tidak selalu disambut dengan cinta
Cinta memang mulia bila diberikan kepada orang
yang tepat menerimanya. Tetapi cinta itu akan menjadi sangat mulia jika diberikan
kepada mereka yang kita anggap tidak berhak dan pantas untuk menerimanya. Itulah
satu hal yang dilakukan oleh Irshad dalam bukunya Allah, Liberty, and Love. Ia mengatakan demikian: “Saya adalah seorang Muslim. Saya mencintai Allah, sangat dalam. Saya
percaya segala sesuatu diciptakan Allah dengan alasan. Dan, bagi saya, hidup
adalah sebuah pemberian. Islam adalah agama yang menuntun kepada kehidupan
menjadi lebih baik, yang mendekatkan kita kepada Allah. Kita beragama, sebagai
sarana untuk mengucapkan syukur kepada Allah atas pemberian (kehidupan) yang telah
diberikan kepada kita.”
Sungguh hidup adalah sebuah kesempatan untuk
memberikan cinta sebesar dan sebanyak-banyaknya kepada semua orang. Bahkan
Tuhan tidak jarang mengizinkan kita untuk mencintai orang-orang yang mencaci
maki, mencemooh, membenci dan bahkan mereka yang berusaha mengakhiri napas
kita. Tetapi yakinlah, kekuatan Tuhan melebihi mereka yang menolak cinta mulia
itu. Menolak menghadirkan cinta di tengah-tengah dunia yang penuh dengan
kebencian adalah sama artinya menolak keberadaan Tuhan, seperti yang telah
diperlihatkan oleh para pelaku tindakan anarkis di atas.
No comments:
Post a Comment