Tuesday 7 February 2012

KONSEP TEOLOGI “BERKAT DAN KUTUK” DALAM PERJANJIAN LAMA



Dewasa ini masih bayak orang Kristen yang keliru dalam memahami arti kata “Berkat dan Kutuk”. Terkadang “berkat” menjadi “kutuk” dan “kutuk” menjadi “berkat”. Sehingga tidak heran jika ada banyak hakim yang bermunculan seperti jamur di dunia ciptaan-Nya. Kekayaan, kemakmuran dan sejenisnya dijadikan standar penilaian untuk “berkat”. Sedangkan malapetaka, kemiskinan, penderitaan atau jenis bencana lainnya dijadikan standar penilaian untuk “kutuk”. Kenapa? Karena ketidakpahaman tadi. Maka dari itu dalam paper ini penulis berusaha menyoroti atau memberikan pemahaman yang benar mengenai “berkat” dan “kutuk” yang dilihat berdasarkan kitab Ulangan pasal 28 dan Imamat pasal 26.

Pembahasan
A. Pemahaman umum mengenai berkat dan kutuk.
Berkat dan kutuk adalah suatu kuasa yang terkubur dalam perkataan. Menurut para ahli, bahwa orang Israel meyakini bahwa kata-kata yang keluar atau yang diungkapkan seseorang tidak hanya sebatas untuk menyampaikan pesan kemudian berlalu begitu saja. Tetapi memuat suatu kuasa yang bekerja seperti sebuah alat yang berada di tangan manusia. Selain itu, “berkat” dan “kutuk” juga erat kaitannya dengan “perjanjian”, yaitu menyangkut ketaatan dan ketidaktaatan (Kej. 48:14-15; 1 Sam. 14:24).[1] Selain itu “kutuk” juga berkaitan dengan hukuman “mati” (lht. Matthews Viktor H. And Don C. Benjamin, Social World Of Ancient Israel 1250-587 BCE (USA: Hendrickson Publishers, Inc. 1993) 11.

1. Berkat
Terminologi
Kata berkat berasal dari kata benda brkhbentuk aktifnya adalah kata kerja brkyang diucapkan untuk memberkati dengan menyebut nama Yahweh. Bentuk pasifnya adalah dari kata kerja brukyang digunakan untuk Yahwe. Ibrani Lexicon[2] memperlihatkan dua ciri kata berkat, yaitu “brk”dalam bentuk. qal: “to knell” (Maz. 95:6; 2Taw. 6:13), dalam bentuk hiphil: “to make (camels) kneel” (Kej. 24:11). Yang kedua dari kata benda “berekh”: “knee” (Yes.45:23); dalam bentuk dual muncul 24 kali dalam bitab Tawarikh; dan “brk” II Lexsicons mengikuti terjemahan dari bentuk qal pass. Ptcp. barukh: “blessed”, “praised”; bentuk niphal: “to be blessed, to bless oneself” (Kej. 12:3; 18:18; 28:14), bentuk piel: “to bless, greet, praise”, bentuk pual: “to be blessed”.  Kata benda “berakh” sejajar dengan bahasa Aram: “arkhubbah” : “knee”. Bentuk yang lain: “bryk” ’lh’ “dryr” wbryk qdm ‘lh’, “brktk”, “ybrk’k’’lh’, yang  menunjuk pada relasi antara manusia dan dewa[3]. Selain itu, kata ini juga digunakan untuk mengambarkan relasi antara atasan dan bawahan, yaitu ketika bertemu dengan atasannya maka bawahan harus berlutut. Dalam bahasa Semitic juga diterjemahkan: “knee”, “blessing”. Dalam bahasa Akkad hanya kata benda “birku” atau “burku”: “knee”, dan kata “karabu” : “knee” dan “blessing”. Dalam bahasa Ugarit berasal dari kata “mrr” yang disejajarkan dengan kata “brk”: to be strong, give power. Meskipun demikian kita harus kembali pada konteks dan penggunaannya dalam komunitas umat Israel saat itu. Pemahaman tentang berkat dan kutuk memiliki kemiripan dengan bangsa-bangsa sekitar Israel yang ada di Asia Barat Daya Kuno atau diambil alih dari kodeks-kodeks atau bahan-bahan hukum dari kalangan Kanaani[4].
Menurut Browning, dalam PL berkat adalah kemurahan yang dikaruniakan Allah kepada umat-Nya, seperti pada waktu panen (Ul. 28:8). Berkat juga merupakan salah satu dari kata-kata pujian bagi Allah atau kata-kata untuk membuat seseorang atau sesuatu menjadi kudus”[5]. Kata “berakah” sering dihubungkan dengan karunia benda, seperti material (Ul. 11:26; Amsl. 10:22; 28:20; Yes. 19:24dll)[6], berkat adalah karya Allah (Kej. 1:22), penyembahan dan pujian kepada-Nya (Kej. 24:48), pemilihan Tuhan (Ul. 19:2, 7; 10:8)[7], berkaitan dengan kesetiaan pada perjanjian Tuhan (Ul. 28:15-46). Menurut Chr. Barth, Vol. 1, 1981: 57, berkat adalah ketika manusia berada dalam lembaga persekutuan yang diciptakan Allah. Namun tidak berarti Allah menutup berkat kepada yang lain (bukan pilihan-Nya), tetapi dilimpahkan juga bagi segala yang hidup.

2. Kutuk
Terminologi
Dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan dengan “kutuk” adalah qlalah alah arar dalam LXX diterjemahkan dengan kitara, kataraomai, epikataratos, kataraomai. Di luar PL kutuk berasal dari akar kata “lh” asli dari bahasa Arab. Bentuk kata yang lainnya adalah “lw” dan “alwe” dan benuk konstruknya adalah “lt” yang berarti “kutuk’ dan “janji [8]. Dalam bahasa Srmitic, berasal dari akar kata “qll” arti dasarnya adalah “be small, light“, Aram: “qll”: be small, light, young, curse, Akkad: qalalu(m): “light, small, curse” yang diterjemahkan dengan “kutuk” adalah kata alah(Hak. 17:2; Hos. 4:2; 10:4; 1 Sam. 14:24), “ta’alah” (Ratatpan. 3:65), selain itu kata arar, qalal, dan ala” [9]. Jika kita perhatikan kata “lh” dan “lt”, kedua kata ini tidak hanya ditemukan dalam bahasa Arab, tapi karena kata ini sudah lazim digunakan di Timur Tengah Kuno saat itu, terutama sebagai kata pengesahan “perjanjian” antara dewa dan manusia.

B. “Berkat” dan “Kutuk” menurut kitab Ulangan dan 28 Imamat 26:
1.     Kitab Ulangan 28
Kitab Ulangan disebut “Deuteronomiy”, yaitu terjemahan dari LXX, dari kata “deuteronomion” (Ul. 17:18), dan dari situlah dikenal sumber D.[10] Inilah alasan para ahli mengatakan bahwa kitab ini berasal dari sumber D yang ditulis kira-kira pada abad ke-7 atau tahun 622/621 sM. Kitab ini juga dihubungkan dengan reformasi Yosia yang bersifat anti-sinkretisme, maka yang menjadi pusat sinkretisme harus dimusnahkan yaitu kuil-kuil dewa-dewi Kanaani ditutup.[11] Karena kehidupan yang demikianlah yang menyebabkan umat Israel mengalami kemerosotan iman. Menurut Hans Walter Wolff, penulis Deuteronomy sangat menekankan tradisi “perjanjian Sinai”, hal itu dapat diperhatikan melalui penggunaan frasa “hayyom” (“today : hari ini”.[12] Kata “hayyom” ingin menegasankan kepada umat Israel bahwa mereka adalah kepunyaan-Nya. Artinya Allah akan murka jika mereka tidak taat atau hidup bersinkretisme dengan ilah-ilah yang sebenarnya bukan Allah. Israel Utara telah jatuh tahun 722 sM. dan penduduknya dibuang ke Asyur karena tidak setia pada “perjanjian Sinai”. Sedangkan Israel Selatan (Yerusalem) mengalami krisis yang sangat hebat, yaitu adanya ancaman kekafiran dan penyembahyan berhala yang dibawa oleh raja Manase. Untuk menjaga supaya Israel tetap eksis sebagai umat pilihan Allah atau sebagai umat yang kudus, maka penulis Deuteronomy menganjurkan pentingnya pengadaan reformasi atau pembaharuan hidup bagi umat pilihan Allah (lht. Wahono, 2004:69). Hanya mereka yang hidup setia menurut hukum dan ketetapan-ketetapan Allah sajalah yang terjamin masa depan hidupnya (Ul. 28). Dengan kata lain adalah bahwa relasi itu sangat penting. Karena relasi umat Israel dengan Allah akan memberi jawaban apakah itu berkat atau kutuk. Kedua pernyataan ini merupakan suatu pilihan hidup, yaitu hidup dan mati atau berkat dan kutuk[13].
Konteks kitab Ulangan memperlihatkan bahwa umat Israel tidak lagi setia pada “Perjanjian Sinai”. Mereka hidup bersinkretisme dengan dewa-dewa Asyur/ Kanaan. Oleh sebab itu penulis kitab Ulangan mempeerbaharui kembali hukum-hukum yang terabaikan, kemudian diungkapkannya menurut caranya sendiri, supaya umat Israel mengingat kembali perjanjian dan kasih Allah yang membawa mereka keluar dari tanah Mesir, Allah yang memberkati dan menuntun mereka selama di padang gurun. John Goldingay mengutip Von Rad, yang mengatakan “Blessing is also a central theme in Deuteronomy, where it is set before Israel as a prospect to enjoy in the promised land”[14] Memelihara janji-Nya berarti berusaha mendengarkan kembali suara Yahwe yang memanggil umat-Nya keluar dari penyembahan berhala atau kutuk, kemudian masuk ke Bait-Nya untuk menikmati berkat-berkat-Nya sesuai dengan janji-Nya. Adalah tepat perkataan,
Kemungkinan besar pemahaman penulis Deuteronomis dipengaruhi oleh kerangka atau struktur dari tradisi-tradisi yang ada di Asia Barat Daya Kuno, yaitu ketika umat Israel memasuki tanah Kanaan. Atau dipengaruhi oleh konsep “perjanjian maharaja dengan raja taklukannya” dan ini menyangkut kuasa-politik Asyur-Babel. Misalnya Esahardon raja Asyur (681-699) menerapkan “perjanjian” ini terhadap daerah-daerah atau bangsa-bangsa taklukannya[15] Perjanjian seperti itu merupakan masalah aktual saat itu, karena menyangkut kesejahteraan atau keamanan bagi bangsa-bangsa taklukan.
Penekanan penulis Deuteronomis memiliki kemiripan tentang konsep “perjanjian”. Satu-satunya jalan untuk menjamin masa depan bagi umat Israel adalah mendengarkan suara Yahwe atau menaati hukum-hukum dan tetap setia pada perjanjian-Nya seperti yang tertulis dalam Ul. 6:4.[16] Mendengarkan suara Yahwe berarti mengakui-Nya sebagai Allah yang berdaulat, mutlak, Allah yang Esa. Menurut Fohrer, Ul. 6:4, juga ingin mengatakan bahwa Yahwe adalah adalah unik (Yahwe is unique), Allah Israel tidak sama dengan ilah-ilah atau dewa-dewa yang disembah bangsa-bangsa sekitar Israel. karena diakui sebagai Allah yang Esa.[17] Karena Yahwe adalah Esa adanya, maka hanya Dialah yang menjadi sumber berkat bagi umat-Nya Israel. Dengan demikian mereka harus mendengarkan suara-Nya. Mendengarkan suara Yahwe berarti melakukan ketetapan-ketetapan dan perintah-perintah-Nya. Jika umat Israel menutup telinga berarti sama juga dengan mengeraskan hati serta menjauhkan diri dari berkat-Nya. Jadi segala sesuatu yang membuat Israel jauh dari Yahwe adalah kutuk, demikian sebaliknya.[18]. Hanya ranting yang masih melekat pada pohonnya yang masih bisa hidup dan menghasilkan buah. Artinya berkat itu tidak akan pernah ada ketika umat-Nya terpisah/ terlepas dari sumbernya (Yahwe).
Demikianlah juga yang ingin disampaikan oleh penulis Deutronomis, bahwa tanpa ketaatan pada perjanjian Sinai maka berkat itu tidak akan ada. Karena ketidaktaatan menyebabkan terjadinya penyembahan berhala (sinkretisme), ketidakadilan, penindasan, pemerasan dan sebagainya. Sehingga semuanya itu mendatangkan kutuk bagi orang Israel.

Berikut adalah struktur berkat dan kutuk dalam kitab Ulangan 28:3-19[19]

Ulangan 28:3-6                                                                          Ulangan 28:16-19
3 Diberkatilah engkau:                                                        16 Terkutuklah engkau :
·         di kota                                                                           di kota dan
·         di ladang.                                                                       di ladang
 4 Diberkatilah:                                                                     Terkutuklah:
·         buah kandunganmu,                                                        buah kandunganmu,
·         hasil bumimu dan                                                             hasil bumimu
·         hasil ternakmu, yakni                                                  18 anak lembu sapimu dan
                           anak lembu sapimu                                     kandungan kambing dombamu.
                           kandungan kambing                                    
                                             dombamu.
5 Diberkatilah:                                                                      17 Terkutuklah:
  • bakulmu dan                                                                        bakulmu dan
  • tempat adonanmu.                                                                tempat adonanmu.
6 Diberkatilah engkau:                                                        19 Terkutuklah engkau:
  • pada waktu masuk dan                                                     ·         pada waktu masuk dan
  • pada waktu keluar                                                            ·         pada waktu keluar.
  
1.      Kitab Imamat 26
Dalam tradisi teks synagoge kitab Imamat disebut “wayyiqra” artinya ‘dan dia memanggil’, ini merupakan perkataan pertama dalam kitab itu, yaitu sesuai dengan atau mengikuti kebiasaan-kebiasaan kuno yang sudah lazim di Timur Tengah saat itu. Dalam Septuaginta (LXX) terjemahan lama dari Perjanjian Lama ke dalam Bahasa Yunani kitab ini disebut “Leuitikon”; dalam bahasa Latin Vulgata disebut “Liber Liviticus”, ‘the Leviticus (Book)’ dan dalam bahasa Inggris mengikuti bahasa Latin, yaitu “Liviticus” (the Latin Bible)[20]. Dalam bahasa Misynah, kitab ini disebut dengan berbagai nama, yaitu disebut dengan hukum imam-imam (torat kohanim), buku imam-imam (sefer kohamim), hukum persembahan (torat haqqorbanim), nama-nama ini menunjuk kepada isi kitab itu[21], yang mana menunjuk kepada atau mengenai hukum-hukum korban persembahan. Dengan demikian hukum-hukum itu berfungsi untuk menjaga kekudusan bangsa Israel dan hukum-hukum kesucian. Dalam bahasa Indonesia sepertinya sebutan Imamat lebih tepat, seabab bagian terbesar dalam kitab ini adalah mengenai para imam umat Israel, tugas dan kewajiban-kewajibannya[22].
Blommendaal (1996:52) mengatakan bahwa hukum-hukum yang muda, yang berasal dari sumber priester (P), yang ditulis pada masa pembuangan di Babilonia khususnya pada abad ke-5 atau tahun 500 sM.[23]. Pembuangan di Babilonia memperlihatkan situasi atau keadaan yang sangat berbeda sebelum bait Allah dihancurkan. Bahaya sinkretisme merajalela yang dapat menyebabkan terjadinya kemerosotan iman. Supaya tradisi-tradisi kultus tetap terpelihara maka para imam terdorong untuk menuliskannya untuk mengingatkan dan mempertahankan bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang kudus umat pilihan Allah. Oleh sebab itu, mereka harus hidup kudus di hadapan-Nya, hidup kudus juga bisa diterapkan melalui kultus-kultus yang adalah sarana untuk memelihara atau memperbaiki hubungan persekutuan dengan Allah. Fohrer mengatakan bahwa ini adalah kontribusi yang sangat mendasar dari sumber P.[24] Sumber P sama dengan sumber Yahwist dan Elohist yaitu menuturkan sejarah keselamatan Israel (Wahono, 2002, hal 79-71). Perhatikan pasal 26:3 “Jika kamu berjalan dalam ketetapan-ketetapan-Ku dan memperhatikan perintah-perintah-Ku dan melakukannya”,[25]. Dari ayat di atas memperlihatkan bahwa relasi dengan Yahwe itu sangat penting, karena menjalin relasi dengan Allah berarti masuk dalam lingkaran berkat (Im. 26:1-13), sedangkan di luar lingkaran itu adalah kutuk (Im. 26:14-45). Memelihara relasi tidak hanya sebatas mempersembahkan korban, melainkan “berjalan dalam ketetapan-ketetapan-Nya, dan memperhatikan perintah-perintah-Nya (firman-firman-Nya) dan melakukan-Nya” dan inilah esensi hidup sebagai umat pilihan Allah.
      Penulis P ingin mengatakan, bahwa “segala kebaikan yang dijanjikan Allah seakan-akan memuncak dengan janji, yaitu Allah “akan menjadi Allah” Abraham dan keturunannya di masa depan (lht. Kej. 17:7-8; Kel. 6:7)[26]. Hal ini ingin mengatakan bahwa kehidupan umat Israel tidak pernah terlepas dari “perjanjian Allah” yang dimulai dari Abraham dan seterusnya. Hidup dalam lingkaran perjanjian Allah berarti ada syarat-syarat yang harus taati, yaitu berjalan dalam ketetapan-ketetapan Allah dan memperhatikan firman-firman-Nya dan melakukannya, maka Allah akan memberi hujan pada masanya, sehingga membasahi tanah dan tanah menjadi subur sehingga menghasilkan panen yang berlimpah-limpah, umat Allah akan hidup damai sejahtera, mereka dijauhkan dari beinatang buas, Tuhan akan membebaskan mereka dari musuh, Tuhan akan menempatkan kemah suci-Nya ditengah-tengah mereka supaya umat-Nya beribadah kepada-Nya (Im. 26:4-13). Namun “janji” yang sangat menonjol dari semuanya itu adalah tentang pemberian “tanah perjanjian”.

Struktur berkat dan kutuk dalam kitab Imamat 26:3-39[27].

Berkat 26:3-13
Akibat ketaatan pada perjanjian Allah
1.      ayat 4-5 : hujan turun pada masanya
2.      ayat 6a : damai sejahtera dalam negeri
3.      ayat 6b. : kebebasan dari serangan musuh, pedang (7-8).
4.      ayat 9-10 : keturunan-keturunan umat Allah akan melanjutkan untuk hidup taat pada perjanjian-Nya.
5.      ayat 11-13 : Tuhan hadir ditengah-tengah umat-Nya yang setia pada perjanjian-Nya sehingga mereka hidup dalam kasih karena Tuhan telah membebaskan mereka dari tanah Mesir.

Kutuk : 26:14-39
Akibat ketidaktaatan pada perjanjian Allah
1.      kekalahan terhadap peperangan (15-17)
2.      hujan tidak turun pada masanya (18-20)
3.      binatang liar berkeliaran sehingga memakan anak-anak ternak mereka (21-22).
4.      perang dan pengepungan akan terjadi sehingga banyak orang akan pergi mencari perlindungan ke kota berkubu (23-26)
      hukuman Tuhan atas umat-Nya yang tidak mendengarkan suara-Nya dan mengabaikan hukum-hukum-Nya, terutama hukum-hukum untuk hidup kudus sebagai umat kepunyaan-Nya dan mereka menjadi milik-Nya.

Kesimpulan
a.      Berkat dan kutuk menurut kitab Ulangan 28
Konsep berkat dan kutuk dalam kitab Ulangan tidak bisa dipisahkan dari pemahaman “perjanjian Sinai.” Menurut sumber Deuteronomis hubungan perjanjian Sinai sangatlah menentukan bagi kehidupan umat Allah pada masa itu dan “setia pada perjanjian Sinai” itu adalah segala-galanya. Karena bangsa Israel adalah umat pilihan Allah, maka mereka wajib hidup sebagai umat pilihan. Yahwe telah berjanji bahwa Ia akan memelihara umat-Nya yang setia pada perjanjian-Nya atau menuruti ketentuan-ketentuan-Nya atau mendengarkan suara-Nya, dan melakukan perintah-perintah-Nya. Dengan demikian hidup umat-Nya akan terjamin baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Artinya relasi perjanjian Allah dengan umat pilihan-Nya itu sangat penting. Karena relasi dengan Yahwelah yang akan menentukan apakah itu berkat atau kutuk.

b.      Berkat dan kutuk menurut kitab Imamat 26:3-26
Dalam pemahaman perjanjian kerajaan di Timur Tengah Kuno, bahwa ketaatan kepada perjanjian raja, maka kesejahteraan hidupnya atau sebuah bangsa taklukannya “tidak akan mengalami kekerasan”, tetapi mereka akan “hidup aman” dan terlindungi dari bangsa lain. Jadi kemungkinan besar konsep seperti inilah yang dipahami oleh bangsa Israel pada masa itu. Meskipun sebenarnya sulit untuk dipastikan, karena bagaimana pun ketakutan itu akan tetap ada jika di bawah jajahan bangsa asing.
Namun yang perlu kita perhatikan adalah bahwa bagi orang Israel pemahaman tentang janji berarti menyangkut sebuah jaminan jika ditaati dan tidak ada jaminan ketika menyimpang atau tidak taat. Dari struktur mengenai berkat dan kutuk di atas khususnya dalam kitab Imamat berasal dari sumber P, yang memuat hukum-hukum kultus, hukum-hukum korban persembahan, hukum-hukum kekudusan dan hukum-hukum keudusan lainnya harus ditaati karena menurut penulis P bahwa umat Israel akan hidup damai, tidak ada kekerasan, saling mengasihi jika mereka taat, yaitu hidup kudus sebagaimana yang Allah inginkan. Semua hukum itu bertujuan untuk mengingatkan bahwa Israel adalah bangsa yang kudus. Oleh sebab itu, mereka harus hidup kudus juga karena Allah adalah kudus.
Demikian juga dalam Imamat 26:3-26 ini memuat mengenai berkat dan kutuk. Berkat berarti mereka hidup adil, damai, ti sana tidak ada kekerasan, makmur karena hasil panen yang berlimpah, tidak ada musuh, korupsi. Jadi kita melihat di sini bahwa relasi adalah segalanya untuk menentukan apakah itu kutuk atau berkat. Relasi itu bukan abstrak yang tidak terlihat, tetapi nyata dalam kehidupan yang sejahtera, damai, tidak ada ketakutan, sukacita.

Makna teologis dan relevansinya
1.      Relasi seseorang dengan Tuhan akan memberi penjelasan apakah itu berkat atau dalam kutuk.
2.      Jika kekayaan membuat seseorang itu menjauhkan diri dari Tuhan, maka itu adalah kutuk. Artinya kekayaan tidak memberi jaminan orang bisa hidup sejahtera, sukacita karena sukacita, sejahtera itulah berkat. 
3.      Demikian juga pengetahuan, yaitu jika pengetahuan yang dimiliki membuat seseorang itu menyangkal Tuhan itu juga kutuk.
4.      Sedangkan jika seseorang mengalami masalah dan bahkan ia hampir meninggal karena penderitaan. Jika ia semakin dekat dengan Tuhan dan bahkan semakin mengenal bahwa Tuhan adalah pemilik hidup maka itu adalah berkat bagi dia.
5.      Seorang koruptor yang memeras keringat orang miskin, menindas, memperkosa nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan sebagainya dan itu menjadi kutuk baginya.[28]

Jadi yang menentukan semuanya apakah itu berkat atau kutuk adalah seperti apa relasinya dengan Tuhan. Jika relasinya harmonis, yakni apapun yang seseorang alami, entah senang ataupun susah jika ia semakin dekat dengan Tuhan maka itu berkat bagi dia. Dan jika sebaliknya yang terjadi, yaitu semakin hari semakin jauh dia dari Tuhan sehingga relasinya terputus maka itu adalah kutuk.



KEPUSTAKAAN


Bible Works 7 : Easton Dictionary, hal 606;
                          Fausset Dictionary hal 656;
                         ISBE Encyclopedia  hal 1545.
Barth, Ch. Theologia Perjanjian Lama-Vol. 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981.
Barta, Ch. Teologia Perjanjian Lama-Vol. 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Blommendaal J., Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
Brown Raymond, The Message Of Deuteronomy- The Bible Speaks Today, (Editor: J.A. Motyer), 1993.
Browning, W. R. F., Kamus Alkitab (A Dictionary of the Bible) terj. Dr, Lim Khiem Yang, Jakarta: (BPK Gunung Mulia), 2007.
Budd Philip J., New Century Bible Commentary-Leviticus, USA: Marshall Pickering, Wm. B. Eerdmans Publishing Co, Grand Rapids, Michigan, 1996.
Cairns I. J., Tafsiran Alkitab-Ualangan Fasal 12-34, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986.
Collins John J. Preverbs-Ecclesiastes, Atlanta: John Knox Press, 1980.
Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (An English-Indonesian Dictionary, Jakarta: PT. Gramedia, 2005.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini – jilid 1 (A-L), Jakarta: (Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF), 2004.
Fohrer - Sellin, Introduction To The Old Testament, Abigdon Press, 1978.
Fohrer G., History Of Israelite Religion, (translited by: David E. Green), London: S.P.C.K, 1981.
Goldingay John, Theological Diversity And The Authority Of The Old Testament, William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, Michigan, 1995.
Groenen C. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius, 2005.
Hartley, John E., Word Biblical Commentary, Volume 4: Leviticus, General editor: David A. Hubbard, Glenn W. Barker; Old Testament editor: John D. W. Watts; New Testemant editor: Ralph P. Martin (Dallas, Texas: Word Books, Publisher) 1998.
Hinson David F., Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
House Paul R., Old Testament Theology, USA: IntterVarsity Press, 1998.
Interpreter’s Bible-Vol. II, New York: Abingdon Cokesbury Press, 1953.
Kaiser Otto, Introduction To The Old Testament-A Presentation of its Results and Problem, Basil Blackwell Oxford, 1984.
Koch Klaus, The Prophets, Vol. 2 (The Babylonian and Persian Priods), Fortress Press Philadelphia,  1984.
Lembaga Biblika Indonesia-Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakatra: Kanisius, 2002.
Ludji Barnabas, Sejarah Israel Pada Zaman Perjanjian Lama, Cipanas.
Matthews Viktor H. And Don C. Benjamin, Social World Of Ancient Israel 1250-587 BCE (USA: Hendrickson Publishers, Inc.) 1993.
McConville J. G., Apollos Old Testament Commentary Deuteronomy, (series Editors: David W. Baker and Gardon J. Wenham, Englend: InterVersity Press, 2002.
New Bible Dictionary – Third Edition, Consulting Editors: I H. Marshall, A.R. Millard, J.I. Packer, and D.J. Wiseman, (Leicester-England: Inter-Versity Press), 1996.
Noth Martin, The History Of Israel, London, 1960.
Noth Martin, Leviticus – A Commentary – The Old Testament Library, Philadelphia: The Westminster, 1965.
Rad, Gerhard Von, Old Testament Theology-The Theology Of Israel’s Historical Traditions, Vol.1 (Translated by: D.M.G. Stalker), Edinburgh and London, 1962.
Soggin, Alberto F. Introduction To The Old Testament, Blommsbury Street London: SCM Press LTD, 1976.
The Interpreter’s Dictionary Of The Bible – An Illustrated Encyclopedia A-D / Vol. 1, (New York: Abingdon Press), 1962.
Theological Dictionary Of The Old Testament, Vol. I,(ba - dd'B') 1977.
Theological Dictionary Of The Old Testam ent- Vol. II (ldb - hl'G'), (Edited by: G. Johannes Batterweck and Helmer Ringgren, Translator: John T. Willis), W.B.Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, Michigan, 1977.
Vaux Roland de, Ancient Israel-Its Life and Institutions, (Translated by: John McHUGH), London: Darton Longman & TODD, 1968.
Vriezen, Th. C., Agama Israel Kuno, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Wahono Wismoady, Di Sini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Wolff Hans Walter, Antropology Of The Old Testament, USA: Fortress Proess-Philadelphia, 1975.
Weiden, Wim Van der, MSF. Mgr. I. Suharyo, Pengantar Kitab Suci Perjanjian Lama – LBI, Yogyakarta: Kanisius, 2000.

Catatan kaki:

[1] Lht. The Interpreter’s Dictionary Of The Bible – An Illustrated Encyclopedia A-D / Vol. 1, (New York: Abingdon Press), 1962 hal 445-446; Theological Dictionary Of The Old Testament- Vol. II (nalah-brl'), (Edited by: G. Johannes Batterweck and Helmer Ringgren, Translator: John T. Willis), W.B.Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, Michigan, 1977, hal 279-308; Theological Dictionary Of The Old Testament- Vol. I (barar-ab), 1977;  Ensiklopedi Alkitab Masa Kini – Jilid 1, Jakarta: Yayasan Bina Kasih/ OMF, 2004, hal 624; New Bible Dictionary, Third Edition, (Consulting Editors: I.H. Marshall, A.R. Millard, J.I. Packer, D.J. Wiseman), England: Inter-Varsity Press, 1996, hal 142-143.
[2] Theological Dictionary Of The Old Testament- Vol. I,...,1977, hal 1.
[3] Theological Dictionary Of The Old Testament- Vol. II,...,1977, hal 283.
[4] I. J. Cairns, Tafsiran Alkitab-Ualangan Fasal 12-34, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986, hal 1
[5] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab (A Dictionary of the Bible) terj. Dr, Lim Khiem Yang, Jakarta: (BPK Gunung Mulia), 2007, hal 56-57.
[6] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini – jilid 1,..., 2004 hal 184. (Band. New Bible Dictionary,..., 1996, hal 143).
[7] Bible Works7: ISBE Encyclopedia  hal 1545; lht. Easton Dictionary, hal 606; Fausset Dictionary hal 656.
[8] Kata  “lh” ‘lw”, “alwe” dan “lt” adalah bahasa Arab,sudah lazim digunakan di dunia Timur Tengan Kuno saat itu, khususnya sebagai “pengikat perjanjian” antara manusia dan dewa. Tapi dilain sisi kata itu juga digunakan untuk mengutuk dan berjanji atau memberkati (Lht. Theological Dictionary Of The Old Testament Vol. II (barar-ar) Groenen OFM dalam Pengantarnya, 2005, hal 130 mengatakan, bahwa sejak dahulu kala di kawasan Timur Tengah surat perjanjian ada susunannya sendiri, terutama mengenai surat perjanjian antara seorang maharaja dan raja-raja bawahannya. Jika bawahan setia melaksanakan maka ia akan mendapat banyak anugerah, sebaliknya jika tidak maka hukuman = kutuk. Tidak jauh dengan pemehaman umat Israel, yaitu setia pada “perjanjian Sinai” berarti hidup menurut ketetapan-ketetapan Allah. Kemungkinan pemahan seperti ini diambilalih dari agama-agama suku Arabia kuno yang hidup sebagai suku gurun. Kemudian diberi pemahaman yang baru oleh umat Israel (Band. Vriezen, 2006:57-62).
[9] Lht. Theological Dictionary,... 1977, hal 279-308; bnd. Ensiklopedi Alkitab,2004, hal 624-625.
[10] Theological Dictionary,..,1977, hal 831; Lht. J. G. McConville, 2002, hal 17; bnd. Wahono, 2004 hal 68.
[11] Bnd. Klaus Koch, Vol. 2, 1984 hal 1; Blommendaal, 1996 hal 19, 60-61; Vriezen, 2006:245-246 mengatakan bahwa singkritesme merajalela. Naskah kitab Ulangan 12-26 yang ditemukan di Yerusalem tahun 622 sM. sangat mempengaruhi reformasi Yosia dalam bidang agama Lht. Weiden, (2000 :59). Reformasi Yosia tidak hanya meliputi daerah Yehuda, tetapi juga sampai ke Betel (2 Raj. 23:14, 15) dan kota samaria (2 Raj. 23:8, 19; 2Taw. 34:6) bahkan juga kekuasaan Israel Utara yang ditaklukan oleh Asyur (2Raj. 23:4; 2Taw. 34:6, 7). Pada masa kekuasaan Asyur, baik Israel Utara maupun Selatan sudah terkontaminasi oleh racun-racun kekafiran. Ketika Manasye menjadi raja atas Yehuda, ia sama dengan raja-raja sesudahnya, yaitu tunduk kepada Asyur serta mengajak masyarakat Yehuda untuk menyembah dewa-dewa Asyur (band. G. Fohrer, 1981:292-293; Roland de Vaux, 1968:337-338; David F. Hinson, 2004:171-172). Tapi raja Yosia berbeda dengan raja-raja sebelumnya yang memelihara dewa-dewa Asyur. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa reformasi ini adalah sebagai tanda bahwa Israel akan melepaskan diri dari tangan Asyur (bnd. Martin Noth, 1960:172). Saat Asyur menjadi lemah dan bangsa-bangsa tahanan membrontak untuk melepaskan diri, sedangkan Babel menjadi bangsa yang kuat. Jangkauan reformasi Yosia cukup luas itu juga kemungkinan untuk memperkuat hubungan antara wilayah-wilayah dan kota-kota propinsi dengan pemerintah pusat di Yerusalem. Kitab 2Taw. 34:6 dst juga memberikan informasi bahwa Yosia telah memperluas kekuasaannya ke Utara menuju Galilea. Keberhasilan Yosia juga didukung situasi politik Internasional, yaitu munculnya Babel sebagai negara yang kuat (Lht. G. Von Rad, 1962, hal 75; bnd. Barnabas Ludj, Cipanas, hal 50-51).
[12] Hans Walter Wolff, Antropology Of The Old Testament, USA: Fortress Proess-Philadelphia, 1975, hal 86-88.
[13] The Interpreter’s Bible-Vol. II, New York: Abingdon Cokesbury Press, 1953, hal 494; band. Lembaga Biblika Indonesia-Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakatra: Kanisius, 2002, hal 197-198.
[14] John Goldingay, Theological Diversity And The Authority Of The Old Testament, William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, Michigan, 1995, hal 206.
[15] Lht. Browning,..,2007 hal 96; bnd. J. Cairns,..,1986, hal 250; John Goldingay, 1995, hal 206 yang mengatakan bahwa berkat itu tidak hanya berkaitan dengan “perjanjian”, melainkan lebih dalam lagi yaitu menyangkut visi karya keselamatan yang dilakukan Allah, yang disampaikan lewat paera nabi-Nya.
[16] šema` yiSrä´ël yhwh(´ädönäy) ´élöhêºnû yhwh(´ädönäy) ´ehäd WTT (Ul. 6:4). TS: Dengarlah hai Israel, Yahwe itu Allah kita, Yahwe itu satu”. Perkataan ini mengantung pengertian yang sangat besar dalah kehiduapan rohani umat Israel. Perhatikan kata “shama” dalam bentuk “imperative” yang menandakan bahwa itu “penting sekali atau tidak boleh diabaikan (harus)”. Kalimat ini menjadi pengakuan iman bagi umat Israel, bahwa Yahwe itu satu. Tidak ada yang lebih besar dari Yahwe. Siapa yang tidak mau mendengar maka itu adalah kutuk. Oleh sebab itu, umat Israel dituntut untuk setia pada perjanjian Sinai yang diberikan Yahwe kepada Musa (bnd. Paul R. House, Old Testament Theology, USA: IntterVarsity Press, 1998, hal 191-192.
[17] G. Fohrer, History Of Israelite Religion, (translited by: David E. Green), London: S.P.C.K 1981 hal 373.
[18] ûb亴û `äleºkä Kol-habberäkôt hä´ëºllè wehissîgùºkä kî tišma` beqôl yhwh(´ädönäy) ´élöheºkä WTT (Ul. 28:2) Perhatikan kata “kol’haberakot ( Analisis : noun common masculine singular construct particle article “brakah” noun common feminine plural absolute homonym 1). Bentuk construct di sini lebih memberi penekanan bahwa Yahwe adalah sumber berkat (bukan dewa-dewa kafir). Dari mana kita tahu bahwa hanya Yahwelah sumber berkat itu? Perhatikan kembali kata selanjutnya, yaitu tišma` beqôl yhwh(´ädönäy) ´élöheºkä RSV: (if you obey the voice of the LORD your God) LAI: (jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu). Mematuhi atau menaati dan mendengarkan suara Yahwe berarti berkat, jika sebaliknya maka itu kutuk (liht. Ul. 7:12-16).
[19] Struktur dari I. J.Cairns, dalam Tafsiran Alkitab Ulangan fasal 12-34, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986, hal 251. ia membuat struktur ini berdasarkan struktur “perjanjian maharaja Eshardon” raja Asyur. Struktur ini adalah sangat kuno sekali yang kemudian. Kemudian dipakai oleh penulis Deuteronomis dan dikaitkan oleh penyusunan pasal 28 dengan perjanjian/ kodeks Yahwe yang berlaku di kalangan Orang Israel, khususnya dalam hal perjainjian yang bersyarat, yaitu hidup sebagaimana mestinya yang diinginkan Allah. Dengan kata lain bahwa itu menjadi bukti bahwa Israel mendengarkan suara Yahwe. 
[20] Martin Noth, Leviticus – A Commentary – The Old Testament Library, Philadelphia: The Westminster, 1965, hal 9; band. Philip J. Budd, New Century Bible Commentary-Leviticus, USA: Marshall Pickering, Wm. B. Eerdmans Publishing Co, Grand Rapids, Michigan, 1996, hal 1
[21] Ensiklopedi...,2005, hal 428.
[22] C. Groenen OFM, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius,2005, hal 115.
[23] Lht. Otto Kaiser dalam pengantarnya 1984:103-104; Wahono, 2004:70-74. Pada masa pembuangan di Babilonia, umat Israel di tempatkan di daerah Tel-Aviv yang teletak di Ibu kota Babilonia. Mereka hidup dengan otonomi yang terbatas, namun ada juga yang hidup berdagang atau bekerja sebagai tukang dengan keahlian-keahlian yang mereka miliki. Sehingga lewat keahlian-keahlian itu ada yang mendapat kedudukan yang terpandang atau terhormat dalam masyarakat Babilonia. Mereka terus menjalin relasi dengan orang-orang sekitar termasuk dalam kehidupan keagamaan, meskipun masih ada yang menolak penyesuaian itu untuk mempertahankan keyakinan mereka kepada Allah. Namun pada umumnya penyesuaian itu terus berlangsung. Weiden mengatakan dalam pengantarnya (2000:69-71) bahwa penyembahan kepada dewa-dewa Kanaan waktu di Palestina itu tidak pernah berhenti. Sehingga tidak heran jika mereka kembali kepada penyambahan dewa-dewa kafir karena menganggap bahwa Yahwe telah dikalahkan oleh dewa-dewa Marduk (lht. Fohrer 1967:311; Soggin, 1976:263 ).
[24] Sellin-Fohrer, Introduction To The Old Testament, (translited by: David E. Green), Abingdon-Nashville, 1978, hal 181.
[25] WTT im-behuqqotay tëlëºkû we´et-miswötay tišmerû we`ásîtem ´ötämDalam ayat ini terj. LAI kurang tepat menurut saya, karena tidak memperhatikan bentuk-bentuknya. LAI menterjemahkan kata im-behuqqotay dan we´et-miswötay dalam bentuk tunggal, yaitu Jikalau kamu hidup menurut ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada perintah-Ku serta melakukannya,“ sedangkan jika kita perhatikan kedua kata benda itu dalam bentuk jamak, bukan tunggal. Lht. BGT: prostagmasin dan entolaz: RSV: “statutes” dan “commandments”; KJV sama dengan RSV: statutes dan commandments NIV: decrees” dan “commands”. Selain bentuk jamak kedua kata benda itu juga dalam bentuk partisif yang sifatnya sedang dan terus-menerus. Kata pertama dalam ayat ini dimulai dengan “jika”. Kata ini menunjuk pada suatu kondisi tertentu, yaitu seharusnya umat pilihan Allah “tetap berjalan dalam ketetapan-ketetapan-Nya dan memperhatikan perintah-perintah-Nya (firman-firman-Nya) dan melakukannya”. Kata “jika” juga mengandung janji Allah, yaitu “berkat” bagi mereka yang tetap setia melakukan perintah-perintah-Nya. Sebaliknya, “kutuk” akan menjadi bagian bagi mereka yang mengabaikan atau tidak setia melakukan perintah-perintah-Nya.  Kata memperhatikan di situ tidak hanya sekedar tahu tetapi mengerti. Hanya orang yang mengerti perintah/firmanlah yang mau melakukan/ menerapkannya.
[26] Ch. Barta, Teologia Perjanjian Lama-Vol. 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006, hal 36-37.
[27] Struktur ini disusun berdasarkan jumlah berkat dan kutuk yang tercantum dalam pasal 26 ini. Menurut beberapa ahli, bahwa biasanya struktur perjanjian di Timur Tengah Kuno yang berisi kasih sejajar dengan hukuman yang disebut juga sebagai kutuk. Maksudnya adalah jika syarat-syarat penghukuman itu ada 5 baris seperti di asas, maka yang tidak menerima hukuman pun (yang menerima berkat, dalam arti tidak terjadi kekerasan, pembunuhan dll tidak lebih banyak dari jumlah butiran hukum itu sendiri.
[28] Band. Collins John J. Preverbs-Ecclesiastes, Atlanta: John Knox Press, 1980, hal 43 mengatakan bahwa bagi orang yang ditindas itu adalah berkat jika ia tetap hidup takut akan Tuhan. Perlu diketahui penulis kitab Amsal juga mengatakan bahwa mereka yang menindas orang miskin, anak yatim, para janda, masyarakat lemah berarti ia sudah menghina sesamanya dan terlebih menghina Sang Pencipta.

5 comments:

  1. Terima kasih tulisannya. Sangat bermanfaat. GBU

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih kembali Br. Antonius Mungsi karena telah mengunjungi blog saya. Kiranya apa yang saya sajikan menjadi berkat bagi kita semua.

      Delete
  2. Sangat memberkati saya sebagai bahan latar belakang Tesis... thx brow GBU

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih saudara Davedica karena telah mengunjungi blog saya, kiranya apa yang saya sajikan memberikan tetesan embun pagi untuk menyegarkan dan mendinginkan hati yang dahaga.

      Kiranya Tuhan Yesus selalu memberkati pelayanannya.

      Delete
  3. Terima kasih untuk inspirasi refleksi yang bermanfaat merenungkan mendalam membangun relasi personal dengan DIA sang pencipta.

    ReplyDelete