Oleh: Sugiman
A.
Yesus: Etika Yang Eskhatologis
Dalam pemberitaan-Nya, Yesus mengajarkan tentang Kerajaan Allah yang
dinamis, dan terlebih terlihat dalam hidup dan karya-Nya. Kasih menjadi
penekanan Yesus yang utama pemberitaan-Nya. Kasih tidak bergantung pada suasana
hati, tetapi membuka diri terhadap orang lain dan menjadikan sesama sebagai
subjek, bukan sebagai objek. Ini tidak berarti mengabaikan hukum-hukum yang
lainnya, tetapi justru untuk melindungi hukum kasih itu sendiri. Pemberitaan
Yesus tentang yang asasi dengan tuntutan-tuntutan yang radikal tidak hanya
bersifat perorangan, tetapi juga mempunyai dimensi-dimensi sosial etis dan
bukan etika perorangan.
B.
Asal-Mula Etika Kristen Dalam Jemaat Purba
Peristiwa penyaliban dan kebangkitan Kristus di jadikan sebagai titik
permulaan Kerajaan eskhatologis dan permulaan hidup baru, dan bahkan dijadikan
sebagai dasar segala etika yang terwujud dalam jemaat Kristen purba, yang
mencakup sikap dan perbuatan ditandai oleh sikap kewaspadaan, dan pengambilan
keputusan etis sesuai dengan maksud dan kehendak Yesus. Selanjutnya, hukum
Taurat juga merupakan sumber etika Kristen yang lebih jernih dalam menafsirkan
perkataan Yesus yang kurang jelas, maka keabsahan hukum Taurat tetap
dipertahankan, sampai pada seluk-beluknya yang paling kecil. Yang terakhir
adalah etika Kristen diambil alih dari norma-norma non-Yahudi diambil alih oleh
orang-orang Yahudi tinggal diaspora, di luar Palestina dan kemudian diberi
makna baru untuk diterapkan sebagai media pemberitaan Injil dan pengajaran
etika Kristen non-Kristen.
C.
Aspek-Aspek Etika Dari Injil-Injil Sinoptis
Perkataan dan perbuatan Yesus merupakan pangkal titik tolak bagi jemaat
Kristen untuk hidup di dunia. Panggilan menjadi murid Yesus adalah sebuah
tuntutan untuk mengambil bagian dalam kebangkitan dan kemuliaan-Nya ketika Dia
datang kembali; serta mengambil bagian dalam perbuatan dan pemberitaan Yesus.
Oleh sebab itu, kemunafikan seperti yang dilakukan oleh orang-orang Farisi
harus dibuang, kemudian digantikan dengan kebenaran yang sesungguhnya, yang
sesuai dengan Kerajaan Allah.
D.
Paulus: Etika Yang Eskhatologis
Asas-asas etika Paulus adalah kebenaran yang berkaitan erat dengan
tuntutan-tuntutan Allah yang mutlak. Kristologi
dijadikan dasar keselamatan dan kebenaran yang dinyatakan kepada dunia dengan
bantuan Roh Kudus. Orang Kristen dituntut untuk melakukan perbuatan baik
sebagai prinsip hidup dan tanggung jawabnya dalam menantikan kedatangan Kristus
kembali yang akan membawa, dan menarik
orang-orang-Nya ke dalam persekutuan-Nya. Gaya
dan struktur hidup baru harus benar-benar konkret dan utuh untuk melayani
Kristus sebagai mana kehidupan rasuli
dalam situasi serta kondisi yang serba aneka.
Kasih karunia Allah yang dinyatakan di dalam Kristus Yesus dipahami sebagai
unsur-unsur yang menentukan etika paulus.
Karya keselamatan di dalam Yesus dijadikan sebagai satu-satunya dasar atau
patokan bagi kehidupan dan tingkah-laku orang Kristen terutama dalam hal
mengasihi sesama manusia, yang mencakup kehidupan perseorangan, kesetiaan suami dan isteri dalam pernikahan. Terlebih
dalam hal kerja, milik, perbudakan dan ketaatan orang Kristen
terhadap pemerintah dan penguasa yang
berlaku sesuai dengan ketetapan Allah.
E.
Etika Para Penerus Paulus
Penulis surat Kolose dan surat Efesus sangat menekankan hidup baru. Hidup baru berarti
meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi, atau melakukan
kehidupan bijaksana, terhormat, kasih, adil dan beribadah. Dalam kehidupan rumah tangga, seorang isteri
harus mengasihi suami dan anak-anaknya, demikian sebaliknya. Surat pertama
Petrus juga memperlihatkan tentang kehidupan Kristen untuk hidup secara
bertanggung jawab atas kehidupannya sebagai manusia yang telah ditebus Kristus
melalui kematian-Nya di kayu salib. Oleh sebab itu, baptisan harus diterima
para pengikut Kristus, untuk memberikan keberanian, kekuatan dan penghiburan
dalam segala aspek kehidupan bersama Kristus. Dengan perkataan lain, orang
Kristen harus mengikuti jejak-jejak Yesus: pengajaran-Nya,
perkataan-Nya dan perbuatan atau
karya-Nya.
Penderitaan Yesus menjadi titik tolak awal untuk kesaksian hidup orang
Kristen. Sehingga, melalui kesaksian hidupnya orang kafir pun diyakinkan bahwa
mereka harus memuliakan Allah. Dalam jemaat, kasih persaudaraan harus
sungguh-sungguh menjadi ciri kehidupan orang Kristen dalam situasi dunia yang
penuh kejahatan. Dengan demikian, tidak ada yang dipandang tinggi dan rendah,
terutama dalam kedudukan pria dan wanita. Wanita dan pria adalah setaraf, sebab
keduanya bersama-sama diciptakan sebagai manusia, dan dipanggil untuk
menyaksikan tentang Injil melalui kelakuan mereka. Dalam hal perbudakan juga dianjurkan sikap tunduk
terhadap tuannya yang baik, maupun yang bengis atau jahat. Dan terhadap para
penguasa, orang Kristen harus bersikap sebagai orang yang merdeka di dalam
Kristus, bukan ketaatan yang membabi buta. Pemerintah tidak perlu ditakuti,
karena hanya Allah yang berkuasa, tetapi pemerintah hanya berhak untuk
dihormati sama seperti makhluk yang lainnya.
F.
Etika Peziarah Dalam Surat Ibrani
Pertama-tama Yesus adalah Anak Allah, yang ditinggikan melebihi
malaikat-malaikan, dan sebagai Imam Agung yang ditunjuk oleh Allah menutut
peraturan Melkisedek. Dan serentak dengan itu, Yesus juga dikenal sebagai orang
yang menderita sama seperti manusia. Penghiburan dan solidaritas Kristus dengan
manusia baru, sungguh-sungguh meyakinkan, bahwa di dalam kemuliaan Kristus,
manusia menemukan belas kasihan Allah dan kasih sayang Imam Agung yang kekal.
Demikian juga dengan eskhatologis yang memegang peranan penting, yang menyimpan
sebuah pengharapan pasti dan kekal bagi orang percaya.
Kedatangan Kristus kembali yang sangat dinantikan itu berisikan keselamatan
dan pembebasan bagi orang percaya. Maka, sebagai kaum musafir, keberadaan orang
Kristen diajak untuk bertekun dan rela menanggung sengsara. Orang Kristen
tidaklah berziarah seorang diri saja, melainkan, sebagai anggota umat Allah
yang berjalan bersama-sama dengan semua orang percaya menuju hidup yang kekal.
Oleh sebab itu, rasa solidaritas seorang dengan yang lain sangat dipentingkan
dan ditegaskan supaya tidak ada yang ketinggalan untuk menjadi umat Allah.
Artinya, peziarah-peziarah harus saling menasihati “seorang akan yang lain”.
G.
Nasihat-Nasihat Dalam Surat Yakobus
Bagi penulis surat Yakobus, Iman dan perbuatan merupakan dua hal yang tidak
bisa dipisahkan, karena tanpa perbuatan iman menjadi tidak berguna. Namun tidak
berarti perbuatan lebih penting dari iman, melainkan iman yang tidak nyata
dalam kehidupan sehari-hari adalah iman yang mati atau tidak ada gunanya. Oleh
sebab itu, kehidupan Kristen konkret atau nyata dalam perbuatan. Kasih kepada
sesama manusia merupakan tuntutan-tuntutan etis yang membebaskan manusia.
Mengunjungi anak yatim piatu dan janda-janda yang berada dalam kesusahan
merupakan bukti dari ibadah Kristen yang sejati. Ibadah yang murni hanya
menjadi nyata dalam kehidupan bermasyarakat dan melibatkan diri dengan mereka
yang menderita kesusahan. Dengan demikian jelaslah, bahwa dalam kehidupan orang Kristen, perbuatan-perbuatan tidak boleh
dipisahkan dari perkataan-perkataan, sebab keduanya adalah seperti dua sisi
dari satu mata uang; perkatan yang tidak disertai perbuatan adalah “omong
kosong”. Orang yang menderita tidak membutuhkan kata-kata manis, melainkan
bantuan yang konkret dalam bentuk material.
H.
Surat-Surat dan Injil Yohanes
Kristologi adalah dasar etika Injil Yohanes. Bagi penulis Injil Yohanes
Kristus adalah Juruselamat, Roti
kehidupan, Pokok Anggur yang Benar, Terang dunia, Sumber kehidupan, Kebenaran
sejati, Jalan kebenaran dan hidup
yang kekal. Pada pihak lain, Yesus juga digambarkan sebagai manusia yang
merendahkan diri melalui pembasuhan kaki para murid-Nya. Dari ungkapan Yesus,
yang mengatakan diri-Nya adalah Pokok Anggur yang benar adalah memperlihatkan
bahwa hanya hidup dalam persekutuan dengan-Nyalah manusia bisa menghasilkan
buah atau perbuatan baik, dan hidup bersekutu dengan Allah.
Mereka yang hidup di luar persekutuan-Nya adalah sama seperti
ranting-ranting yang layu dan mati. Orang Kristen dituntut supaya saling
mengasihi satu dengan yang lainnya, karena Kristus yang terlebih dahulu
mengasihi manusia melalui kematian-Nya di kayu salib. Dan hanya sebagai orang
yang dikasihi Yesus, murid-murid mampu mengasihi sesamanya manusia. Oleh sebab
itu, percaya kepada Yesus, mengasihi Dia, mendengarkan suara-Nya, tetap tinggal
di dalam Dia, datang kepada-Nya, melayani dan mengikut-Nya merupakan penekanan
penting Injil Yohanes. Percaya berarti sama dengan mendengarkan suara Yesus dan
menuruti perintah-perintah-Nya. Ungkapan jangan mengasihi dunia memperlihatkan
bahwa hanya Allah-lah yang menjadi sumber kehidupan manusia. Maka, saling
mengasihi seperti Kristus mengasihi umat-Nya adalah kewajiban utama dan nilai
tertinggi bagi orang Kristen.
I.
Panggilan Untuk Bertobat Kembali Di Wahyu
Yohanes
Penulisan Wahyu Yohanes berhadapan dengan keadaan jemaat Kristen yang
menghadapi penganiayaan di bawah penganiayan Kaisar Domitianus. Kaisar
menganggap dirinya sebagai allah (antikkrist) yang harus disembah. Dalam situasi
demikian jemaat Kristen dituntut untuk mengambil sikap atau keputusan, yaitu
apakah harus menyembah Kaisar atau tetap setia pada Kristus. Maka panggilan
pertobatan yang dimaksud Wahyu Yohanes adalah penghiburan bagi jemaat supaya
tetap setia pada Kristus.
Di dalam Kristus ada pengharapan yang tidak hanya diarahkan kepada masa
depan, tetapi sudah nyata dalam kehidupan jemaat kini dan di sini. Maka yang
berbahagia adalah mereka yang tetap setia pada Kristus, karena hanya di dalam
Yesus-lah mereka memperoleh diselamatkan. Oleh sebab itu, jemaat Kristen
dituntut untuk tetap mengerjakan pekerjaan Kristus, dan meninggalkan
perbuatan-perbuatan jahat atau cara hidup yang lama. Berkaitan dengan ajakan
untuk bertobat, jemaat dituntut supaya bersikap tabah dan tegas dalam mengambil
keputusan yang sesuai dengan kehendak Allah. Maka, yang lebih penting di sini
adalah ketabahan dan iman di dalam Kristus Yesus.
Tanggapan Kritis
1.
Kekuatan
Buku ini menguraikan dengan sangat baik mengenai sikap atau
keputusan-keputusan yang harus diambil oleh orang Kristen untuk menjalani
kehidupan di dalam dunia yang penuh dengan dilematis. Maka, kehidupan,
pengajaran dan karya Yesus menjadi titik tolak yang utama bagi orang Kristen
dalam menjalani kehidupannya. Dalam kehidupan Yesus, kasih adalah dasar dari
semua tindakan atau perbuatan-perbuatan-Nya. Artinya, tidak ada satupun
tindakan-Nya yang terlepas dari kasih. Maka, sebagai pengikut Kristus yang
setia, terlebih bagi orang Kristen, juga dituntut untuk menerapkan kasih
sebagai mana yang diterapkan Yesus untuk semua orang. Sehingga dengan demikian,
orang yang belum percaya atau tidak percaya sekalipun bisa mengambil bagian
untuk memuliakan Allah. Sedangkan kehidupan komunitas orang Kristen, kasih
persaudaraan sangat ditekankan.
Kasih persaudaraan adalah kasih yang bersifat timbal balik (saling
mengasihi). Selanjutnya, pengajaran Yesus dijadikan dasar untuk pengajaran
orang Kristen dan non-Kristen. Kerajaan Allah merupakan inti dari pengajaran
Yesus yang harus diikuti oleh para murid hingga kepada orang Kristen saat ini.
Selain hidup dan pengajaran Yesus, karya Yesus juga menemapti tempat yang
sangat sentral dan penting. Dalam karya-Nya memperlihatkan bahwa Dia adalah
Raja dan satu-satunya Juruselamat dunia. Kematian-Nya di kayu salib dan
kebangkitan-Nya menjadi klimaks dari semua karya-Nya. Jadi, ketiga hal itu,
yaitu hidup-Nya, pengajaran-Nya dan karya-Nya erat kaitannya dengan kehidupan
para murid saat itu hingga ke para murid-Nya saat ini dan para murid-Nya yang
akan datang.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa orang Kristen harus menjadi murid
Kristus. Karena seseorang atau sekelompok orang disebut sebagai murid Kristus,
ia tidak hanya menjadi pendengar, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu menjadi
pelaku Firman, yang berintikan hidup, pengajaran dan karya Yesus. Dari semuanya
itu dihubungkan oleh “Kasih Allah” yang dinyatakan di dalam Kristus Yesus di
atas kayu salib sebagai tebusan atas semua dosa umat manusia. Dengan demikian,
orang Kristen sebagai pengikut Yesus dibebaskan belenggu dosa, tetapi serentak
dengan kebebasan yang diberikan Allah kepada manusia melalui kematian Yesus,
orang Kristen juga dituntut Allah secara mutlak untuk bertanggung jawab atas
kehidupannya secara pribadi. Baik perkataan, perbuatan maupun tingkah laku dalam
mengambil keputusan dalam situasi apapun. Jadi jelaslah, bahwa dengan adanya
kebebasan, maka juga ada tanggung jawab. Karena kebebasan tidak bisa dilepaskan
dari tanggung jawab etis kepada Allah.
2.
Kelemahan
Di samping kekuatan, tentu ada kelemahan juga.
Maka harus diakui tidak seorang pun yang luput dari kelemahannya sebagai
ciptaan Tuhan. Adanya kelemahan bukan berarti untuk mencari-cari kesalahan atau
kelemahan dengan tujuan menjatuhkan, melainkan untuk saling mengisi dan
melengkapi terhadap kekurangan dan kelemahan yang ada.
Adapun kelemahan dari buku ini:
a.
Pada
bahasan bab 2 mengenai Yesus: etika yang eskatologis, khususnya mengenai hukum
Taurat dan Yesus. Penulis tidak memperlihatkan hubungan Yesus dan hukum Taurat
secara jelas. Karena bagai mana pun hidup, pengajaran dan karya Yesus tidak
bisa terlepas dari pengajaran hukum Taurat. Artinya, apa yang telah diajarkan
Yesus sebenarnya bukanlah suatu kebenaran yang baru, melainkan kebenaran yang
telah ada dalam hukum Taurat. Hanya penerapannya yang berbeda, yaitu Yesus
menerapkan inti dari kebenaran hukum Taurat secara benar, dengan makna
kontekstual pada masa-Nya hidup. Berbeda dengan apa yang diperlihatkan oleh
para pemimpin agama Yahudi dan ahli-ahli Taurat yang hanya menuntut.
b.
Kemudian
pada bab 4, mengenai aspek-aspek etika dari Injil sinoptis, penulis tidak
memperlihatkan alasan-alasan mengapa Markus menekankan panggilan menjadi murid,
Matius menekankan kebenaran yang lebih benar dan Lukas menekankan memelihara
dan menghormati sesama. Dengan kata lain, ketika sumber berbeda itu tidak bisa
dilepaskan dari konteks saat teks itu ditulis.
c.
Kemudian
pada bab 6, saya kira penulis tidak konsisten mengatakan mengenai “etika
penerus Paulus”, sementara dalam pembahasan surat Kolose, surat Efesus dan
surat pertama Petrus, penulis mengatakan perbedaan yang mencolok dengan etika
Paulus dalam surat-surat-Nya. Artinya, dengan adanya perbedaan yang menonjol,
maka belum tentu penulis surat Kolose, Efesus dan surat pertama Petrus
meneruskan etika Paulus. Kemudian penulis buku ini juga tidak memperlihatkan
bukti-bukti yang kuat selain bukti kesejajaran yang diperlihatkan antara
surat-surat Paulus dengan surat Kolose, Efesus, surat-surat Pastoral dan surat
pertama Petrus.
No comments:
Post a Comment