Tuesday, 21 February 2012

“MEMAAFKAN TUHAN”


Oleh: Sugiman

Tuhan yang mahakasih, mahakuasa, mahaadil, mahabaik, dan maha di atas segalanya. Tetapi mengapa semuanya itu harus dibenarkan di hadapan manusia? Bahkan telah disepakati oleh tradisi filsafat dengan agama-agama teistik. Manusia melihat, bahwa Tuhan yang maha di atas segalanya itu menjadi jaminan atas hidupnya. Sehingga apapun yang dilakukan dan yang akan dialaminya tidak terluput dari pengamatan mata Sang Maha. Tetapi realita memperlihatkan sesuatu yang sangat berbeda dari harapan manusia sebelumnya. Kedua bola mata kita mulai melihat keterbatasan dan kelemahan Tuhan sebagai Sang Maha di atas segalanya.

Berbagai kejahatan dan penderitaan yang dialami manusia memaksanya untuk menyudutkan eksistensi Tuhan dalam hidupnya. Tuhan yang mahakasih, mahakuasa, mahaadil, mahabaik dan maha di atas segalanya, tetapi serentak dengan semuanya itu, memperlihatkan eksistensi Tuhan sebagai yang terbatas dan lemah. Dengan kata lain, manusia menjadikan Tuhan sebagai pusat satu-satunya dalam hidupnya. Tetapi sekaligus, manusia berusaha untuk melepaskan dirinya dari genggaman tangan-Nya. Kekecewaan dan sakit hati yang mendalam terhadap kemahakuasaan Tuhan telah membuat manusia merasa enggan dan tidak perlu mengakui dan menerima-Nya sebagai Yang Kuasa.

Berbagai penderitaan dan kejahatan telah mendakwa manusia. Tuhan yang diharapkan sebagai penolong ternyata hanya duduk diam dari tempat ketinggian-Nya dan membiarkan semua kejahatan itu terjadi dalam hidup manusia. Bukankah Tuhan telah menciptakan dunia ini dan segala isinya dengan kuasa-Nya? Tetapi mengapa Tuhan mengizinkan penderitaan dan kejahatan terjadi dalamnya? Apakah Tuhan tidak mampu menciptakan alam semesta ini tanpa penderitaan dan kejahatan? Apakah Tuhan tidak dapat mencegah semua penderitaan tanpa menyakiti dan mengorbankan manusia? Apakah Tuhan tidak mau, atau tidak dapat? Justru yang ada penderitaan “semakin melimpah”. Pertanyaan-pertanyaan yang sulit di jawab.

Mengapa ada kanker di dunia? Mengapa pesawat terbang jatuh? Mengapa anak kecil yang belum sempat melihat dunia dan segala isinya harus meninggal? Mengapa bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, gunung berapi, banjir bandang dan kejahatan lainnya dialami manusia? Korban jiwa pun tidak terhitung jumlahnya? Apakah Tuhan tidak merasa kasihan melihat seorang ibu yang menangis hingga menjadi gila karena anak-anak dan suaminya meninggal dunia ketika tsunami Aceh, Nias dan Mentawai? Apakah Tuhan tidak prihatin melihat seorang anak yang kehilangan keluarganya akibat tanah longsor, letusan gunung berapi, dan banjir bandang? Apakah Tuhan tidak mahakuasa? Jika Tuhan tidak mahakuasa, berarti Ia bukan Tuhan?

Sungguh tidak ada jawaban yang memuaskan. Bahkan begitu banyak buku-buku yang hasilkan manusia. Berbagai pendekatan pun telah dilakukan untuk menjawab masalah di atas. Penjelasan yang mendalam dan ilmiah juga telah diberikan oleh manusia. Tetapi pada bagian akhir, ketika kita sudah menutup bidang permainan dan merasa bangga atas kecerdasan yang kita miliki. Namun, penderitaan, amarah, sakit hati, perasaan kecewa dan tidak adil tetap ada, dan bahkan akan terus ada.

MacLeish menuliskan demikian: “Manusia tergantung pada Tuhan dalam segala hal, Tuhan tergantung pada manusia dalam satu hal. Tanpa cinta manusia, Tuhan tidak pernah ada sebagai Tuhan. Dia hanya akan ada sebagai pencipta, dan cinta adalah sesuatu yang tak dapat diperintahkan oleh siapapun, tidak juga oleh Tuhan sendiri. Cinta adalah karunia bebas dan bukan apa-apa. Cinta adalah sesuatu yang paling individual, paling otonom, dan paling bebas ketika ditawarkan, meskipun ada penderitaan, ketidakadilan, dan kematian”.  Dari apa yang dituliskan oleh MacLeish di atas memperlihatkan betapa pentingnya ketulusan cinta. Ketulusan cinta tidak pernah menuntut supaya ada kesempurnaan, melainkan menerima apa yang dianggap tidak sempurna. Itulah cinta.

Demikian juga dengan kita, yakni kita tidak mencintai Tuhan karena Dia sempurna. Kita mencintai Tuhan bukan karena Dia melindungi kita dari bahaya dan menjauhkan kita dari hal-hal buruk. Kita juga tidak mencintai Tuhan karena takut kepada-Nya atau takut kalau Dia akan menyakiti kita. Melainkan kita mencintai Tuhan karena Dia adalah Tuhan, karena Dia adalah pencipta dari setiap keindahan dan keteraturan di sekitar kita. Dengan demikian, kita mencintai Tuhan karena Dia adalah bagian terbaik dalam hidup dan dunia kita. Itulah makna terdalam dari mencintai. Cinta bukan kekaguman atas kesempurnaan, tetapi penerimaan atas orang yang tidak sempurna dengan segala kekurangannya. Hanya mereka yang mencintai dan menerima orang itu apa adanya akan membuat hidupnya jauh lebih baik dan lebih kuat dari yang lainnya.

Jika kita mencintai Tuhan dengan hati yang tulus, pastilah kita tidak melihat kekurangan, ketidaksempurnaan, dan kelemahan-Nya. Karena cinta yang tidak tulus itulah yang membawa kita kepada penghakiman dan menyudutkan keberadaan Tuhan dari pandangan kita. Cinta yang tulus itu tidak menuntut kesempurnaan, melainkan menerima ketidaksempurnaan itu apa adanya. Justru karena penerimaan apa adanya itulah, seseorang akan menjadi pribadi yang jauh lebih baik dan kuat dari pribadi yang lain. Karena itu, maafkanlah Tuhan jika menurut Anda Dia tidak menciptakan dunia yang lebih baik! Maafkanlah dunia yang tidak sempurna di mana penderitaan itu terjadi. Teruslah hidup mengulurkan tangan kepada sesama meskipun penderitaan akan selalu ada.

Apakah Anda mampu dengan cinta yang tulus menerima keberadaan dunia yang telah membuat Anda kecewa, sakit hati karena ketidaksempurnaan-Nya, sebuah dunia di mana ketidakadilan, kekejaman, penyakit dan kejahatan, gempa bumi dan kecelakaan, atau berbagai tragedi lainnya? Karena hanya dunia ini adalah dunia satu-satunya yang kita miliki. Dapatkan Anda memaafkan dan mencintai orang-orang yang ada di sekeliling Anda, sekalipun mereka sudah menyakiti Anda karena mereka juga tidak sempurna?

Dapatkan Anda memaafkan dan mencintai Tuhan, sekalipun Anda tahu bahwa Dia tidak sempurna, yaitu membiarkan Anda terjatuh, mengalami kekecewaan yang mendalam, dan membiarkan Anda mengalami berbagai tragedi, nasib buruk, kekejaman, ketidakadilan dan kejahatan lainnya, yang terjadi di dalam dunia ciptaan-Nya? Jika Anda dapat melakukan semuanya itu, maka dapatkah Anda menyadari bahwa kemampuan yang Anda miliki saat memaafkan Tuhan adalah kemampuan yang Tuhan berikan kepada kita, sehingga kta mampu hidup secara utuh, berani, dan bermakna pada dunia dan Tuhan yang meurut kita tidak sempurna.

KARENA ITU MAAFKANLAH TUHAN JIKA ANDA MERASA DIA DAN DUNIA INI TIDAK SEMPURNA, DAN ITULAH KEMAMPUAN YANG DIBERIKAN TUHAN KEPADA MANUSIA UNTUK MENEMUKAN HIDUP LEBIH BERARTI, BAIK BAGI SESAMA, ALAM SEMESTA DAN TERLEBIH BAGI TUHAN.

No comments:

Post a Comment