Tuesday, 1 May 2012

MENJADI ORANGTUA BUKANLAH HAL YANG MUDAH


Oleh: Sugiman

Sebelum kehadiran sang anak di dalam keluarga, tidak jarang orang berpikir, bahwa mereka akan sanggup melakukan banyak hal yang lebih baik bagi anak-anaknya. Dalam angan-angannya, mereka akan menjadi orangtua yang visioner dan yang bisa menjadi teladan bagi si anak. Bahkan pasangan yang belum dikaruniai anak atau bila orangtua harus berpisah dengan anak karena masalah tertentu, sehingga muncul perasaan dan pikiran akan melakukan segala tugas dan tanggung jawabnya lebih baik (yang terbaik) bila sang buah hati telah hadir.

Akan tetapi, kenyataan yang ada memperlihatkan, betapa banyak orangtua yang mengabaikan dan tengelam dalam mimpi, impian atau angan-angannya setelah kehadiran sang anak. Hal itu terjadi bukan karena orangtua tidak memahami dan mengerti berbagai teori parenting dan kasih sayang, melainkan karena mimpi, impian dan angan-angan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Pernyataan ini tidak bermaksud untuk meremehkan peranan orangtua, karena masih banyak orangtua yang terus berjuang, mencoba dan terus belajar untuk melakukan yang terbaik demi sebuah kebahagiaan bersama di dalam keluarganya.

Kegagalan yang diperlihatkan olah sebagian besar orangtua bukan karena mereka tidak mampu melakukannya, melainkan karena mereka takut untuk mencoba, tidak berani menanggung risiko kegagalan, tidak siap menjadi orangtua dan tidak siap untuk memberikan dirinya bagi anak-anaknya. Selain itu, kegagalan juga memperlihatkan betapa sulit dan beratnya mewujudkan impian, mimpi dan angan-angan yang ada. Karena pada dasarnya impian dan hayalan tidak bergantung sepenuhnya pada realita yang dihadapi oleh setiap orangtua. Tetapi, cara untuk memwujudkannya adalah tahap awal untuk mencapai realita yang membahagiakan.

Setiap orang yang akan menjadi orantua, berarti mereka telah siap atau menyiapkan diri untuk mengabdi pada anak-anak dan menyatakan impian yang masih samar-samar. Selanjutnya, menjadi orangtua juga berarti telah siap menjadi pendidik dan teladan bagi anak-anaknya, entah itu dalam perkataan maupun dalam hal perbuatan. Selanjutnya, menjadi orangtua juga adalah harus rela memberi diri atau menyerahkan dirin secara total bagi anak-anak, yaitu mulai dari waktu, perasaan, pikiran, dan materi. Dengan kata lain, hidup bukan untuk menghidup diri sendiri lagi, melainkan untuk bersama. Oleh sebab itu, tidak salah jika ada ungkapan bahwa laki-laki ataupun perempuan yang suka mereokok atau yang gemar dengan minum keras disebut sebagai orang yang egois. Mengapa? Karena hal itu hanya untuk dirinya sendiri dan bukan untuk kebersamaan di dalam keluarga.

Kehadiran anak di dalam keluarga adalah salah satu proses ujian yang sangat berat bagi para orangtua. Betapa tidak? Ketika si anak masih sesosok bayi, orangtua harus menyiapkan tenaga, perasaan, perhatian, dan waktu yang ekstra. Misalnya saat si kecil terbangun karena habis pipis dan mengganti pampersnya, apalagi saat tubuhnya tidak sehat, maka sudah pasti orangtua yang sadar akan tugas dan tanggung jawabnya merasa sangat kuatir padanya, jatah tidur atau istirahat pun terpotong (berkurang). Mata yang terasa berat pun harus dicelikan atau dibangunkan. Badan yang lemah karena enak-enaknya tidur harus dibangkitkan secara paksa. Itulah awal ujian bagi orangtua. Selanjutnya, ketika ia sudah batita, balita dan hingga dewasa, orangtua juga selalu ekstra perhatian padanya. Bahkan ada banyak cara atau metode yang diciptakan oleh para orangtua untuk mencurahkan perhatiannya kepada anak-anaknya.

Ujian orangtua akan menjadi semakin berat atau mencapai klimaks atau puncaknya adalah ketika si anak mengalami kesedihan, kekecewaan, merasa paling bersalah, dan saat ia mengalami kegagalan yang sulit diterimanya. Begitu pula saat si anak merasa senang, bahagia, menang dan sukses di masa dewasanya, tetapi melupakan orangtuanya. Itulah sebabnya, banyak dari orangtua yang terluka. Selanjutnya, meskipun tidak menerima perlakuan baik dari anak-anaknya, tetapi tetap saja mereka mengasihi anak-anaknya dengan sepenuh hati. Saya kira itulah ujian yang sangat berat bagi para orangtua yang sangat menyadari tugas dan tanggung jawabnya. Dengan kata lain, di situlah kesabaran, kesungguhan, belaskasihan, pengampunan dan kesetiaan orangtua diuji, yang menjadikan mereka lebih matang dan bijaksana dalam mengambil setiap keputusan. Bahkan tidak jarang orangtua rela mengorbankan dirinya hanya untuk kepentingan dan kebahagiaan anak-anaknya. Tetapi tidak semua orangtua demikian, karena ada yang cuek, masa bodoh dan tidak peduli dengan anak-anaknya. Mengapa? Karena mereka tidak tahu tugas dan tanggung jawabnya sebagai orangtua, atau karena mereka sengaja tidak mau melakukannya.

Tetapi bagi orangtua yang sadar akan keberadaannya, mereka akan terus menjalani ujian yang berat itu dengan tekun dan setia. Ujian itu akan terus dan selalu ada, baik saat si anak dekat maupun jauh dari jangkauan orangtua. Jika demikian, kapan itu akan berakhir? Sampai akhir hayat hidup dan maut menjemput. Selanjutnya, jika demikian apakah setiap orangtua harus menyerah, mundur karena takut gagal menjadi orangtua yang baik yang memenuhi standar yang ditentukan oleh Tuhan? Tentu tidak. Karena menyerah dan takut untuk mengalami kegagalan bukanlah jalan terbaik bagi manusia yang menyadari eksistensinya sebagai ciptaan Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan tahu betul dan sangat peduli terhadap mereka yang menyadari tugas pokok dan tanggung jawabnya sebagai orangtua. Itulah sebabnya, Tuhan tidak pernah memberikan beban berat yang melebihi kekampuan atau kekuatan yang diberikan-Nya kepada setiap orang. Artinya, setiap orang itu memiliki kemampuan dan kekuatan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, lakukanlah segala hal yang mampu Anda lakukan, yang mendatangkan kebaikan sesuai porsi yang Tuhan percayakan, dan selebihnya Tuhanlah yang akan menyempurnakannya.

Satu hal yang harus diingat atau ditanamkan oleh setiap orang dalam dirinya adalah, ujian itu bukan untuk ditakuti melainkan untuk dihadapi dan dikerjakan. Karena hanya mereka yang tidak siap ujian yang takut dengan ujian, sebaliknya mereka yang telah siap akan menjalaninya dengan hati yang gembira dan bahagia. Sebab mereka tahu, bahwa di balik ujian itu terdapat kebahagiaan yang sejati. Itulah anugerah mulia yang Tuhan berikan kepada mereka yang selalu setia pada tugas dan tanggung jawabnya. Karena setiap masalah yang dihadapi oleh setiap orang pasti ada jalan keluarnya, tetapi tidak semua orang dapat melihatnya. Sebab mereka cenderung melihat bahwa kegagalan yang ada di depan seolah-olah jauh lebih besar dari pada kebahagiaan yang ada di balik ujian itu. Tuhan tidak pernah menuntut setiap orang untuk sukses, melainkan supaya terus mencoba dan belajar.

Mencoba berarti tidak tunduk pada ketakutan akan kegagalan atau takut untuk melakukan kesalahan, melainkan terus belajar secara bertahap dari setiap kegagalan dan kesalahan yang pernah dilakukan. Setahap demi setahap, setiap orang dituntun oleh Tuhan untuk menaiki anak tangga kebahagiaan, bahkan di saat tergelincir pun Dia tetap setia memegang tangan dan terus menuntun setiap orang untuk mencapai kebahagiaan yang sejati bersama-Nya. Saya kira itulah yang menjadikan setiap orangtua lebih kuat, teruji kemurnian kasih sayangnya dan lebih bijaksana dalam mengambil setiap keputusaan. Tidak hanya sebatas itu, tetapi bersamaan dengan setiap ujian yang dihadapi oleh para orangtua sebenarnya telah memberi nilai tambah atau lebih, yaitu betapa bahagianya menjadi orangtua. Karena itu, jangan takut dengan ujian, melainkan taklukanlah itu bersama penyertaan-Nya. Kerena Tuhan sanggup menjangkau bagian-bagian yang tidak terjangkau oleh manusia, dan itulah bukti kepedulian-Nya atas hidup setiap orang yang mengasihi Dia.

No comments:

Post a Comment