Oleh: Sugiman
Hampir setiap orang, dan mungkin semua orang pernah merasakan yang
namanya kehilangan, khususnya sesuatu yang sangat Anda sayangi. Misalnya
kehilangan barang berharga, kehilangan seseorang yang sangat Anda kasihi dan
sayangi. Tetapi, mungkin ini tidak berlaku untuk orang-orang yang kehilangan
ingatan dan perasaan. Artinya, mungkin itu kekecualiaan dalam bahasan ini.
Kehilangan sesuatu atau barang atau benda yang sangat berharga menurut
ukuran masing-masing orang adalah bagaikan hilangnya separuh dari hidup ini.
Bahkan lebih menyakitkan lagi bila kehilangan seseorang yang sangat kita kasihi
dan sayangi. Maka tidak heran jika dunia ini terasa hampa, membosankan,
gersang, tandus, kering, tidak ada mata air kehidupan sedikitpun di sana.
Senyum dan tawa orang-orang yang bahagia di luar sana seolah-olah mengejek,
mentertawakan, dan bersukacita, bersenang-senang atau bahagia di atas
penderitaan yang kita alami.
Tanpa permisi, tanpa mengetuk pintu, tanpa memberi salam terlebih dahulu
dan tanpa diundang situasi dan kondisi yang tidak diinginkan itu datang secara
tiba-tiba. Dalam sekejap mata dan seketika itu juga ia merampas secara paksa
kebahagiaan, sukacita, pengharapan dan bagian hidup yang sangat berharga
menurut ukuran masing-masing orang. Dengan ganas ia menancapkan pisau dan
menorehkan luka yang sangat mendalam dalam kehidupan setiap orang yang malang.
Siapa yang menyangka bencana tsunami akan meratakan dan menyapu Aceh,
Nias, Mentawai dan Jepang dengan kejam? Siapa yang menyangka banyir bandang
Wasior akan menelan banyak korban jiwa? Banyak anak-anak yang kehilangan
sanak-saudara kandung dan orangtuanya. Siapa yang menyangka seorang anak kecil
harus hidup berjuang sebatang kara hingga dewasa melawan arus dunia ini setelah
kedua orangtua dan saudara-saudaranya meninggal dunia karena kapal laut yang
ditumpanginya tengelam akibat diterba badai dan gelombang raksasa di lautan
lepas? Bahkan siapa yang menyangka pesawat superjet SUKOI buatan Rusia itu akan
jatuh di gunung Salak setelah menabrak gunung? Dan masih banyak lagi peristiwa
tragis dan menyedihkan yang telah dialami, atau sedang dialami dan bahkan akan terus
dialami di masa yang akan datang dan tak terduga.
Semua pertanyaan di atas telah membuktikan eksistensi dari sebuah
penderitaan, kejahatan dan bahkan kematian yang tak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Semuanya itu telah menjadi bagian yang mau tidak mau, suka atau tidak
suka, ikhlas atau tidak ikhalas harus dialami oleh sebagian besar manusia,
kecuali kematian adalah milik semua orang. Dengan kata lain, tidak semua orang
pasti mengalami nasib buruk dan kematian tragis seperti yang disebutkan di
atas, tetapi kematian pasti dialami oleh setiap orang. Itulah konsekuensi
kehidupan yang tak dapat dihindari, yaitu kematian.
Saya membayangkan, bahwa setiap orang tak ubahnya dengan orang-orang
yang akan bepergian yang sedang duduk diruang tunggu, membeli tiket dan
menunggu waktu keberangkatan. Entah itu diruang tunggu diterminal Bus Way,
stasiun Kereta Api atau di Bandar Udara. Ada yang belum siap dan ada juga yang
sudah siap. Mungkin begitulah nasib semua orang di dunia ini.
Perjalanan hidup manusia seperti orang yang sedang bepergian ke luar
negeri atau ke suatu tempat yang sangat jauh dari tempat asalnya. Dengan kata
lain, dunia ini bukan tempat asal atau negeri asal umat manusia. Tetapi dunia ini
adalah tempat persingahan sementara di mana manusia harus merantau, mencari
nafkah, mengumpulkan harta sebanyak mungkin, entah itu harta yang sifatnya
kontemporel/ sementara (uang, emas, dan harta benda lainnya) maupun yang
sifatnya kekal/ abadi, yaitu ibadah, kesucian hidup, kebaikan, cinta, nurani,
ketulusan atau keikhlasan yang telah Tuhan berikan dari sejak semula kepada
setiap orang.
Tak terkecuali, setiap orang telah mendapatkan kesempatan yang sama dari
Tuhan untuk mengembangkan dan menggunakan kesempatan yang dianugerahkan-Nya
sebaik mungkin. Setiap orang diberikan jatah kehidupan yang dirahasiakan dari
dirinya oleh Tuhan. Itulah sebabnya tidak seorangpun yang tahu seberapa lama ia
akan hidup di dunia dan seberapa cepat ia akan pergi meninggalkan dunia ini,
yang pasti ia telah diberikan kesempatan untuk sebuah tujuan mulia, agung dan
abadi. Namun tidak semua orang menggunakan atau memanfaatkan kesempatan mulia yang
telah dianugerahkan Tuhan kepadanya.
Meskipun demikian, tidak jarang Tuhan memberikan kesempatan kedua,
ketiga, keempat dan seterusnya kepada sebagian orang. Misalnya, ada orang yang
selamat dari bencana tanah longsor, selamat dari letusan gunung berapi, selamat
dari ganasnya tsunami, dari kecelakaan pesawat, dari kecelakaan bus angkutan
umum, dari kecelakaan kapal laut, dari terkaman ikan Hiu dan sebagainya. Banyak
dari mereka yang selamat dan mendapatkan kesempatan kedua itu. Itulah sebabnya,
tidak sedikit juga dari mereka yang menunjukan perubahan hidup secara drastis ke
arah yang lebih baik dari hidupnya yang lama. Meskipun tidak semua dari mereka
yang mendapat kesempatan kedua itu menyadarinya sebagai kesempatan kedua.
Ada banyak kejadian yang mengacu kepada kesempatan kedua, yang dialami
oleh banyak orang untuk kita pelajari demi sebuah kehidupan yang berarti dan
bermakna. Dari sekian banyak kesempatan kedua yang diberikan itu sebenarnya
telah menjadi aba-aba atau rambu-rambu yang harus dimaknai secara pribadi dalam
hubungan antara manusia dengan Sang Khalik. Dengan kata lain, dunia yang adalah
tempat kehidupan sementara ini suatu saat pasti ditinggalkan, yaitu di mana
setiap orang akan kembali ke asal dan penciptanya. Secara bergilir mereka pasti
dipanggil menurut nama dan identitasnya yang tercantum di dalam buku kehidupan.
Ketika manusia dipanggil oleh-Nya sesuai dengan nama dan identitas yang
tercatat dalam buku kehidupan, maka siap atau tidak, dan mau tidak mau mereka
harus datang untuk kembali ke tampat dari mana ia berasal. Di sana ia akan
memulai kehidupan yang baru, yaitu di bawah otoritas dan pimpinan-Nya. Dan
tidak seorang pun yang tahu apakah ia akan menerima kebahagiaan yang sama
seperti waktu ia masih hidup di dunia atau mendapatkan penderitaan yang sama,
atau lebih seperti waktu ia masih hidup di dunia. Karena semuanya itu sangat
bergantung pada anugerah dan belaskasihan-Nya. Itulah salah satu misteri
kehidupan yang tak akan pernah terjangkau oleh kemampuan otak manusia. Kita
hanya bisa merunduk dan berserah sepenuhnya di hadapan-Nya, serta tetap setia
mengerjakan semua tugas dan tanggung jawab atau pekerjaan yang dipercayakan-Nya
kepada kita.
Tuhan ajarlah kami menghitung hari-hari hidup ini dan tetap mengerjakan
tugas yang Engkau percayakan. Dengan demikian kami menggunakan kesempatan hidup
kami untuk hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi diri sendiri dan sesama.
Supaya hidup ini tidak menjadi sia-sia dan hampa, melainkan terus menghasilkan
berbuah yang baik dan tetap memberikan makna dan arti yang bisa dirasakan dan
dinikmati oleh semua orang.
No comments:
Post a Comment