Oleh: Achmad Siddik
Seorang pria melintas di sebuah taman. Taman itu dihiasi
dengan air mancur yang pada bagian tengahnya. Disekeliling air mancar terlihat
bunga Iris merah muda yang sedang mekar.
Tiap hari dia melewati taman itu sebelum sampai di tempat
kerjanya. Tempat kerja pria profesional muda ini adalah sebuah gedung pencakar
langit. Rutinitas dan target kerja yang ketat membuat keindahan taman itu tak
terlihat olehnya.
Pagi
itu, seperti ada sesuatu yang membuatnya ingin berhenti sejenak, ia melihat
seorang Ibu bersama anak kecil berumur sekitar 4 tahun berjalan bergegas. Sang
Ibu menuntun putrinya dengan langkah cepat. Sementara sang anak tergopoh-gopoh
mengiringi ibunya. Tiba-tiba sang anak menarik-narik tangan ibunya.
”Sebentar, Ma, berhenti dulu. Lihat Ma, ada pelangi di
belakang air mancur.”
”Ayo, Adik, kita bisa ketinggalan bus, kalau tidak segera
sampai halte sekarang.” sang ibu mencoba menolak tarikan tangan anaknya. Sang
ibu kemudian menatap wajah memelas anaknya. Sang ibu merasa kasihan.
Pria itu berhenti dan terdiam. Ia ingin memperhatikan apa yang
akan terjadi selanjutnya. Ia menduga sang ibu pasti akan menuntun anaknya
menuju halte bus. Pria itu melangkah mendekat ke tempat Ibu dan putrinya
berdiri. ”Baiklah Adik, nanti juga ada bus lain.” Sang ibu membalas
permintaan anaknya.
Dugaan Pria itu salah. Ibu dan anak itu berjalan menuju air
mancur di tengah taman itu. Pria itu pun mengikuti dari belakang dan ingin
mengetahui kejadian berikutnya.
Sesampainya di air mancur yang dikelilingi bunga Iris, sang
ibu berlutut sambil memeluk putrinya. Kecerian terbit dari wajah mereka karena
bisa bersama-sama menikmati keindahan pelangi dan bunga Iris.
Sementara pria yang sejak tadi mengamati kejadian itu
tertegun. Tak ada kata yang bisa terucap dari mulutnya. Taman itu kini laksana
surga yang terhampar begitu indah di hadapannya. Pelangi dibalik percikan air
mancur terlihat seperti lukisan indah di kanvas biru. Bunga Iris berwarna merah
muda nampak seperti gadis cantik memakai mahkota indah.
Dia merasa malu terhadap dirinya. Sebelum hari ini, taman
indah ini laksana benda mati tanpa makna. Air mancur yang mengalir bening dia
anggap suara air yang berisik. Bunga Iris yang demikian indah seolah hanyalah
warna alam tanpa rasa. Kesibukan telah membuatnya mati rasa. Seolah tak ada waktu untuk menikmati keindahan dari yang dilewatinya.
Pria itu mendapat pelajaran berharga dari ibu dan putrinya
tadi. Ia sudah bekerja sangat keras sepanjang tahun tanpa cuti. Ia tak
merasakan kehangatan dalam keluarganya. Hampir-hampir tak ada kata ”Sebentar”
dalam hidupnya. Dia kini bertekad untuk tak melewatkan setiap pelangi yang
terlukis di langit, menikmati keindahan bunga Iris di taman dan semua karunia
yang diberikan-Nya.
Terkadang kita bergerak demikian cepat dalam menggapai
cita-citah kita. Sayangnya, gerakan cepat itu hanya dilakukan oleh tubuh kita,
tidak bersama jiwa kita. Kita meninggalkan tubuh kita melesat mendahului jiwa
kita. Akhirnya tubuh ini berjalan tanpa jiwa. Tubuh yang kehilangan jiwa tidak
mampu menangkap keindahan karunia-Nya, tidak peka dengan nikmat yang ada di
depan matanya dan sulit menangkap isyarat kebaikan dari alam sekitarnya.
Tidak perlu merasa bersalah untuk berhenti sejenak dan
berpikir. Waktu yang rileks dan tenang akan berguna untuk melihat segala
sesuatu menjadi lebih proporsional. Jangan tinggalkan jiwa kita, jangan matikan
rasa kita dan berbagilah pelangi untuk orang-orang yang kita cintai.
Sumber :
No comments:
Post a Comment