Thursday, 23 February 2012

JANGANLAH KIRANYA KASIH DAN SETIA MENINGGALKAN ENGKAU!


Oleh: Sugiman

Di tengah maraknya berbagai kasus yang terjadi di negara Indonesia saat ini (abad ke-21), mengoreskan luka yang mendalam bagi mereka masih memihak pada suara hati nurani. Dunia seolah-olah dipenuhi dua kelompok manusia yang sedang pedagang, masing-masing mereka menjajakan jualannya. Semangat dagang mereka tidak berbeda satu sama lain. Mereka sama-sama tidak perduli, mau hujan ribut, maupun badai yang ganas sekalipun tidak menjadi penghalang (tidak dihiraukan), yang penting jualannya laku terjual kepada para pembeli. Persaingan di antara kedua kelompok pedagan itu pun tidak terhindarkan, karena memang itulah resiko menjadi seorang pedagang.

Apakah ada beda keduanya? Oh tentu ada dong. Bahkan perbedaan itu secara gamblang diperlihatkan oleh masing-masing kelompok pedagang. Terserah, Anda mau percaya atau tidak, bahwa fakta atau realita (kenyataan sesungguhnya) di lapangan memperlihatkan, dagangan yang paling laku atau laris terjual adalah kekuasaan, kekuatan, kekerasan, intimidasi, diskriminasi, kebohongan, korupsi, ketidakadilan, penindasan, penolakan dst. Kalau Anda punya kekuasaan, kekuatan, apalagi kemampuan untuk melakukan semuanya, Anda pasti didengar, diperhatikan, dihormati, dan kehendak Anda dilakukan. Bahkan kehadiran Anda pun dinanti-nantikan, di bayar lagi. Enak kan? Oh enak dong. Perhatikan saja para politikus yang ada di Indonesia! Katanya sih mereka itu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tetapi nyatanya, mereka anggota Dewan Penindas, Pemeras, Pemaksa, Pecundang, Pencuri, Perampok, Pembohong, Pemalas, Penodong, Penipu, dan bahkan Pembunuh Rakyat. Jadi singkatannya apa dong? Singkatannya adalah D11P1R. Kok bisa? Kan P nya ada 11 dan bahkan bisa nambah lagi, sedangkan R nya tetap satu. Tidak peduli sumpah-serapah dari orang-orang yang tertindas, teraniaya, menderita, yang penting enak, yaitu dibayar, masuk tv, masuk koran / populer, diperbincangkan di mana-mana. Mulai dari kantor Presiden hingga ke kebun karet dan bahkan hingga ke liang kubur.

Coba bandingkan dengan pedagang yang satunya! Mereka tertindans/ teraniaya, miskin, terabaikan, tidak memiliki tempat tinggal, dan bahkan melarat. Terus bagaimana caranya mereka dapat uang? Mereka harus membanting tulang dulu, mencangkul sawah, menjadi buruh kasar, menjadi pedagang kakilima, mendorong gerobak untuk mengumpulkan barang-barang bekas, sampah, dan barang-barang yang bisa dijual lainnya. Mereka mempertaruhkan hidupnya di jalanan-jalan, mengadu nasib tinggal di ibukota. Bahkan tidak jarang mereka merasakan kejamnya ibukota yang melebihi ibu tiri. Ketika terjadi kecelakaan, jarang ada orang yang mau menolong. Banyak alasan yang membuat mereka tidak mau menolong. Misalnya takut dijadikan saksi oleh polisi, takut dijadikan tersangka, apalagi kalau korban sudah meninggal. Selanjutnya, mereka tidak ada waktu untuk menolong karena kesibukan masing-masing. Bahkan, kadang-kadang dalam satu kompleks perumahan pun tidak saling kenal, karena masing-masing sibuk dengan dirinya.

Berbeda jauh dengan suasana dan keadaan saat saya masih di kampung, meskipun jarank antara kampung yang satu dengan yang lainnya jauh, tetapi masih saling kenal dan bisa akrab. Ketika terjadi kecelakaan atau salah seorang meninggal di kampung tertentu, beritanya begitu cepat tersebar dari mulut ke mulut. Ya itu kan karena sudah ada handphone (HP)! Siapa bilang ada handphone (HP). Berita atau pesan itu disampaikan langsung dari orang-orang yang rela berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lain. Tetapi sekarang sudah enak, karena hampir masing-masing keluarga punya sepeda motor.

Lalu bagaimana kaitannya dengan tema di atas? Saya melihat, bahwa kekejaman, kejahatan, ketidakadilan, termasuk 11P yang disebutkan di atas (Penindas, Pemeras, Pemaksa, Pecundang, Pencuri, Perampok, Pembohong, Pemalas, Penodong, Penipu, dan bahkan Pembunuh) terjadi karena tidak ada kasih dan setia. Penulis Amsal mengatakan bahwa mereka telah ditinggalkan oleh kasih dan setia. Emang harus setia pada siapa? Ya, tentu setia pada Sang Pencipta. Itulah inti perkataan orang bijak (berhikmat) dalam Amsal 3:1-10. Tapi kok penulis Amsal 3:1 mengatakan: “Hai anakku, janganlah engkau melupakan ajaranku, dan biarlah hatimu memelihara perintahku”? Memangnya dia Tuhan (Sang Pencipta)? Penulis Amsal menjawab demikian: “Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian” Amsal 9:10.

Membiarkan kasih dan setia meninggalkan kita adalah sama maknanya membiarkan Tuhan meninggalkan kita. Implikasinya sangat berat. Mengapa? Sebab kasih dan setia yang sejati itu harus dibuktikan melalui situasi ketika kecenderunmgan untuk tidak mengasihi dan tidak setia itu, jauh lebih besar dari pada dorongan untuk mengasihi dan setia. Bentuk kasih yang ditawarkan macam-macam. Paling tidak ada tiga macam jenis kasih yang sering kita saksikan di dalam dunia ciptaan-Nya, sekalipun kita jarang dan bahkan tidak pernah menyadarinya. Kasih yang pertama adalah “kasih karena”. Kita mengasihi seseorang karena dia memang layak atau pantas untuk dikasihi. Kasih yang kedua adalah “kasih supaya”, kita mengasihi seseorang supaya kita juga dikasihi sebagaimana yang telah kita berikan. Ketika adalah “kasih walaupun”, yaitu kita mengasihi seseorang walaupun yang bersangkutan memiliki banyak kekurangan, tidak pantas atau tidak layak untuk dikasihi. Kasih yang ketiga itulah yang Tuhan tawarkan kepada kita. Walaupun kita sering disakiti, dikhianati, dan ditinggalkan oleh orang-orang yang kita kasihi, tetapi yakinlah Tuhan tidak pernah meninggalkan kita seorang diri. Karena Dia sangat peduli dan setia kepada orang-orang yang tetap setia mengasihi-Nya. 

No comments:

Post a Comment