Oleh: Sugiman
Sebelum kehadiran sang anak di
dalam keluarga, tidak jarang orang berpikir, bahwa mereka akan sanggup
melakukan banyak hal yang lebih baik bagi anak-anaknya. Dalam angan-angannya,
mereka akan menjadi orangtua yang visioner dan yang bisa menjadi teladan bagi si
anak. Bahkan pasangan yang belum dikaruniai anak atau bila orangtua harus
berpisah dengan anak karena masalah tertentu, sehingga muncul perasaan dan
pikiran akan melakukan segala tugas dan tanggung jawabnya lebih baik (yang
terbaik) bila sang buah hati telah hadir.
Akan tetapi, kenyataan yang ada
memperlihatkan, betapa banyak orangtua yang mengabaikan dan tengelam dalam mimpi,
impian atau angan-angannya setelah kehadiran sang anak. Hal itu terjadi bukan
karena orangtua tidak memahami dan mengerti berbagai teori parenting dan kasih
sayang, melainkan karena mimpi, impian dan angan-angan tidak sesuai dengan
kenyataan yang ada. Pernyataan ini tidak bermaksud untuk meremehkan peranan
orangtua, karena masih banyak orangtua yang terus berjuang, mencoba dan terus
belajar untuk melakukan yang terbaik demi sebuah kebahagiaan bersama di dalam
keluarganya.
Kegagalan yang diperlihatkan olah
sebagian besar orangtua bukan karena mereka tidak mampu melakukannya, melainkan
karena mereka takut untuk mencoba, tidak berani menanggung risiko kegagalan,
tidak siap menjadi orangtua dan tidak siap untuk memberikan dirinya bagi
anak-anaknya. Selain itu, kegagalan juga memperlihatkan betapa sulit dan
beratnya mewujudkan impian, mimpi dan angan-angan yang ada. Karena pada
dasarnya impian dan hayalan tidak bergantung sepenuhnya pada realita yang
dihadapi oleh setiap orangtua. Tetapi, cara untuk memwujudkannya adalah tahap
awal untuk mencapai realita yang membahagiakan.
Setiap orang yang akan menjadi
orantua, berarti mereka telah siap atau menyiapkan diri untuk mengabdi pada
anak-anak dan menyatakan impian yang masih samar-samar. Selanjutnya, menjadi
orangtua juga berarti telah siap menjadi pendidik dan teladan bagi
anak-anaknya, entah itu dalam perkataan maupun dalam hal perbuatan.
Selanjutnya, menjadi orangtua juga adalah harus rela memberi diri atau
menyerahkan dirin secara total bagi anak-anak, yaitu mulai dari waktu,
perasaan, pikiran, dan materi. Dengan kata lain, hidup bukan untuk menghidup
diri sendiri lagi, melainkan untuk bersama. Oleh sebab itu, tidak salah jika
ada ungkapan bahwa laki-laki ataupun perempuan yang suka mereokok atau yang
gemar dengan minum keras disebut sebagai orang yang egois. Mengapa? Karena hal
itu hanya untuk dirinya sendiri dan bukan untuk kebersamaan di dalam keluarga.
Kehadiran anak di dalam keluarga
adalah salah satu proses ujian yang sangat berat bagi para orangtua. Betapa
tidak? Ketika si anak masih sesosok bayi, orangtua harus menyiapkan tenaga,
perasaan, perhatian, dan waktu yang ekstra. Misalnya saat si kecil terbangun
karena habis pipis dan mengganti pampersnya, apalagi saat tubuhnya tidak sehat,
maka sudah pasti orangtua yang sadar akan tugas dan tanggung jawabnya merasa
sangat kuatir padanya, jatah tidur atau istirahat pun terpotong (berkurang).
Mata yang terasa berat pun harus dicelikan atau dibangunkan. Badan yang lemah
karena enak-enaknya tidur harus dibangkitkan secara paksa. Itulah awal ujian bagi
orangtua. Selanjutnya, ketika ia sudah batita, balita dan hingga dewasa,
orangtua juga selalu ekstra perhatian padanya. Bahkan ada banyak cara atau
metode yang diciptakan oleh para orangtua untuk mencurahkan perhatiannya kepada
anak-anaknya.
Ujian orangtua akan menjadi
semakin berat atau mencapai klimaks atau puncaknya adalah ketika si anak
mengalami kesedihan, kekecewaan, merasa paling bersalah, dan saat ia mengalami
kegagalan yang sulit diterimanya. Begitu pula saat si anak merasa senang,
bahagia, menang dan sukses di masa dewasanya, tetapi melupakan orangtuanya.
Itulah sebabnya, banyak dari orangtua yang terluka. Selanjutnya, meskipun tidak
menerima perlakuan baik dari anak-anaknya, tetapi tetap saja mereka mengasihi
anak-anaknya dengan sepenuh hati. Saya kira itulah ujian yang sangat berat bagi
para orangtua yang sangat menyadari tugas dan tanggung jawabnya. Dengan kata
lain, di situlah kesabaran, kesungguhan, belaskasihan, pengampunan dan
kesetiaan orangtua diuji, yang menjadikan mereka lebih matang dan bijaksana
dalam mengambil setiap keputusan. Bahkan tidak jarang orangtua rela
mengorbankan dirinya hanya untuk kepentingan dan kebahagiaan anak-anaknya.
Tetapi tidak semua orangtua demikian, karena ada yang cuek, masa bodoh dan tidak
peduli dengan anak-anaknya. Mengapa? Karena mereka tidak tahu tugas dan
tanggung jawabnya sebagai orangtua, atau karena mereka sengaja tidak mau
melakukannya.
Tetapi bagi orangtua yang sadar
akan keberadaannya, mereka akan terus menjalani ujian yang berat itu dengan
tekun dan setia. Ujian itu akan terus dan selalu ada, baik saat si anak dekat
maupun jauh dari jangkauan orangtua. Jika demikian, kapan itu akan berakhir?
Sampai akhir hayat hidup dan maut menjemput. Selanjutnya, jika demikian apakah setiap
orangtua harus menyerah, mundur karena takut gagal menjadi orangtua yang baik
yang memenuhi standar yang ditentukan oleh Tuhan? Tentu tidak. Karena menyerah
dan takut untuk mengalami kegagalan bukanlah jalan terbaik bagi manusia yang
menyadari eksistensinya sebagai ciptaan Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan tahu betul
dan sangat peduli terhadap mereka yang menyadari tugas pokok dan tanggung
jawabnya sebagai orangtua. Itulah sebabnya, Tuhan tidak pernah memberikan beban
berat yang melebihi kekampuan atau kekuatan yang diberikan-Nya kepada setiap
orang. Artinya, setiap orang itu memiliki kemampuan dan kekuatan yang
berbeda-beda. Oleh sebab itu, lakukanlah segala hal yang mampu Anda lakukan,
yang mendatangkan kebaikan sesuai porsi yang Tuhan percayakan, dan selebihnya
Tuhanlah yang akan menyempurnakannya.
Satu hal yang harus diingat atau
ditanamkan oleh setiap orang dalam dirinya adalah, ujian itu bukan untuk
ditakuti melainkan untuk dihadapi dan dikerjakan. Karena hanya mereka yang
tidak siap ujian yang takut dengan ujian, sebaliknya mereka yang telah siap
akan menjalaninya dengan hati yang gembira dan bahagia. Sebab mereka tahu,
bahwa di balik ujian itu terdapat kebahagiaan yang sejati. Itulah anugerah
mulia yang Tuhan berikan kepada mereka yang selalu setia pada tugas dan
tanggung jawabnya. Karena setiap masalah yang dihadapi oleh setiap orang pasti
ada jalan keluarnya, tetapi tidak semua orang dapat melihatnya. Sebab mereka
cenderung melihat bahwa kegagalan yang ada di depan seolah-olah jauh lebih
besar dari pada kebahagiaan yang ada di balik ujian itu. Tuhan tidak pernah
menuntut setiap orang untuk sukses, melainkan supaya terus mencoba dan belajar.
Mencoba berarti tidak tunduk pada
ketakutan akan kegagalan atau takut untuk melakukan kesalahan, melainkan terus
belajar secara bertahap dari setiap kegagalan dan kesalahan yang pernah dilakukan.
Setahap demi setahap, setiap orang dituntun oleh Tuhan untuk menaiki anak
tangga kebahagiaan, bahkan di saat tergelincir pun Dia tetap setia memegang
tangan dan terus menuntun setiap orang untuk mencapai kebahagiaan yang sejati
bersama-Nya. Saya kira itulah yang menjadikan setiap orangtua lebih kuat,
teruji kemurnian kasih sayangnya dan lebih bijaksana dalam mengambil setiap keputusaan.
Tidak hanya sebatas itu, tetapi bersamaan dengan setiap ujian yang dihadapi oleh
para orangtua sebenarnya telah memberi nilai tambah atau lebih, yaitu betapa
bahagianya menjadi orangtua. Karena itu, jangan takut dengan ujian, melainkan
taklukanlah itu bersama penyertaan-Nya. Kerena Tuhan sanggup menjangkau
bagian-bagian yang tidak terjangkau oleh manusia, dan itulah bukti
kepedulian-Nya atas hidup setiap orang yang mengasihi Dia.
No comments:
Post a Comment