Oleh: Sugiman
Tuhan yang mahakasih, mahakuasa, mahaadil, mahabaik, dan maha di atas
segalanya. Tetapi mengapa semuanya itu harus dibenarkan di hadapan manusia? Bahkan
telah disepakati oleh tradisi filsafat dengan agama-agama teistik. Manusia
melihat, bahwa Tuhan yang maha di atas segalanya itu menjadi jaminan atas
hidupnya. Sehingga apapun yang dilakukan dan yang akan dialaminya tidak
terluput dari pengamatan mata Sang Maha. Tetapi realita memperlihatkan sesuatu
yang sangat berbeda dari harapan manusia sebelumnya. Kedua bola mata kita mulai
melihat keterbatasan dan kelemahan Tuhan sebagai Sang Maha di atas segalanya.
Berbagai kejahatan dan penderitaan yang dialami manusia memaksanya untuk
menyudutkan eksistensi Tuhan dalam hidupnya. Tuhan yang mahakasih, mahakuasa,
mahaadil, mahabaik dan maha di atas segalanya, tetapi serentak dengan semuanya
itu, memperlihatkan eksistensi Tuhan sebagai yang terbatas dan lemah. Dengan
kata lain, manusia menjadikan Tuhan sebagai pusat satu-satunya dalam hidupnya.
Tetapi sekaligus, manusia berusaha untuk melepaskan dirinya dari genggaman
tangan-Nya. Kekecewaan dan sakit hati yang mendalam terhadap kemahakuasaan
Tuhan telah membuat manusia merasa enggan dan tidak perlu mengakui dan menerima-Nya sebagai Yang Kuasa.
Berbagai penderitaan dan kejahatan telah mendakwa manusia. Tuhan yang
diharapkan sebagai penolong ternyata hanya duduk diam dari tempat
ketinggian-Nya dan membiarkan semua kejahatan itu terjadi dalam hidup manusia. Bukankah
Tuhan telah menciptakan dunia ini dan segala isinya dengan kuasa-Nya? Tetapi
mengapa Tuhan mengizinkan penderitaan dan kejahatan terjadi dalamnya? Apakah
Tuhan tidak mampu menciptakan alam semesta ini tanpa penderitaan dan kejahatan?
Apakah Tuhan tidak dapat mencegah semua penderitaan tanpa menyakiti dan
mengorbankan manusia? Apakah Tuhan tidak mau, atau tidak dapat? Justru yang ada
penderitaan “semakin melimpah”. Pertanyaan-pertanyaan yang sulit di jawab.
Mengapa ada kanker di dunia? Mengapa pesawat terbang jatuh? Mengapa anak
kecil yang belum sempat melihat dunia dan segala isinya harus meninggal?
Mengapa bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, gunung berapi, banjir
bandang dan kejahatan lainnya dialami manusia? Korban jiwa pun tidak terhitung
jumlahnya? Apakah Tuhan tidak merasa kasihan melihat seorang ibu yang menangis
hingga menjadi gila karena anak-anak dan suaminya meninggal dunia ketika
tsunami Aceh, Nias dan Mentawai? Apakah Tuhan tidak prihatin melihat seorang
anak yang kehilangan keluarganya akibat tanah longsor, letusan gunung berapi,
dan banjir bandang? Apakah Tuhan tidak mahakuasa? Jika Tuhan tidak mahakuasa,
berarti Ia bukan Tuhan?
Sungguh tidak ada jawaban yang memuaskan. Bahkan begitu banyak buku-buku
yang hasilkan manusia. Berbagai pendekatan pun telah dilakukan untuk menjawab
masalah di atas. Penjelasan yang mendalam dan ilmiah juga telah diberikan oleh
manusia. Tetapi pada bagian akhir, ketika kita sudah menutup bidang permainan
dan merasa bangga atas kecerdasan yang kita miliki. Namun, penderitaan, amarah,
sakit hati, perasaan kecewa dan tidak adil tetap ada, dan bahkan akan terus
ada.
MacLeish menuliskan demikian: “Manusia tergantung pada Tuhan dalam
segala hal, Tuhan tergantung pada manusia dalam satu hal. Tanpa cinta manusia,
Tuhan tidak pernah ada sebagai Tuhan. Dia hanya akan ada sebagai pencipta, dan
cinta adalah sesuatu yang tak dapat diperintahkan oleh siapapun, tidak juga
oleh Tuhan sendiri. Cinta adalah karunia bebas dan bukan apa-apa. Cinta adalah
sesuatu yang paling individual, paling otonom, dan paling bebas ketika
ditawarkan, meskipun ada penderitaan, ketidakadilan, dan kematian”. Dari apa yang dituliskan oleh MacLeish di
atas memperlihatkan betapa pentingnya ketulusan cinta. Ketulusan cinta tidak
pernah menuntut supaya ada kesempurnaan, melainkan menerima apa yang dianggap
tidak sempurna. Itulah cinta.
Demikian juga dengan kita, yakni kita tidak mencintai Tuhan karena Dia
sempurna. Kita mencintai Tuhan bukan karena Dia melindungi kita dari bahaya dan
menjauhkan kita dari hal-hal buruk. Kita juga tidak mencintai Tuhan karena
takut kepada-Nya atau takut kalau Dia akan menyakiti kita. Melainkan kita
mencintai Tuhan karena Dia adalah Tuhan, karena Dia adalah pencipta dari setiap
keindahan dan keteraturan di sekitar kita. Dengan demikian, kita mencintai
Tuhan karena Dia adalah bagian terbaik dalam hidup dan dunia kita. Itulah makna
terdalam dari mencintai. Cinta bukan
kekaguman atas kesempurnaan, tetapi penerimaan atas orang yang tidak sempurna
dengan segala kekurangannya. Hanya mereka yang mencintai dan menerima orang itu
apa adanya akan membuat hidupnya jauh lebih baik dan lebih kuat dari yang
lainnya.
Jika kita mencintai Tuhan dengan hati yang tulus, pastilah kita tidak
melihat kekurangan, ketidaksempurnaan, dan kelemahan-Nya. Karena cinta yang
tidak tulus itulah yang membawa kita kepada penghakiman dan menyudutkan
keberadaan Tuhan dari pandangan kita. Cinta yang tulus itu tidak menuntut
kesempurnaan, melainkan menerima ketidaksempurnaan itu apa adanya. Justru
karena penerimaan apa adanya itulah, seseorang akan menjadi pribadi yang jauh
lebih baik dan kuat dari pribadi yang lain. Karena itu, maafkanlah Tuhan jika
menurut Anda Dia tidak menciptakan dunia yang lebih baik! Maafkanlah dunia yang
tidak sempurna di mana penderitaan itu terjadi. Teruslah hidup mengulurkan
tangan kepada sesama meskipun penderitaan akan selalu ada.
Apakah Anda mampu dengan cinta yang tulus menerima keberadaan dunia yang
telah membuat Anda kecewa, sakit hati karena ketidaksempurnaan-Nya, sebuah dunia
di mana ketidakadilan, kekejaman, penyakit dan kejahatan, gempa bumi dan
kecelakaan, atau berbagai tragedi lainnya? Karena hanya dunia ini adalah dunia
satu-satunya yang kita miliki. Dapatkan Anda memaafkan dan mencintai
orang-orang yang ada di sekeliling Anda, sekalipun mereka sudah menyakiti Anda
karena mereka juga tidak sempurna?
Dapatkan Anda memaafkan dan mencintai Tuhan, sekalipun Anda tahu bahwa
Dia tidak sempurna, yaitu membiarkan Anda terjatuh, mengalami kekecewaan yang
mendalam, dan membiarkan Anda mengalami berbagai tragedi, nasib buruk,
kekejaman, ketidakadilan dan kejahatan lainnya, yang terjadi di dalam dunia
ciptaan-Nya? Jika Anda dapat melakukan semuanya itu, maka dapatkah Anda
menyadari bahwa kemampuan yang Anda miliki saat memaafkan Tuhan adalah
kemampuan yang Tuhan berikan kepada kita, sehingga kta mampu hidup secara utuh,
berani, dan bermakna pada dunia dan Tuhan yang meurut kita tidak sempurna.
KARENA ITU MAAFKANLAH TUHAN JIKA
ANDA MERASA DIA DAN DUNIA INI TIDAK SEMPURNA, DAN ITULAH KEMAMPUAN YANG
DIBERIKAN TUHAN KEPADA MANUSIA UNTUK MENEMUKAN HIDUP LEBIH BERARTI, BAIK BAGI
SESAMA, ALAM SEMESTA DAN TERLEBIH BAGI TUHAN.
No comments:
Post a Comment