Oleh: Sugiman
Dalam beberapa seminar Kristen tidak jarang mengangkat tema mengenai “DOA YANG BERKUASA”. Mendengar tema itu
terkadang saya tertawa sebentar tanda tidak setuju. Mengapa? Karena fokusnya
bukan pada Tuhan, tetapi pada doa. Seandainya seseorang bertanya kepada Anda
demikian: “manakah yang lebih berkuasa, Tuhan atau doa”? Ya Tuhan-lah. Jika
doanya yang berkuasa, lantas Tuhan ditempatkan di mana?
Selanjutnya, ada mereka yang mengatakan bahwa doa adalah napas kehidupan
manusia. Pendapat yang lain mengatakan, bahwa doa adalah alat komunikasi antara
manusia dengan Tuhan. Menurut saya tidak ada yang salah dari ketigaa pendapat
di atas, tetapi pemahaman doa akan menjadi salah atau keliru jika hanya
dipahami sebagai “yang berkuasa”, “napas kehidupan” atau sebagai “alat
komunikasi” antara manusia dengan Tuhan. Karena menurut saya, doa tidak hanya
sekedar napas kehidupan, atau alat komunikasi belaka, melainkan doa adalah
relasi timbal balik antara manusia dengan Tuhan. Doa adalah sebuah laporan
kepada Tuhan bahwa kita telah siap untuk melakukan banyak hal yang mendatangkan
kebaikan bagi kita dan semua orang sesuai dengan permohonan yang disetujui oleh
Tuhan.
Doa tanpa tindakan adalah sama artinya dengan permohonan yang diajukan
kepada Tuhan supaya melakukan semua perintah kita. Jika doa hanya dipahami
demikian, maka yakinlah jika doa itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Karena
itu, tidak heran banyak orang memaksa Tuhan untuk melakukan sesuai
keinginannya, yaitu menjadikan Tuhan sebagai pembantunya. Seolah-olah semua
masalah telah selesai ketika si pendoa membacakan daftar atau agenda yang dia
bicarakan bersama Tuhan. Padahal berdoa itu seumpama seorang bawahan yang
sedang menyodorkan selembar kertas yang berisi visi dan misi kepada atasan untuk
meminta persetujuan supaya ditandatangani oleh Tuhan. Dengan demikian kita
tidak menyalahi aturan yang diberlakukan-Nya.
Dalam konteks itulah Harold S. Kushner mengatakan, bahwa Kita tidak dapat meminta pada Tuhan sesuatu
yang dapat kita kita usahakan sendiri hanya supaya kita terbebas dari tugas
untuk melakukannya. Tetapi kita harus hadir di dalamnya dan melakukan
semuanya bersama Dia ketika kita merasa tidak mampu.
Jack Riemer dan Likrat Sahabbat
menuliskan demikian:
Kami tidak dapat hanya berdoa
kepada-Mu, ya Tuhan, untuk mengakhiri perang; Karena kami tahu bahwa Engkau
sudah menciptakan dunia sedemikian rupa, sehingga manusia harus menemukan
caranya sendiri untuk mewujudkan perdamaian dalam dirinya dan dengan
tetangganya.
Kami tidak dapat hanya berdoa
kepada-Mu, ya Tuhan, untuk mengakhiri kelaparan; karena Engkau telah
menganugerahi kami sumber-sumber yang dapat memberi kami makan seluruh bumi
jika kami menggunakannya dengan bijaksana.
Kami tidak dapat hanya berdoa
kepada-Mu, ya Tuhan, untuk mengakhiri prasangka, karena Engkau sudah
menganugerahi kami kedua mata untuk melihat yang baik dalam semua manusia jika
kami menggunakannya dengan benar.
Kami tidak dapat hanya berdoa
kepada-Mu, ya Tuhan, untuk mengakhiri keputusan; karena Engkau sudah
menganugerahi kami kekuatan untuk menyingkirkan kemiskinan dan memberi
pengharapan, jika kami menggunakan kekuatan kami dengan adil.
Kami tidak dapat hanya berdoa
kepada-Mu, ya Tuhan, untuk mengakhiri kesakitan, karena Engkau sudah
menganugerahi kami pikiran cerdas yang dengan itu mencari obat dan penyembuhan
jika kami menggunakannya secara konstruktif.
Karena itulah kami berdoa
kepada-Mu, ya Tuhan,
untuk kekuatan, tekad dan
keteguhan hati,
untuk berbuat bukan sekedar
berdoa,
untuk menjadi bukan sekedar
berharap.
No comments:
Post a Comment