Sunday, 29 April 2012

MENCINTAI DAN MEMBENCI BERSATU, MUNGKINKAH?


Oleh: Sugiman




Dalam sebuah hubungan pasti ada manis dan pahitnya. Dengan kata lain, orang yang pernah membuat kita merasa sangat tersakiti sebenarnya adalah orang yang pernah membuat kita bahagia. dan tertawa Artinya, seseorang mengetahui apa artinya kebenciaan adalah sebenarnya orang yang juga mengenal apa artinya kasih sayang. Karena pada intinya kebenciaan dan kasih sayang adalah dua hal (sifat) yang sangat berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan dan juga sekaligus tidak dapat dipersatukan. Tidak dapat dipisahkan yang saya maksudkan di sini adalah dalam konteks keterkaitan.


Dalam banyak kasus hampir semuanya bermuara pada kasih dan benci. Salah satu kasus yang sering menjadi dilema adalah, di mana seseorang sangat mencintai pasangannya atau pacarnya, tetapi karena peristiwa tertentu, misalnya pernah diperkosa atau sudah melakukan hubungan intim sebelumnya dengan mantan pacar,  atau sudah tidak perawan lagi, maka lambat laun ketika diketahui oleh pacar barunya atau oleh suaminya sehingga menimbulkan kebenciaan. Misalnya sebuah kisah nyata yang menimpa Rama, di Semarang, yang dimuat dalam “Health Kompas.com” memperlihatkan betapa ia mengalami stress dan depresi berat setelah mengetahui bahwa pacarnya tidak perawan lagi. Berikut adalah kisahnya saat berkonsultasi dengan dr Andri,SpKJ, seorang psikiater, sekaligus penanggung jawab Klinik Psikosomatik RS Omni, Alam Sutera, Tangerang:

Dok, saya ingin mencari jalan keluar atas belenggu yang teramat sangat menyiksa. Saya pacaran dan berniat serius sama seorang wanita selama 3 tahun lebih. Kesetiaan, kejujuran dan ketulusan selalu kami junjung tinggi meski kami long distance relationship (LDR), karena kami memang berniat serius untuk sampai pelaminan.

Sampai datang pada suatu masalah dan kita "break" pacaran. Namun karena saking bencinya sama saya, dia putuskan untuk menerima cinta dari laki-laki lain. Dan petaka itu pun terjadi. Dia diperkosa oleh pacarnya. Tetapi anehnya, dia tidak mau  menikah dengan pacarnya itu, karena memang dia cintanya sama saya.

Ini bagamana dok ? Satu sisi saya sangat teramat mencintai dia, dan dia pun begitu mencintai saya.. tapi di sisi yang lain,.. saya frustasi dan menjadi depresi berat kalau ingat dia sudah tidak suci lagi. Bagaimana dok, saya lanjut sama dia atau mundur? Sejak tahu peristiwa itu, saya semakin memikirkan dia, dan enggak bisa kalau tanpa dia. Tapi saya juga tiba-tiba jadi emosi dan begitu murka sama dia. Bagaimana penyelesaiannya? Mohon pencerahannya.. Trims


Sumber :

Untuk memahami peristiwa yang dialami oleh Rama di atas, ada dua kata kunci sifat yang menjadikan masalah itu dilema, yaitu mencintai dan membenci. Dua kata sifat itu memang dua pasangan yang tak dapat diceraikan dan juga tak dapat dipersatukan atau didamaikan. Mengapa? Karena keduanya memiliki muatan atau nilai yang berbeda satu sama lain. Tetapi kedua sifat itu sangat tergantung pada objek yang dibenci atau dikasihi. Misalnya, jika seseorang membenci perbuatan yang jahat, maka itu  adalah baik. Sebaliknya, jika seseorang mencintai perbuatan jahat maka itu adalah buruk. Karena itu, kita harus bisa membedakan antara manusia dan kejahatan. Dengan kata lain, mengasihi manusianya tidak berarti mengasihi sifat-sifatnya yang jahat atau buruknya. Demikian juga sebaliknya, yaitu membenci sifat-sifatnya yang jahat dan buruknya tidak berarti membenci manusia atau pribadinya. Artinya, di sini dibutuhkan kecerdasan untuk memisahkan keduanya tanpa harus mengorbankan manusia.

Jadi, bagaimana kaitannya dengan masalah di atas, seperti yang dialami oleh Rama? Apakah hubungan akan terus dilanjutkan atau berhenti di tengah jalan? Jawabannya ada di dalam setiap pribadi seseorang itu sendiri. Tetapi jangan abaikan hati nurani, sebab cinta sejati erat kaitannya dengan hati nurani, dan itulah satu-satunya kekuatan yang diberikan Tuhan kepada setiap orang untuk ia tetap mengasihi sesamanya tanpa melihat ketidaksempurnaannya.

Cinta sejati pada dasarnya tidak pernah menolak ketidaksempurnaan, melainkan menerimanya sebagai mana adanya. Tetapi cinta akan menjadi lebih mulia jika diberikan pada orang yang tepat dan pantas menerimanya. Maksud saya adalah, jika masih ada kebencian dalam hati seseorang, maka cinta yang dia berikan bukanlah cinta yang tulus dan murni karena itu tidak berarti apa-apa. Jadi lebih baik tidak diberikan sama sekali dari pada harus menjadi batu sandungan dan menjadi senjata kita untuk memojokkan seseorang hanya karena kesalahannya. Tetapi jika Anda sanggup menerimanya apa adanya, maka itulah cinta sejati Anda, dan Anda merasa bahwa hanya dialah yang berhak menerimanya.

Thursday, 26 April 2012

EMPAT MALAM TERAKHIR ITU SANGAT BERKESAN BAGIKU


Oleh: Sugiman

Hatiku sangat bahagia setelah lulus kuliah di Sekolah Tinggi Teologi Cipanas – Jawa Barat. Selama empat tahun bergelut dengan buku, ditambah tiga kali Praktik Kerja Lapangan, praktik selama dua bulan 2x, yaitu di kepulauan Mentawai dan Pekanbaru – Riau. Sedangkan praktik selama enam bulan 1x di Paloh – Kalimantan Barat. Jadi jika ditotal waktu keseluruhan adalah genap lima tahun lamanya. Artinya, selama empat tahun empat bulan aku tidak pernah pulang ke kampung halaman, tempat di mana aku dilahirkan, khususnya di desa Batu Hitam – Kecamatan Sajingan Besar – Kebupaten Sambas – Kalimantan Barat. Hal itu aku lakukan bukan karena sudah melupakan tempat kelahiranku, tetapi karena keterbatasan ekonomi.

Setiap kali menjelang liburan, aku terkadang merasa iri dengan teman-teman yang pulang ke kampung halaman mereka. Setelah tiba di kampus mereka selalu membawa segudang cerita indah bersama keluarga di kampung. Alangkah senangnya hati bisa bertemu kembali dengan teman-teman, dan terlebih bertemu dengan orangtua di kampung, gumumku. Tapi sayang itu hanya hayalan yang tak pernah kesampaian atau terkabulkan dalam hidup selama kuliah. Itulah sebabnya, aku merasa sangat bersalah dengan bapak yang tinggal seorang diri di kampung. Seolah-olah aku sudah melupakan, tidak peduli dan tidak lagi menaruh perhatian padanya. Bahkan saat aku teringat pada bapak, tidak jarang aku meneteskan air mata sebelum tidur di malam hari.

Hatiku sangat sedih dengan keadaan yang tidak memungkinkan itu. Aku sangat kuatir dengan keadaan bapak yang tinggal seorang diri. Apalagi bapak tinggal jauh dari keramaian, yaitu tinggal di pondoknya yang terletak di tengah-tengah kebun karet. Kalau di ukur jarak tempuhnya kira-kira 1 kilo meter dari kampung utama (keramaian), itupun hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki, melewati sawah dan kebun karet. Semenjak aku masih duduk di Sekolah Dasar bapak memang sudah mengajakku tinggal di sebuah pondok kecil yang terletak di tengah kebun karet itu. Alasannya, karena setelah bangun pagi langsung bisa kerja atau menyadap pohon karet, tegas bapak. Tetapi setelah SMP dan SMA aku terpisah jauh dari bapak, yaitu membutuhkan satu hari perjalanan ke kampungku. Kalaupun pulang pada saat liburan kenaikan kelas, atau libur pada saat Lebaran, tahun baru Imblek atau Natal, aku pasti di rumah tante, adik almarhum ibu. Tetapi bapak selalu datang dan pasti disuruh nginap oleh tante selama aku liburan. Itulah sebabnya aku sangat rindu pada bapak.

Jarak kami menjadi sangat jauh ketika aku kuliah di STT Cipanas, yang sudah pasti tidak mungkin terjangkau dengan uang seratus ribu rupiah. Keadaan ekonomi yang terbatas telah memaksaku untuk tidak bertemu sementara waktu dengan bapak, yaitu selama kuliah. Yang lebih tidak masuk akal lagi adalah, selama kuliah aku tidak pernah berkomunikasi lewat telepon atau surat dengan bapak. Entah mengapa, untuk menulis sepujuk surat pun seolah tidak sempat. Padahal aku tahu, bahwa aku sangat rindu dan kuatir dengan keadaan bapak. Karena kesibukan, yaitu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen, rasa rindu dan kuatirku seolah terasa terobati, sekalipun hanya untuk sementara waktu. Apalagi dikampungku belum ada kantor pos, dan sinyal handphone. Meskipun, sebenarnya itu bukan alasan yang tepat bagiku untuk tidak berkomunikasi dengan bapak. Tetapi itulah realita yang tidak bisa ku sembunyikan.

Setelah keadaan mulai santai, aku kembali teringat pada bapak, tetapi tetap saja aku tidak melakukan suatu tindakan apapun demi sebuah komunikasi. Padalah aku tahu, bahwa bapak pasti sangat rindu padaku. Tapi itulah kesalahan yang seharusnya tidak perlu kulakukan. Itulah sebabnya aku merasa sangat bersalah dan berdosa pada bapak. Mungkin banyak orang akan mengatakan, bahwa aku adalah salah seorang yang melupakan dan tidak berbakti pada orangtua. Tetapi itu telah terjadi dan tidak bisa direkonstruksi ulang atau dikembalikan. Kalau ada orang yang turun ke kota dan menghubungiku lewat handphone, dan hal pertama yang aku tanyakan pada mereka adalah bagaimana keadaan bapakku di kampung? Dengan nada santai, mereka selalu mengatakan jangan kuatir, karena bapak tetap sehat-sehat selalu dan bahkan dia sangat rajin beribadah. Sejenak aku merasa lega, tapi tetap saja aku sangat kuatir dengan keadaan bapak. Bahkan ketika mendengar, bahwa bapak semakin rajin beribadah membuatku ingin secepat mungkin bertemu dengan bapak. Dalam hati aku merasakan getaran betapa bapak selalu mendoakanku supaya berhasil.

Aku menggunakan kesempatan sebaik mungkin untuk menimba ilmu di STT Cipanas, sebelum tidur, aku selalu memohon kepada Tuhan supaya bapak dijauhkan dari segala sakit penyakit atau malapetaka lainnya. Aku selalu berharap bahwa bapak Tuhan pasti mendengarkan doa permohonanku. Dalam hati aku berjanji, bahwa suatu saat nanti, setelah aku berhasil dan pulang ke kampung, aku akan tinggal kembali bersama bapak seperti tiga belas tahun yang silam. Aku benar-benar tidak mau jauh lagi dari bapak. Aku ingin menjaga dan merawatnya dengan tanganku sendiri. Bahkan aku juga akan memperkenalkan kepada bapak mengenai seseorang yang akan menjadi pendamping hidupku kelak.

Aku selalu berharap kepada Tuhan, bahwa bapak akan menjadi matahari dalam hidupku. Demikian juga ketika aku tidur, bapak akan tetap menjadi sebatang lilin di sampingku. Aku sangat rindu dengan bapak, aku tidak sabar untuk bertemu dengan bapak yang sudah sekian lama terpisah jauh dariku. Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan kepada bapak selama kuliah di STT Cipanas, baik suka maupun duka. Mungkin jika dituliskan dalam bentuk buku, waktu tiga bulan tidaklah cukup untuk membacanya. Sungguh, dalam setiap perjalanan hidup seseorang pasti ada suka dan dukanya. Itulah juga yang aku rasakan selama kuliah berlangsung, dan itulah harga yang harus aku bayar lunas, yaitu terhadap diriku sendiri, terhadap sponsor dan terlebih terhadap Tuhan yang telah memberikan aku kesempatan untuk kuliah.

Sukanya adalah, aku sangat bangga menjadi anak bapak, yang bisa bertemu dengan berbagai jenis manusia sekalipun sebenarnya aku berasal dari keluarga yang tidak mampu. Desa Batu Hitam, yaitu salah satu terpencil dan terabaikan di Kecamatan Sajingan Besar – Sambas – Kalimantan Barat telah menjadi saksi bisu atas keluargaku. Sedangkan dukanya adalah, aku tidak bisa bertemu dengan bapak seperti waktu aku masih di kampung. Aku tidak bisa melihat senyum dan tawa bapak ketika merasa bahagia dan kesedihan saat sulit melanda. Selain itu, aku juga tidak bisa membantu bapak lagi untuk mencari nafkah seperti tiga belas tahun yang silam. Tetapi aku yakin, bahwa Tuhan pasti mempertemukan kita kembali.

Beberapa minggu setelah ujian skripsi aku begitu bersemangat pulang dan menginjakan kaki di bandara Supadio Pontianak – Kalimantan Barat. Tanpa menunggu lama, aku langsung naik angkutan travel menuju kota Singkawang. Karena waktu sudah tidak memungkinkan (kemalaman), maka besok harinya aku melanjutkan perjalanan menuju Kartiasa melewati kota Sambas. Di sana aku dijemput menuju kecamatan Paloh, dan selama seminggu aku di Paloh menggantikan tugas pak Pdt. Osias Kause, karena beliau pergi ke Pontianak. Kemudian setelah beliau tiba baru aku berangkat menuju kampung halaman, desa kelahiranku. Sorenya aku sudah tiba dan bisa bertemu dengan bapak. Aku sangat bahagia bertemu dengan bapak dalam keadaan sehat walafiat. Aku merasa seperti orang yang sedang bermimpi, tetapi sungguh itu nyata. Senyum dan tawa kebahagiaan juga terpancar di wajah bapak yang menatapku dengan benuh belaskasihan. Kami pun tinggal bersama di rumah tante, tidur di ruangan yang sama, minum kopi bersama, bercanda dan tertawa bersama. Selama empat malam bapak menemaniku tidur di rumah tante. Setelah itu aku harus menjalankan Praktik Kerja Lapangan di desa Sasak dan Senipahan, yang jaraknya tidak jauh dari kampungku. Tetapi beberapa minggu kemudian, tepatnya Jum’at 04 Februari 2011 bapak meninggal dunia di pondoknya yang terletak di tengah-tengah kebun karet. Saat itu aku merasa, bahwa hidup ini sangat kosong, gersang dan tidak berarti apa-apa. Padahal saat itu tinggal bulan menjelang hari wisudaku, tetapi bapak telah pergi meninggalkan aku seorang diri untuk selama-lamanya. Sungguh, aku tidak pernah menyangka, bahwa empat malam kebahagiaan kami itu akan menjadi hari yang terakhirku bertemu dengan bapak. Selama empat tahun empat bulan kami tidak bertemu, tetapi hanya dibayar dan diganti dengan empat malam kebahagiaan. Kini, lantai dua di rumah tante telah menjadi saksi bisu atas kebahagiaan kami berdua. Sedangkan kebun karet telah menjadi saksi atas kepergian bapakku.

Waktu terasa sangat singkat, bapak orangtuaku satu-satunya yang sangat aku sayangi. Tetapi kini semuanya telah berakhir. Aku hanya bisa mengenang dan mengambil hikmah di balik peristiwa menyedihkan itu. Kini aku tinggal hidup sebatang kara, hidup mengembara di dalam dunia dan sembari melawan arus kesedihan dan keputusasaan. Setidaknya, hidupku masih memberikan makna dan buah yang baik bagi orang lain. Aku selalu berharap, bahwa semoga hidupku tetap berada di bawah pengamatan Tuhan. Karena aku tahu Dia sangat peduli atas kehidupan setiap orang yang selalu menyandarkan harapan hidupnya kepada-Nya. 

Para pembaca yang budiman, jangan sia-siakan kebahagiaan Anda bersama orang-orang yang sangat Anda kasihi, terutama terhadap kedua orangtua Anda. Jangan pernah memandang mereka dengan sebelah mata, tetapi pandanglah mereka dengan kasih yang tulus, yang berasal dari lubuk hati Anda yang terdalam. Terimalah mereka apa adanya sekalipun menurut Anda mereka jauh dari kesempurnaan! Karena pada dasarnya, cinta bukan mencari kesempurnaan, melainkan menerima ketidaksempurnaan demi sebuah kebahagiaan, yang dapat dinikmati bersama-sama. Ingat! Jangan biarkan kotak kasih dan kemesraan Anda tetap tertutup sampai mereka tiada, tetapi lakukanlah segala sesuatu yang bisa Anda lakukan demi kebaikan bersama! Karena akan datang waktunya, yaitu di mana tidak seorang pun dapat melakukannya lagi seperti ketika mereka masih hidup bersama-sama dengan Anda.  

Wednesday, 25 April 2012

YANG TIDAK SEPENUHNYA AKU DAPATKAN DARI IBU


Oleh: Sugiman

Aku lahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Tetapi hanya aku yang beruntungan dari mereka berdua. Atas anugerah Tuhan aku diberikan kesempatan untuk menghirup udara segar, melihat matahari terbit dan melihat luasnya dunia ini. Orang-orang di desaku dan tante mengatakan, bahwa ibuku meninggal dunia semenjak aku berusia + 3 tahun karena diracun lewat minum kopi di rumah seseorang yang sebenarnya masih ada hubungan dengan keluarga kami. Tidak lama kemudian, kakak laki-lakiku yang meninggal karena tengkorak kepalanya retak setelah dibenturkan oleh bapak ke persegi tiang pintu rumah. Banyak orang bilang kalau bapak saat itu tempramental dan ekstrim emosional. Sedangkan adikku, perempuan satu-satunya, yang masih bayi juga meninggal karena sakit selama seminggu yang tidak diketahui apa penyakitnya. Secara jujur memang aku tergolong orang yang malang, tetapi sekaligus aku merasa orang yang paling beruntung dari mereka.

Tidak berapa lama kemudian, aku diajak tante untuk tinggal di rumahnya bersama nenek yang tidak pernah lelah dan mengeluh merawatku. Begitu juga dengan tante yang sangat mengasihi dan mencintaiku seperti ibu mengasihi aku sebelumnya. Sekalipun sebenarnya aku belum bisa merasakan lembutnya sentuhan ibu saat menggendong dan memegang tanganku atau saat ia membelau rambutku. Bahkan aku tidak tahu apapun seperti apa sebenarnya paras ibuku, tapi yakin beliau pasti cantik, anggung, lemah lembut, ramah, penuh perhatian dan mengasihiku dengan sepenuh hatinya. Itulah sebabnya aku sangat penasaran dan rindu padanya.

Setiap hari ibu, aku selalu menangis karena kesedihan yang mendalam, tetapi sekaligus aku merasa terharu melihat anak-anak yang memberikan kado atau hadiah pada ibunya. Terkadang aku sangat iri, dengki dan cemburu melihat teman-temanku yang masih memiliki ibu. Mereka bisa berbagi cerita di masa kecilnya, terlebih sosok ibu yang memberikan kasih sayang pada anak-anaknya. Aku merasakan, alangkah bahagianya hidup mereka. Itulah sebabnya aku sangat sedih ketika melihat dan mendengar ada anak yang membenci dan membentak-bentak ibunya, dalam hati seolah aku ingin mengatakan “boleh tidak ibumu juga jadi ibuku, biarkan ia tinggal bersamaku!” gumumku. Tetapi itu hanya hayalan dan impian belaka.

Sosok seorang ibu begitu berarti bagiku yang hidup sebatang kara. Bahkan pernah aku berpikir, bahwa kalau ada ibu-ibu yang bersedia menjadi ibuku, sekali pun hanya ibu angkat aku akan membuka pintu hatiku bagi mereka dan aku pun bersedia menjadi anaknya. Tetapi sayang, hingga saat ini pun aku tetap seorang anak yang tidak beribu. Meskipun begitu, aku tetap merasa orang yang sangat beruntung dari mereka yang memiliki ibu. Karena mereka cuma punya satu ibu, sedangkan aku mempunyai lebih dari satu ibu, walaupun sebenarnya bukan ibu kandungku. Tetapi kasih sayang yang aku dapatkan dari mereka mungkin tidak jauh berbeda dengan kasih sayang yang ibu kandung berikan terhadap anak-anaknya. Inilah yang membuatku tidak pernah berhenti bersyukur pada Tuhan.

Bagiku, sosok seorang ibu yang benar-benar menyadari tugas dan tanggung jawabnya sebagai ibu adalah seorang pahlawan yang berani mempertaruhkan nyawanya untuk anaknya sewaktu melahirkan. Bahkan tidak jarang ibu yang meninggal pada saat melahirkan akibat pendarahan yang dialaminya, sehingga beliau kekurangan darah. Berbeda halnya dengan sebagian besar kaum bapak yang lebih memilih untuk mengorbankan anaknya ketika dokter menawarkan atau memperhadapkannya pada suatu dilema. Misalnya, pada saat proses kelahiran yang sangat sulit, yang di mana salah satu nyawa manusia harus dikorbankan, yaitu anak atau ibu yang harus diselamatkan? Maka sudah pasti ayah atau bapak biasanya akan memilih nyawa ibu yang harus diselamatkan. Bahkan aku pun jika diperhadapkan dengan dilema seperti itu pasti memilih nyawa ibunya yang diselamatkan. Mengapa? Silahkan jawab sendiri!. Tetapi berbeda halnya dengan kaum perempuan pada umumnya yang menyadari dan mengenal siapa dirinya. Mengapa saya katakan demikian? Karena ada perempuan yang tidak mengenal siapa dirinya, sehingga seenaknya ia membuang anaknya sehabis melahirkan, atau membunuh anaknya sendiri dengan cara aborsi atau cara yang lainnya. Sekalipun sebenarnya tidak semua ibu memiliki sifat yang demikian.

Dengan kata lain, masih banyak ibu yang sangat mengasihi anak-anaknya sekalipun dirinya terkadang sering diabaikan atau dilupakan oleh anak-anaknya. Bahakan tidak sedikit juga ibu yang sangat mengasihi anaknya, tetapi justru disakiti oleh anaknya, mulai dari penolakan atau tidak diakui dan dibiarkan hidup menderita seorang diri. Biasanya hal ini terjadi karena si anak malu untuk mengakui orangtuanya yang miskin di kampung setelah sang anak hidup nyaman dan berhasil di kota. Padahal betapa banyak anak-anak piatu (motherless child) yang merindukan sosok seorang ibu dalam hidupnya, termasuk aku sendiri. Karena, bagaimana pun sosok seorang ayah terkadang tidak bisa menggantikan posisi ibu sepenuhnya di dalam keluarga dan begitu pula sebaliknya. Artinya, tidak berarti sosok ayah tidak penting lantas harus diabaikan. Tetapi keduanya sama pentingnya. Hanya saja dalam tulisan ini aku hanya menyoroti sosok seorang ibu. Mengapa? Karena sebelumnya aku tidak pernah merasakan sentuhan ibuku. Harus ku akui, bahwa bagaimana pun sosok ibu pada umumnya sesungguhnya dibutuhkan untuk memberi sentuhan yang halus, sangat lembut dan berbeda dengan sentuhan bapak. Sekalipun harus diakui juga bahwa ada bapak yang sama lembutnya dengan sentuhan sang ibu, dan begitu pula sebaliknya, yaitu ada ibu yang menyerupai sentuhan sang bapak pada umumnya. Tetapi itu sangat jarang terjadi di dalam keluarga. Karena itulah aku sangat merindukan belaskasihan seorang ibu dalam hidupku.

Lembutnya sentuhan seorang ibu telah membuatnya berbeda dengan sosok sang bapak. Perhatian ibu terhadap anaknya begitu besar dan tulus. Aku kira itulah yang tidak ku dapatkan hingga saat ini. Bahkan tidak jarang aku menganggap sebagian dari ibu teman-temanku ku anggap seperti ibuku sendiri. Oleh sebab itu, berbahagialah Anda yang masih memiliki ibu, yang hingga saat ini masih memberikan sentuhan lembutnya pada Anda. Jangan sia-siakan kehadiran mereka dalam hidup Anda, kasihilah mereka dengan sepenuh hati selagi mereka masih ada bersama-sama dengan Anda! Ungkapkanlah kata-kata indah yang dapat membuat mereka merasakan kebahagiaan hidup bersama Anda! Lakukanlah hal-hal yang bernilai mulia pada mereka! Rawatlah mereka selagi Anda dapat melakukannya, dan penuhi hidup mereka dengan budi baik selagi hati mereka dapat digetarkan! Ingat, jangan pernah menahan kasih kepada orang yang berhak dan pantas menerimanya, sementara Anda mampu melakukannya! Karena ada saatnya Anda akan menyesal seumur hidup ketika di mana Anda tidak sempat melakukannya saat beliau membutuhkannya. Karena itu, jangan tunggu nanti, tetapi lakukanlah sekarang!

PERJUANGAN TUNAS BUNGA BAKUNG


Oleh: Sugiman

Apa saja yang Anda impikan dan lakukan, mulailah mengerjakannya dengan tekun. Di dalam keberanian terdapat kecerdasan, kekuatan, dan keajaiban.Goethe

Sebuah tunas bakung menyembul keluar di sebuah tebing yang curam. Melihat tunas muda itu, pohon-pohon di hutan mentertawakan, rerumputan mengejek, dan hewan liar menyuruhnya menghentikan niatnya untuk bertumbuh. Tapi tunas bakung tidak peduli. Ia tetap memantapkan niatnya untuk tumbuh menjadi bunga yang indah. Ia menyerap sinar matahari dan air yang cukup dari dalam tanah demi kelangsungan hidup dan demi terwujudnya impian untuk menjadi bunga bakung yang indah menawan. Melihat ketetapan hati si tunas bakung, pohon-pohon di hutan, rerumputan, dan hewan liar kembali melemahkan semangatnya dengan mengatakan: Sudahlah, sekalipun keinginanmu untuk menjadi bunga yang indah tercapai, tak seorang pun yang akan datang menyaksikan keindahanmu karena kau tumbuh di tebing yang curam.

Namun, sekali lagi hati si tunas bakung tidak tergoyahkan oleh kata-kata negatif itu. Ia hanya mengharapkan satu hal: sebagai bunga ia harus memenuhi kewajibannya untuk bertumbuh dan memancarkan keindahan.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan bulan berganti bulan. Tiga bulan kemudian bunga bakung itu sudah semakin tinggi dan, yang lebih penting lagi, bunga bakung mulai memperlihatkan beberapa kuncup bunga. Pohon-pohon di hutan, rerumputan, dan hewan liar masih saja meragukan eksistensi si bunga bakung. Seminggu kemudian, kuncup-kuncup itu mekar dan memperlihatkan keindahan sebagai bunga bakung. Kini pohon-pohon di hutan, rerumputan, dan hewan liar diam seribu bahasa.

Si bunga bakung terus berkembang, semakin banyak dan mulai menutupi sebagian besar tebing. Warna putih kini menggantikan rerumputan liar yang tumbuh di tebing yang sama. Tampaknya rerumputan hanya memiliki keinginan kecil untuk bertumbuh sehingga dengan mudah dikalahkan oleh bunga bakung yang memiliki tekad serta keinginan kuat untuk bertumbuh dan memancarkan keindahan sebagai bunga bakung. Tak lama kemudian, tebing yang tadinya tidak menarik, kini seluruhnya ditutupi bunga-bunga bakung yang indah bak permadani putih yang terhampar.

Orang-orang dari berbagai kota, bahkan negeri, mulai berdatangan untuk menyaksikan indahnya tebing yang ditutupi bunga bakung. Tadinya tebing itu tidak menarik dan dilupakan. Tak seorang pun berkunjung karena tak ada sesuatu yang menarik di sana. Namun, kini segalanya telah berubah; tebing itu jadi sangat terkenal. Kali ini, pohon-pohon di hutan, rerumputan, dan hewan liar tersipu malu dan diam membisu.

Refleksi

Untuk mewujudkan impian, harapan dan cita-cita tidaklah cukup hanya dengan hasrat yang kuat kemudian duduk diam, menunggu harapan itu terwujud dalah hidup Anda. Tetapi impian, harapan dan cita-cita itu hanya akan terwujud dan membahagiakan jika ia tidak ditinggalkan oleh semangat kerja keras dan sikap pantang menyerah. Itulah nilai juang yang selalu setia menemani setiap orang yang juga setia kepadanya. Keyakinan yang kuat akan menjadi tenaga pembangkit semangat jugang yang tak tergoyahkan seperti pada bunga bakung. Karena hanya mereka yang berani berjuanglah yang mampu menemukan cara-cara baru untuk mewujudkan impian, harapan dan cita-citanya. Tentu impian, harapan dan cita-cita itu memerlukan pondasi atau dasar yang sangat kuat untuknya tetap berdiri teguh menghadapi licinnya jalan, tajamnya kerikil, dan ganasnya badai. Karena itu, letakanlah pengharapan, impian, dan cita-cita Anda di bawah tuntunan Tuhan, yang selalu setia menemani Anda dalam segala situasi. Hanya Dialah yang sanggup membawa Anda menyebrangi lembah kelam, menggendong Anda saat melewati kerikil yang tajam, dan melindungi Anda saat ganasnya badai yang akan mencelakai Anda.

Tuhan tidak pernah membiarkan orang-orang yang menyandarkan harapan, impian dan cita-citanya. Karena sesungguhnya, Tuhan sangat peduli kepada mereka yang tetap hidup di bawah pimpinan-Nya. Bahkan Dia sanggup menjangkau bagian-bagian hidup Anda yang tak terjangkau oleh orang lain. Karena itu, tutuplah telinga Anda terhadap suara-suara yang berusaha membuat Anda putus asa dan menyerah, tetapi pasang dan bukalah telinga Anda untuk mendengarkan suara-Nya yang lembut mengatakan: “Jangan takut, sebab Aku besertamu!”.


Disadur dari buku: Segengam Mutiara Kehidupan

“SUNGGUH KU TAK SANGGUP MEMBALASNYA”


Oleh: Sugiman

Tuhan, bagaimana aku harus bernyanyi tentang kasih dan cinta-Mu yang begitu besar kepadaku?
Dapatkah aku mengumpulkan segudang kata-kata indah untuk merangkai puisi tentang pengorbanan-Mu yang besar itu kepadaku? Dan mungkinkah aku dapat menggambarkan berapa besar kasih-Mu padaku?

Mahkota duri yang tajam, pedih yang tertanam di kepala-Mu seolah-olah ku tancapkan untuk  mengantikan mahkota kemuliaan-Mu. Bersama mereka aku tertawa tanpa merasa bersalah sedikit pun pada-Mu! Bersama seorang murid yang Engkau kasihi aku telah mencium dan menjual-Mu! Dan bersama seorang murid yang sangat Engkau kasihi juga aku telah menyangkali-Mu sebanyak tiga kali!

Bersama para imam, para pemimpin agama dan orang-orang Farisi aku mencaci maki Engkau! Bersama Pilatus aku telah membasuh tanganku sebagai tanda tak bersalah apapun pada-Mu! Bahkan dengan suara lantang dan keras aku bersama orang banyak telah meneriakan kematian-Mu di bukit Golgota. Aku lebih memilih Barabas, seorang perampok, pembunuh yang ditahan dibandingkan meneriakan pembebasan-Mu.

Tetapi karena kasih-Mu yang besar atas diriku yang berdosa ini, Engkau rela menyerahkan nyawa-Mu. Eangkau menganggap aku tidak tahu apa yang aku lakukan pada-Mu. Padahal aku tahu pasti bahwa aku telah melakukan kesalahan besar yang tak terampuni oleh siapapun. Tetapi Engkau sanggup melakukannya untuk diriku dan hanya untuk keselamatanku.

Bahkan Engkau telah membalut luka-luka yang ada di dalam hatiku dengan kasih-Mu yang kudus. Rasa bersalah yang menekan batinku telah Engkau sembuhkan dengan bilur-bilur-Mu. Segala dosa yang merasuk serta merusak hidup dan masa depanku pun telah Engkau basuh dan hapuskan dengan darah-Mu yang kudus.

Tuhan, entah berapa kali daku telah berkhianat pada-Mu, namun mengapa kasih setia-Mu tetap memihak kepadaku yang hina ini? Apa sebenarnya yang Engkau inginkan dariku? Haruskah aku bekerja sepanjang hari mencari segudang harta dan uang untuk membayar biaya pengorbanan-Mu? Dengan darah apakah aku harus mengantikan darah-Mu yang tercurah di atas kayu salib supaya aku tidak berhutang apapun kepada-Mu?

Sungguh, aku tak mampu untuk membalas semua kebaikan, kasih dan setia-Mu kepadaku. Kerelaan-Mu, yang telah mengorbankan nyawa-Mu bagi ku yang hina ini, telah membuatku berhutang pada kasih-Mu yang abadi. Bahkan, sampai kapan pun aku tetap berhutang pada pengorbanan-Mu.

Sungguh, Engkau telah menghidupkan aku dari kematian! Engkau telah menghembuskan napas kehidupan yang abadi di dalam jiwaku! Di dalam tubuhku telah Engkau alirkan darah-Mu untuk menghidupkan semua urat nadiku.

Tuhan kini aku benar-benmar sadar akan siapa diriku di hadapan-Mu! Aku sadar, bahwa aku tidak dapat membalas kasih-Mu yang kudus dan besar itu. Aku hanya bisa berserah sepenuhnya kepada-Mu sebagaimana adanya daku. Hanya itulah yang dapat ku berikan kepada-Mu ya Tuhanku yang Maha Kasih.

Tuesday, 24 April 2012

“OH INI MAKSUD-NYA…”


Oleh: Sugiman

Sebagian besar orang, termasuk saya pernah mengatakan bahwa hidup ini bagaikan sebuah teka-teki silang yang rumitnya minta ampun. Apalagi bagi mereka yang secara turun temurun telah merasakan susah dan kerasnya hidup ini. Tetapi itulah risiko kehidupan di dunia. Namun demikian, tidak berarti hidup ini tanpa kebahagiaan sedikitpun, yang membuat seseorang bisa mensyukuri keberadaannya. Salah satu kisah nyatanya adalah dialami oleh Margaret Haughery dari New Orleans (1813-1882). Sewaktu masih sesesok bayi mungil, kedua orangtua Margaret telah meninggal dunia. Kemudian ia dipungut oleh dua orang pemuda yang sama miskin dengan keluarganya. Meskipun demikian, ia tetap mendapatkan kasih sayang yang sama besarnya seperti yang ditunjukan oleh kedua orangtuanya. Hingga dewasa ia masih tinggal bersama mereka seperti layaknya keluarga yang hidup bahagia.

Kemudian ia menikah dan dan mempunyai seorang anak, tetapi tidak lama kemudian suaminya meninggal dunia, dan begitu pula dengan anaknya. Akhirnya, ia tinggal sendirian dan berjuang mengarungi keras dan pahitnya hidup ini. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, ia bekerja sangat keras, yaitu menyetrika pakaian di perusahan Binatu, dan setiap hari dari pagi hingga malam hal ia lakukan tanpa menyerah. Karena berdekatan dengan sebuah jendela, maka ia sering mengamati anak-anak yatim piatu yang sedang bekerja dan bermain, yang letaknya tidak jauh dari tempat kerjanya. Tetapi tidak lama kemudian seluruh kota itu dilanda wabah penyakit yang sangat dahsyat dan mematikan. Akibatnya, banyak ibu dan ayah yang menjadi korban jiwa saat itu, sehingga mereka meninggalkan banyak sekali anak-anak yatim piatu.

Di wajah anak-anak yatim piatu itu terpancar betapa mereka telah disakiti oleh kehidupan ini. Mereka sangat membutuhkan belaskasihan dari para sahabat, terutama dari kedua orangtua mereka. Namun, mereka telah kehilangan sosok ibu dan ayah yang selama ini mereka jadikan pelindung, naungan, tempat mengadu saat menangis, dan tertawa saat mereka bahagia. Dalam keadaan yang serba sulit dan hidup di dalam kemiskinannya, Margaret merelakan dirinya untuk menjadi ibu dari anak-anak yatim piatu di kota itu. Ia menyisihkan setengah dari gajinya untuk menghidupi mereka. Setiap hari ia bekerja lebih keras dari hari biasanya demi anak-anak yatim piatu yang sangat ia kasihi. Kasihnya yang begitu besar terhadap anak-anak yang terabaikan membuat semua pekerjaan yang dia lakukan terasa ringan dan menyenangkan.

Tidak lama kemudian, berkat kerja kerasnya ia membeli dua ekor sapi beserta sebuah gerobak dorong. Setiap hari ini mengantarkan susu dengan kereta dorong kepada para pelanggannya. Sebelum pulang, ia menyempatkan diri untuk masuk ke hotel-hotel dan ke rumah-rumah orang berada meminta sisa-sisa makanan untuk anak-anak yatim piatu yang kelaparan, dan sering itulah yang mereka makan di saat masa-masa sulit. Sebagian sisa uang yang ia dapatkan disumbangkan ke panti-panti asuhan. Tidak hanya itu, berkat hasil kerja kerasnya juga, ia mampu mendirikan panti asuhan khusus untuk bayi, yang disebut sebagai “Pondok Bayi”. Meskipun demikian, ia tetap hidup berkecukupan dan bahkan lebih dari cukup. Margaret terus menekuni hidupnya sebagai wanita perkasa, yaitu menjadi ibu atas anak-anak yatim piatu di kota itu dan bekerja sepanjang hari untuk mereka. Tidak lama kemudian ia mendirikan pabrik roti dengan mesin tenaga uap. Hal itulah yang membuatnya dikenal oleh banyak orang, mulai dari kalangan atas atau kaum elit hingga kalangan terbawah.

Kasih yang mulia, yang dimiliki oleh Margaret telah mengubah kota New Orleans yang tandus menjadi sumber mata air kasih sayang. Ia telah mengubah dunia menjadi surga. Bahkan para pengusaha yang terpandang yang tidak mengenalnya sebelumnya merasa sangat terhormat kepadanya. Margaret telah memberikan dirinya untuk menjadi ibu dari banyak anak yatim piatu dan bekerja untuk mereka. Saat itulah ia merasakan kebahagiaan yang sangat besar bersama anak-anak yatim piatu dan orang-orang yang hidup sejaman dengannya. Sungguh, kebahagiaan yang besar, yang diberikan oleh Margaret kepada semua orang, terutama bagi anak-anak yang terlantar saat itu telah membuatnya menemukan arti hidup yang sesungguhnya. Margaret menyadari, bahwa itulah maksud Tuhan dalam hidupnya. Ia menyadari, seandainya ia dilahirkan dari keluarga berada, mampu, hidup mewah, mungkin dirinya tidak akan tahu maksud Tuhan atas hidupnya. Ia telah sampai ke tempat yang ditentukan Tuhan, sehingga ia mengatakan: “Oh…ini maksud-Nya.” Bahkan setelah ia meninggal, surat wasiatnya yang hanya ditandatangani dengan tanda silang, karena sebelumnya ia tidak pernah belajar membaca dan menulis semua hartanya dilimpahkan kepada panti asuhan yang ada di kota itu.

Refleksi

Kebahagiaan yang ditemukan oleh Margaret tidak sebesar dengan tantangan hidup, kesulitan, dan penderitaan yang ia alami sebelumnya. Bukankah hal itu juga sering kita alami dalam hidup ini? Kita melihat tantangan dan rintangan hidup yang ada di depan seolah-olah jauh lebih besar dari mahkota kebahagiaan yang akan kita dapatkan. Itulah sebabnya, sebagian besar orang takut untuk gagal dalam hidupnya, sehingga mereka lebih memilih untuk berdiam diri dan tidak melakukan tindakan apapun. Sehingga, kehidupan mereka tidak terasa dan tidak memberikan makna abadi apapun bagi sesamanya. Tetapi bagi mereka yang tetap setia menjalankan hidupnya secara konsisten dan memberikan kontribusi bagi sesamanya, telah menemukan kebahagiaan hidup yang mulia, sehingga mereka mengatakan: “Oh….ini maksud-Nya.”

Setiap kegagalan yang kita alami adalah harga yang harus dibayar untuk sebuah kesuksesan dan kebahagiaan hidup ini. Karena pada dasarnya, kebahagiaan tidak akan pernah mendatangi siapapun, kecuali kita-lah yang harus mendatanginya. Sedangkan kegagalan yang dialami adalah kunci yang menjadi tahap awal akan keberhasilan dan kebahagiaan hidup kita. Robert F. Kennedy pernah mengatakan, bahwa hanya mereka yang berani gagal-lah yang dapat meraih keberhasilan dan kebahagiaan hidupnya. Artinya, kegagalan bukanlah akhir dari hidup setiap orang, tetapi kegagalan adalah awal dari keberhasilan dan kebahagiaan seseorang. Saya sangat yakin, bahwa orang yang telah menemukan keberhasilan dan kebahagiaan hidup adalah orang-orang yang pernah gagal, dan kegagalan itu justru telah membuat hidup mereka berarti. Sehingga akhirnya mereka mengatakan: “Oh….ini maksud-Nya.”

Segala sesuatu yang kita alami dalam hidup ini bukan tanpa makna, hanya kita lah yang sulit menemukannya. Tuhan bukan tanpa alasan memilih kita berjalan melewati lembah itu. Tetapi karena Dia tahu, bahwa kita memiliki kualitas pribadi yang tak tergoyahkan oleh segala sesuatu yang kita alami. Tuhan tidak mungkin meletakan seseorang di dalam lembah tanpa Dia tahu kualitas dan kemampuan yang kita miliki. Justru karena Dia tahu kita mampu melewatinya, hal itu boleh dibiarkan-Nya terjadi dalam hidup kita. Tuhan juga tidak pernah membiarkan kita berjalan dan berjuang seorang diri. Tetapi Dia selalu ada bersama kita setiap saat. Bahkan sedetik pun kita tidak pernah luput dari pandangan-Nya. Bahkan bagian hidup kita yang tak terjangkau oleh manusia pun, Tuhan jangkau dan Dia ada di sana. Semua itu Dia lakukan karena Dia sangat peduli kepada kita. Dia terus menuntun dan berjalan bersama kita sehingga kita berhasil melewati lembah kekelaman yang menakutkan dan menyakitkan itu. Akhirnya, kita tiba di tempat yang telah ditentukan-Nya dan melihat alangkah indah dan bahagianya hidup ini, sehingga dengan suara lantang dan penuh ucapan syukur kita mengatakan: “Oh..ini maksud-Nya”. Selamat berjuang para sahabat…….

Sunday, 22 April 2012

SEANDAINYA INI HARI TERAKHIR?


Oleh: Sugiman

Disadari atau tidak disadari, bahwa salah satu kecenderungan hidup sebagian besar orang adalah sering menyamakan kesempatan atau waktu dengan putaran jarum jam. Mereka melihat bahwa, pagi ini telah ditutup dengan malam, tetapi besok hari pagi pasti akan datang kembali. Karena itu, muncul ungkapan: hari ini biarlah berlalu karena masih ada hari esok yang menanti. Artinya, setiap orang itu memiliki harapan yang lebih baik akan hari esok. Itulah pesan positifnya. Tetapi serentak dengan itu, efek atau dampak negatif dari ungkapan tersebut juga sedikit banyak telah meracuni pikiran manusia, kemudian menjadi sebuah tindakan tetapi sangat meremehkan esensi hari esok. Misalnya, ada orang yang berpikir bahwa tidak apa-apa melakukan kejahatan hari ini, karena masih ada hari esok untuk memperbaikinya atau bertobat. Padahal, tidak seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi dalam hidupnya hari ini, esok dan seterusnya. Iya kalau kita masih diberikan kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang yang kita kasihi, masih dapat menghirup udara segar dan masih dapat melihat matahari terbit sebagai hari yang baru, semangat yang baru dan harapan yang baru. Tetapi bagaimana jika seandainya tidak? Karena kesempatan yang diberikan oleh Tuhan telah kita habiskan untuk melakukan hal-hal yang tidak mendatangkan kebaikan atau untuk merugikan orang lain! Itulah yang saya maksudkan dengan hari terakhir.   

Kesempatan adalah sama maknanya dengan sebuah peluang emas yang tidak dapat dipisahkan dengan waktu yang telah diberikan-Nya kepada setiap orang. Maksud saya, setiap orang memiliki kesempatan yang sama banyanknya dengan waktu yang diberikan Tuhan. Hanya saja berbeda dalam penerapan, pemanfaatannya atau penggunaannya. Itulah sebabnya, kata “kesempatan” sering dimanfaatkan secara ganda dalam hidup manusia, yaitu positif dan negatif. Misalnya, sebagian orang suka memanfaatkan kesempatan atau waktunya untuk melakukan hal-hal yang mendatangkan kebaikan dalam hidupnya maupun sesamanya. Mereka memberi makan saudaranya yang lapar, menghibur yang bersedih, memihak kepada orang yang diperlakukan tidak adil, memberi pakaian mereka yang membutuhkan, memberi tumpangan kepada mereka yang terabaikan dan ditolak oleh kaum elit. Tetapi sebaliknya, yang sebagian orang lagi suka memanfaatkan kesempatan atau waktunya untuk melakukan hal-hal yang tidak berguna, sia-sia dan merugikan sesamanya. Betapa tidak, salah satu penyebab mengapa orang bisa mencuri, membunuh, berbohong, berdusta, memperkosa dan melakukan tindakan-tindakan kejahatan lainnya adalah karena ada kesempatan. Demikian pula sebaliknya, yaitu mengapa orang bisa sukses, berhasil, selalu hidup mengasihi, berbagi dan melakukan perbuatan-perbuatan baik lainnya? Karena mereka melihat hidup ini sebagai kesempatan yang mulia dan abadi.

Perjalanan hidup manusia adalah misteri yang tak terpecahkan dan tak terdeteksi oleh kemampuan otak, daya pikir atau akal budi yang dimiliki oleh siapapun dan oleh apapun, kecuali oleh Dia yang berdaulat penuh atas hidup mereka. Tidak seorang pun yang dapat mengetahui atau yang dapat mengukur seberapa lama atau singkatnya hidup seseorang dari sejak ia lahir di dunia ini. Karena hidup manusia sangat bergantung sepenuhnya pada ukuran dan kehendak-Nya. Artinya, segala sesuatu yang telah terjadi maupun yang akan terus (belum) terjadi dalam hidup manusia adalah di luar kehendak, kendali dan jangkauannya. Ini memperlihatkan betapa rapuh, lemah dan terbatasnya hidup manusia. Kendati begitu, mereka tetap mendapatkan kesempatan dan waktu sama banyaknya untuk menghasilkan nilai-nilai kebaikan, kebenaran dan kemuliaan dalam hidupnya. Hanya, kecenderungan untuk tetap dan terus-menerus menyia-nyiakan kesempatan berharga itu tetap tak terhapuskan. Mereka masih tetap mengeraskan hatinya hingga tiba waktunya, yaitu di mana tidak seorang pun dapat melakukan pekerjaan apapun ketika kesempatan dan waktunya telah habis. Sehingga ia merasakan penyesalan yang tak terobati.

Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia Rasul Paulus mengatakan demikian: 9 Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. 10 Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman (Galatia 6:9-10). Apa yang telah dikatakan oleh Paulus di atas memperlihatkan kepada kita, bahwa ia sangat sadar akan keterbatasan manusia. Hal itu diperhatikan melalui kalimat: karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Kalimat ini menyiratkan tiga makna penting dalam hidup manusia, yaitu: (1). Paulus mengakui bahwa akan ada waktu yang di mana tidak seorang pun dapat melakukan segala pekerjaannya seperti semasa hidupnya. Artinya, jangan sampai kita menyesal seumur hidup karena sudah tidak ada kesempatan atau waktu lagi untuk melakukannya. (2). Rasul Paulus menegaskan, bahwa apa yang telah dilakukan oleh setiap orang semasa hidupnya, maka ia pasti menerima hasil dari semua perbuatannya. (3). Karena manusia itu adalah makhluk yang sangat rapuh dan lemah, maka ia sangat membutuhkan kekuatan yang ada diluar dirinya, yaitu kekuatan Tuhan. Tetapi serentak dengan itu, Rasul Paulus mengatakan bahwa bukan tidak mungkin manusia akan menolak Tuhan dalam hidupnya ketika tiba waktu untuk menuai. Itulah sebabnya, Paulus menggunakan dua kata yang menunjuk kepada eksistensi manusia sebagai ciptaan yang lemah dan terbatas, yaitu kata jika dan lemah pada kalimat jika kita tidak menjadi lemah. Artinya, Paulus melihat bahwa dua kemungkinan (lemah dan tetap kuat) bisa terjadi dalam hidup manusia, namun tidak ada yang tahu akan kedua hal itu.

Selanjutnya, kata kesempatan pada ayat 10 adalah menunjuk kepada waktu yang sangat terbatas tetapi sangat berharga dan sangat menentukan hidup setiap orang. Oleh sebab itu, Paulus mengajak pembacanya supaya menggunakan kesempatan atau waktu yang terbatas dan berharga itu sebaik mungkin, guna tidak ada yang terbuang dengan sia-sia atau tanpa makna apapun. Karena jika tidak dimanfaatkan baik-baik, kesempatan itu akan meninggalkan siapapun yang mengabaikannya, dan tidak seorang pun yang dapat mengembalikannya seperti semula, kecuali Dia yang berdaulat penuh atas hidup manusia. Itulah makna kesempatan yang dimaksudkan Paulus di sini.

Selanjutnya, perbuatan baik yang disebutkan Rasul Paulus pada ayat 10 adalah menunjuk kepada buah Roh yang disebutkannya dalam pasal sebelumnya, yaitu 22 kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, 23 kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu (Galatia 5:22-23). Sedangkan kalimat kepada semua orang dan kalimat terutama kepada kawan-kawan kita seiman menunjuk kepada kasih yang tulus dan sejati. Maksud saya adalah sebelum orang banyak merasakan nilai-nilai mulia dari kita, maka orang yang ada disekitar kita harus terlebih dahulu merasakannya. Karena mustahil seseorang akan menjadi teladan, atau menjadi berkat bagi semua orang jika di dalam keluarganya ia tidak menjadi teladan atau berkat bagi anak-anak dan isterinya ataupun keluarganya. Artinya, benahi terlebih dahulu keluarga atau orang-orang yang seiman dengan kita, setelah mereka benar-benar merasakan, barulah diterapkan terhadap masyarakat luas.

Refleksi:

Setiap orang telah diberikan Tuhan kesempatan yang sama dan waktu yang sama. Tidak seorang pun yang lebih. Tinggal bagaimana ia menggunakan kesempatan itu dengan baik, yaitu apakah untuk melakukan hal-hal yang bermakna, mendatangkan kebaikan bagi dirinya dan sesamanya atau ia menggunakan untuk makna sebaliknya. Tetapi akan ada waktunya, yaitu di mana setiap orang tidak akan dapat mengembalikannya seperti semula. Ia tidak akan dapat melakukan perbuatan apapun lagi, karena kesempatannya telah dihabiskan untuk melakukan dan mengerjakan hal-hal yang tidak berguna, sia-sia dan tidak mendatangkan kebaikan apapun, entah itu untuk dirinya maupun bagi sesamanya. Saat itulah Tuhan akan menuntut tanggung jawab hidup setiap orang, dan menerima atau menuai hasil perbuatannya. Itulah akhir hidup manusia.

Hidup adalah pilihan bebas pribadi setiap orang, karena setiap orang telah diberikan kemampuan oleh Tuhan untuk menentukan mana yang baik dan buruk bagi dirinya. Jadi terserah mau pilih yang mana. Tetapi satu hal yang harus kita ingat, yaitu tidak seorang pun yang tahu tentang segala sesuatu yang akan terjadi dalam hidup manusia, kecuali Dia. Karena itu, jangan biarkan kesempatan hidup yang berharga itu hilang dan berlalu dengan sia-sia, tetapi warnailah semua itu dengan budi baik yang bisa dinikmati oleh semua orang tanpa terkecuali. Jangan biarkan kesempatan mulia itu didahului oleh waktu yang malang, yang di mana tidak seorang dapat membendung dan mencegahnya atau mengembalikan kesempatan itu seperti semula kita menerimanya. Jadi apapun yang kita lakukan setiap harinya, berpikirlah bahwa seolah-olah itu adalah hari atau kesempatan terakhir Anda dan saya melakukannya. Jangan tunggu hari esok, karena kita tidak tahu apapun yang akan terjadi dengan hidup kita. Itu adalah misteri. Albert Schweitzer,  seorang teolog, musikus, filsuf dan juga dokter (1875-1965) pernah mengatakan demikian: Saya tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, tetapi satu hal yang saya tahu: hanya seorang di antara Anda yang benar-benar bahagia, yaitu ia yang mencari dan telah menemukan bagaimana cara melayani. Jadi Albert ingin mengatakan bahwa hidup kita sebenarnya bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Itulah yang diungkapkan Yesus 2000 tahun yang lalu, yaitu kedatangan-Nya bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Sekarang giliran kita yang harus melakukannya.

Thursday, 19 April 2012

MARGARET HAUGHERY DARI NEW ORLEANS


Oleh: Sugiman

Pernahkah Anda mendengar kisah perjalanan hidup Margaret Haughery (1813-1882)? Ia adalah seorang ibu dari banyak anak yatim piatu (the motherof the orphans) di kota New Orleans pada jamannya. Setelah ia meninggal, orang-orang New Orleans mengabadikan kisahnya dengan cara membuat sebuah patung dirinya yang sedang duduk pada sebuah kursi pendek, dengan lengan merangkul seorang anak yang sedang bersandar padanya. Itulah salah satu patung yang pertama kali didirikan tahun 1884 di Amerika Serikat untuk menghormati seorang tokoh wanita. Mengenai patung dirinya itu, Sara Cone Bryant menuliskan dalam artikelnya, bahwa wanita cantik itu sama sekali tidak cantik. Ia mengenakan sepasang sepatu murahan, tebal dan kusam, juga busana biasa yang dikenakannya, dengan sebuah syal kecil dan bonnet untuk melindungi kepalanya dari sengatan terik cahaya Matahari. Perawakannya pendek dan gempal, tetapi tatapan matanya pada Anda seolah-olah dia adalah ibumu sendiri. Untuk lebih detailnya perhatikan kisahnya berikut ini!

Ketika masih sesosok bayi mungil, kedua orangtua Margaret telah meninggal dunia. Kemudian ia dipungut oleh dua orang muda yang sama miskin dengan keluarganya. Tetapi keramahan dan belaskasihan keduanya sama dengan keramah yang pernah ia dapatkan dari kedua orangtuanya. Hingga dewasa ia masih tinggal bersama-sama dengan mereka seperti layaknya kehidupan keluarga yang bahagia. Kemudian ia menikah dan mempunyai anak, tetapi tidak lama kemudian suami meninggal, dan begitu pula dengan anaknya saat masih bayi. Saat itulah ia mulai hidup menjanda, menjalani kehidupan seorang diri dengan berbagai kepahitan hidup adalah perjuangan yang sangat berat baginya. Ia hidup di dalam kemiskinan, tetapi ia adalah seorang perempuan yang sangat kuat dan tegar. Bahka, kemiskinan hidup yang dialaminya telah mengajarinya banyak cara dalam bekerja.

Berangkat pagi hingga malam ia bekerja tanpa mengeluh, yaitu menyetrika pakaian di perusahan binatu dan itu ia lakukan sepanjang hari. Karena berdekatan dengan sebuah jendela, maka ia sering mengamat-amati anak-anak panti asuhan yang sedang bekerja dan bermain, yang letaknya tidak jauh dari tempatnya bekerja. Ia begitu terharu melihat canda tawa yang mereka perlihatkan. Tetapi, dalam waktu yang tidak begitu lama, seluruh kota itu dilanda wabah penyakit yang sangat dahsyat, hebat dan mematikan. Sebagai akibatnya, banyak sekali ibu dan bapak yang menjadi korban jiwa dalam peristiwa itu, sehingga banyak anak yatim piatu yang mereka titipkan di dunia untuk dirawat dan dipelihara di panti asuhan. Kesepian, kesedihan dan luka batin yang mendalam terpancar di wajah mereka, yaitu betapa mereka sangat membutuhkan sahabat yang baik dalam hidupnya. Kini sosok orangtua yang diharapkan untuk dapat menjadi matahari dan lilin dalam malam yang gelap telah tiada. Dalam keadaan yang sangat sulit dan miskin itulah Margaret tergerak oleh belaskasihan yang sangat mendalam. Sesegera mungkin menemui para biarawati yang mengelola panti asuhan itu dan mengatakan bahwa ia bersedia menyumbangkan sebagian dari upahnya untuk anak-anak yatim piatu, dan ia akan bekerja bagi mereka. Berkat dari kerja kerasnya, dalam waktu yang cukup singkat ia berhasil menyisihkan uang yang cukup banyak dan membeli dua ekor sapi beserta sebuah kereta dorong. Setiap pagi ia berkeliling mengantarkan susu kepada para pelanggan mengunakan kereta dorongnya. Dari hotel ke hotel dan rumah-rumah berada ia meminta sisa-sisa makanan untuk anak-anak yatim piatu yang kelaparan. Dalam masa yang sangat sulit itu, sering hanya itulah yang mereka makan.

Setiap minggu, sebagian uang yang didapatkan oleh Margaret disetorkan ke panti asuhan, dan beberapa tahun kemudian panti asuhan itu menjadi jauh lebih besar dan baik. Berkat situasi yang sulit itu, Margaret memiliki kecerdasan yang luar biasa dalam berbisnis. Dia tidak hanya mampu menyumbangkan sebagian dari penghasilannya kepada panti asuhan, tetapi ia juga mampu mendirikan sebuah panti asuhan khusus bayi dengan sebutan “pondok bayi”. Bahkan ia mampu membeli sapi lagi demi anak-anak yang sangat ia kasihi. Selanjutnya, dalam beberapa waktu kemudian, Margaret akhirnya mendirikan usaha pembuatan roti. Setiap hari ia bekerja membuat roti sebagai penganti usaha susu parahnya. Setiap hari, pagi-pagi ia sudah menjajakan roti-roti buatannya kepada pelanggannya seperti pada waktu mengantarkan susu, dengan kereta dorongnya. Pengorbanan yang besar, demi anak-anak yatim piatu yang sangat ia kasihi, ia melakukan semua pekerjaan dengan tekun dan hati mulia.

Sulitnya hidup semakin sangat terasa ketika terjadi Perang Saudara Amerika yang sangat dahsyat pada saat itu. Dalam keadaan yang serba sulit, serba sakit dan menakutkan, Margaret tetap menjajakan roti-rotinya dengan kereta dorongnya. Bahkan ia masih mempunyai cukup roti untuk dibagikan kepada para serdadu yang kelaparan di medan pertempuran, dan untuk bayi-bayi yang ada di panti asuhannya, selain yang dijual kepada para pelanggannya. Mekipun begitu, yakni banyak yang disumbangkan, ia tetap mempunyai penghasilan yang cukup dan bahkan lebih dari cukup. Hal itu terlihat setelah perang berhenti, ia membangun sebuah pabrik roti besar dengan mesin tenaga uap. Inilah yang menyebabkan namanya dikenal oleh setiap orang yang hidup di kota itu. Bahkan anak-anak di seluruh kota itu begitu mencintainya. Para pengusaha yang sebelumnya tidak mengenal dirinya, kini mereka merasa sangat hormat kepadanya. Kaum miskin berdatangan kepadanya untuk meminta nasihat. Itulah sebabnya, ia selalu duduk di kantor dengan pintu yang terbuka. Penampilan begitu sederhana, mengenakan gaun belacu, dengan sebuah syal kecil saat memberi saran kepada semua orang kaya dan miskin di kota itu.

Seiring berjalannya waktu, kemudian Margaret meninggal dunia. Dalam pembacaan surat wasiat yang dihadiri oleh banyak orang, bahwa ia masih memiliki tabungan yang jumlahnya tidak sedikit, yaitu tiga puluh dolar dan semuanya itu dihibahkan kepada panti-panti asuhan lain di kota yang sama, dan masing-masing menerima bagian dari warisannya. Entah itu panti asuhan anak-anak kulit putih, maupun anak-anak panti asuhan kulit hitam, atau baik orang Yahudi, Katolik maupun Protestan, dan bahkan yang lainnya diperlakukan sama dan merata; karena Margaret selalu berkata, “Mereka sama-sama yatim piatu”. Saat itulah semua orang di kota itu mengetahui, bahwa meskipun ia selalu memberikan sebagian besar dari penghasilannya dan selalu memberi, tetapi ia tetap berkecukupan, bahagia dan tidak pernah berkekurangan.

Selanjutnya, yang lebih mengejutkan lagi adalah, surat wasiat itu hanya ditandatanganinya dengan tanda silang, bukan nama, karena Margaret tidak pernah belajar membaca atau menulis. Ketika orang-orang New Orleans mendengar bahwa Margaret meninggal, mereka mengatakan: Ia adalah ibu bagi mereka yang tanpa ibu. Ia teman bagi mereka yang tidak memiliki teman. Ia memiliki kebijaksanaan lebih agung daripada yang dapat diajarkan oleh sekolah. Kita tidak akan membiarkan kenangan tentang dia memudar. Itulah sebabnya mereka membuat sebuah patung dirinya, yang didirikan tepat seperti biasanya ia terlihat, duduk di kantornya atau mendorong-dorong kereta kecil. Dan di sanalah patungnya didirikan, untuk mengenang kembali kasih yang besar dan kekuatan cinta yang dahsyat dari sosok manusia biasa, Margaret Haughery, dari New Orleans.

Wednesday, 18 April 2012

TEMUKANLAH KEBAHAGIAAN HIDUP ANDA!

Oleh: Sugiman

Dunia memperlihatkan, bahwa seolah-olah kebahagiaan itu adalah milik sebagian orang, yang begitu beruntung dalam perjalanan hidupnya. Mereka menikmati hidup yang berkelimpahan atau lebih dari cukup. Setiap hari mereka menikmati makanan yang enak atau lezat-lezat, anak-anak mereka kuliah ke luar negeri di universitas ternama, begitu pula dengan anak-anak mereka yang masih duduk di bangku SD, SMP dan SMA/ SMK. Harta benda seperti mobil mewah, rumah megah, memiliki saham dan usaha di berbagai belahan dunia, naik turun pesawat, mengelilingi dunia dan seterusnya. Seandainya aku dan keluargaku bisa seperti itu, alangkah bahagianya hidup ini. Itulah impian banyak tentang kebahagiaan hidup, terutama bagi mereka yang merasa hidupnya tidak beruntung dan malang, termasuk saya dan mungkin Anda juga. Namun semua itu hanya sebatas “seandainya”.

Akan tetapi jangan salah! Karena ada “keberhasilan” yang dimulai atau didorong oleh kata “seandainya”. Misalnya, ada orang yang semasa kecilnya merasa, bahwa hidupnya sangat tidak beruntung, menderita, miskin, dan malang. Sebelum matahari terbit hingga tengah malam ia bekerja membanting tulang demi sebuah kebahagiaan. Pantang menyerah, tanpa keluh-kesah, tidak kenal waktu dan bahkan hingga lupa makan dan istirahat demi sebuah kebahagiaan, seperti yang dirasakan oleh sebagian besar di atas. Siring berjalannya waktu, dan disertai dengan kerja keras, mereka akhirnya mendapatkan apa yang mereka inginkan. Impian menjadi motivasi yang kuat untuk sebuah “keberhasilan” dan mewujudnyatakannya lewat kerja keras mereka. Hebat, impian telah menjadi kenyataan. Tapi apakah sudah selesai? Apakah dia sudah menemukan kebahagiaan itu? Belum tentu, semuanya itu tidak menjadi jaminan atas kebahagiaan hidup seseorang.

Mungkin menurut sebagian besar orang, khususnya bagi mereka yang merasa hidupnya sangat tidak beruntung dan malang, bahwa orang yang memiliki harta benda yang berlimpah pastilah bahagia. Tetapi harus diingat, bahwa kebahagiaan hidup seseorang tidak ditentukan oleh berapa banyak harta benda atau kekayaan yang dimilikinya. Karena banyak orang yang sudah berhasil menguasai atau mengumpulkan kekayaan dalam hidupnya, tetapi tidak dalam hal kebahagiaan hidup. Mereka memang berhasil dalam hal materi, tetapi gagal dalam hal kebahagiaan. Hari ini saya akan mengajak Anda untuk melihat bukti dan realita kehidupan manusia, bahwa kebahagiaan hidup tidak ditentukan oleh harta benda dan kekayaan yang berlimpah.

Berikut adalah delapan kisah nyata orang miliuner  (orang terkaya) tahun 1923 yang kurang beruntung di akhir hidupnya. (1). Charles Schwab, CEO Bethlehem Steel, perusahaan besi baja ternama waktu itu. Dia mengalami kebangkrutan total, hingga harus berhutang untuk membiayai 5 tahun hidupnya sebelum meninggal. (2). Richard Whitney, President New York Stock Exchange. Pria ini harus menghabiskan sisa hidupnya dipenjara Sing Sing. (3). Jesse Livermore (raja saham "The Great Bear" di Wall Street), Ivar Krueger (CEO perusahaan hak cipta), Leon Fraser (Chairman of Bank of International Settlement), ketiganya memilih mati bunuh diri. (4). Howard Hupson, CEO perusahaan gas terbesar di Amerika Utara. Hupson sakit jiwa dan meninggal di rumah sakit jiwa. (5). Arthur Cutton, pemilik pabrik tepung terbesar di dunia, meninggal di negeri orang lain. (6). Albert Fall, anggota cabinet presiden Amerika Serikat, meninggal di rumahnya ketika baru saja keluar dari penjara.

Kisah di atas membuktikan bahwa harta benda atau kekayaan yang berlimpah tidak menjadi jaminan akan kebahagiaan hidup manusia, jika sebaliknya iya. Betapa tidak, banyak pengusaha sukses yang stres dan hingga bunuh diri karena memikirkan harta benda atau kekayaan yang dimilikminya. Apalagi ketika perusahaannya mengalami kebangkrutan atau karena terlibat hutang-piutang. Misalnya, (1). Adly Ayoub, seorang pengusaha muda Mesir bunuh diri setelah usahanya bangkrut menyusul revolusi yang menumbangkan rezim pimpinan Presiden Hosni Mubarak pada 11 Februari 2011. (2). Abdul Munif (38), seorang pengusaha biji plastik bunuh diri dengan cara tragis, yaitu terjun dari Apartemen Intercontinental lantai 23, di Jalan Jendral Sudirman, Tanah Abang, Jakarta Pusat (Jumat, 16 Septermeb 2011). Surat wasiat yang ditemukan di kamarnya menunjukan bahwa dirinya sedang mengalami masalah. (3). Yuli, seorang pengusaha dari Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur hampir bunuh diri. Pelaku beberapa kali melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya, diantaranya menceburkan diri ke sungai, mencoba gantung diri dan berusaha menyayat urat nadinya. Setelah diperiksa, ternyata palaku mengalami stres karena kalah dalam pemilihan bupati Ponorogo dan terlibat hutang sebesar 3 miliar rupiah (http://www.indosiar.com/fokus/pengusaha-mencoba-bunuh-diri_74809.html). (4). Chung She Liong, seorang pemngusaha konveksi ditemukan tewas gandung diri di rumahnya jalan Gang Balok IV No. 11 Rt. 09 Rw. 04 Kelurahan Duri Utara, Kecamatan Tembora, Jakarta Barat. Penyebabnya, karena beliau mempunyai uang tunggakan sebesar 22 juta dan bahkan sering mengadaikan baramngnya.

Jadi, apakah Anda masih menganggap, bahwa kekayaan dan harta benda adalah jaminan kebahagiaan hidup seseorang? Jika bukan, maka di mana kita harus mencari kebahagiaan itu? Sesungguhnya, kebahagiaan hidup itu tidak perlu dicari ke mana-mana, karena kebahagiaan itu ada di dalam hati setiap orang. Kebahagiaan adalah milik setiap orang. Kebahagiaan adalah harta yang terselubung di dalam hati setiap orang, tetapi tidak semua orang dapat menemukannya. Mengapa? Paling tidak ada 4 alasan yang menjadi penyebabnya:

Pertama-tama, karena seseorang tidak mengenal siapa dirinya dengan baik. Jika seseorang mengenal dirinya dengan baik, maka ia pasti menyadari, bahwa Tuhan telah menciptakan setiap orang sedemikian rupa untuk menemukan dengan caranya sendiri. Karena Tuhan telah menenamkan nilai-nilai kebahagiaan itu di dalam hatinya. Dengan demikian, ia dapat mengasihi seorang terhadap yang lain.

Kedua, kecenderungan setiap orang adalah suka melihat keterbatasan atau kelemahannya lebih besar dari pada potensi yang ada di dalam dirinya. Dia menyadari bahwa seolah-olah dirinya tidak memiliki kemampuan atau kelebihan apapun. Padahal, jika kita sadar akan siapa pencipta kita, maka kita pasti menyadari, betapa Tuhan telah menanamkan dan memberikan talenta di dalam setiap pribadi manusia. Bahkan Tuhan sanggup menggunakan kelemahan setiap orang untuk kemuliaan-Nya dalam setiap aktivitas yang dilakukannya setiap hari.

Ketiga, kecenderungan setiap orang yang lain adalah suka menggunakan ukuran orang lain untuk dirinya. Itulah sebabnya banyak orang mengalami kekecewaan ketika ia tidak dapat menjadikan dirinya setara dengan kemampuan yang dimiliki orang lain. Artinya, setiap orang itu cenderung menghianati, menyangkal dan menolak kekuatan atau potensi yang dimilikinya. Padahal secara tidak sadar, jika kita menolak kemampuan, potensi atau kualitas yang ada di dalam diri kita, sebenarnya kita telah menyangkal kebesaran Tuhan sebagai pemberi atau yang menganugerahkan talenta pada setiap orang sesuai dengan kapasitasnya.

Keempat, atau yang terakhir adalah setiap orang ingin yang bersifat instan. Saya kira itulah yang disebut dengan kemalasan. Sifat malas memang salah satu penyakit yang merusak, melumpuhkan dan membunuh saraf-saraf yang dapat mengantarkan kita untuk menemukan potensi atau sifat-sifat rajin yang ada di dalam diri kita. Itulah sebabnya, banyak orang tidak bisa menemukan, merasakan dan menikmati kebahagiaan yang ada di dalam hati atau kalbunya.

Sungguh, kebahagiaan telah menjadi dambaan setiap orang dalam hidupnya. bahkan hampir semua tujuan bermuara pada kebahagiaan. Berbagai usaha telah manusia lakukan untuk mencari kebahagiaan di luar dirinya. Padahal sesungguhnya, kebahagiaan itu ada di dalam hatinya. Kebahagiaan hidup seseorang tidak-lah tergantung atau tidak ditentukan oleh berapa banyak harta benda atau kekayaan yang dia miliki, tetapi seberapa besar kasih yang dia miliki dalam hidupnya untuk dibagikan kepada sesamanya. Saya kira itulah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dalam agama Islam, Yesus dalam agama Kristen Protestan dan Katolik, Krisna dalam agama Hindu, Budha dalam agama Budha dan Confucius dalam agama Kong Hu Chu. Mereka adalah guru-guru kehidupan setiap umat manusia, yang berusaha dengan sepenuh hati atas perintah Yang Kuasa supaya manusia menemukan kebahagiaan sejati dalam hidupnya. Oleh sebab itu, ikutilah jejak kaki dan ajaran mereka sungguh-sungguh, maka Anda akan menemukan kebahagiaan yang sejati itu.

Para guru kehidupan manusia di atas telah rela hidup berbagi, mengasihi dengan sepenuh hati tanpa memandang status, mereka mengajarkan supaya kita hidup saling mengampuni setiap kesalahan, mereka telah menggunakan kesempatan hidup mereka untuk tujuan mulia, dan mereka tidak mengharapkan sepeser uang pun dari kita untuk kelangsungan hidupnya, dan itulah cinta kasih yang tulus itu. Sekarang giliran Anda dan saya yang melakukannya, demi sebuah kebahagian hidup yang abadi dan mulia.

Salam…. 

Monday, 16 April 2012

BAGAIKAN ORANG TUA YANG BERSEMBUNYI DI BELAKANG ANAK


Oleh: Sugiman

Peranan orangtua dalam keluarga adalah sangat penting, karena bagaimana pun orangtua harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kehidupan anak-anaknya. Mulai dari kebutuhan jasmani hingga pada kebutuhan rohani. Bahkan ketika sang anak sudah dewasa, hidup terpisah dari kedua orang tuanya, mereka pun tidak serta merta melepaskan anak-anaknya dari tanggung jawabnya. Misalnya, orangtua harus tetap menjadi teladan, panutan atau jalan yang patut diikuti oleh sang anak. Artinya, orangtua tidak hanya memberikan didikan semata terhadap anak-anaknya, tetapi juga harus senantiasa mampu memberikan benih-benih keteladanan dan nilai-nilai mulia kepada mereka. Dengan demikian mereka tidak hanya bertanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap anak-anak mereka, tetapi juga bertanggung jawab kepada Tuhan.

Semoga Anda sepakat dan sependapat dengan kalimat saya di atas. Seandainya tidak sepakat juga tidak ada hukuman apa-apa kok, dan jika Anda sepakat juga tidak ada hadiah, kecuali mendapatkan inspirasi dari tulisan ini. Apa yang saya katakan mengenai peranan orangtua di atas adalah sesuatu wajar dan memenag seharusnya demikian. Tetapi akan menjadi sangat tidak wajar jika orangtua yang berlindung di belakang anak-anaknya, kecuali jika ia sudah menjadi tua dan tidak berdaya. Tetapi yang mau saya katakan di sini adalah, begitulah gambaran yang cocok untuk sebagian besar para pemimpin dan politikus kita di negara Indonesia saat ini. Mereka tak ubahnya dengan orangtua yang selalu berlindung dan bersembunyi di belakang anak-anaknya (rakyat). Tidak hanya itu, mereka juga melakukan banyak hal yang sebenarnya tidak mendatangkan kesejahteraan, kebaikan, kemakmuran, keadilan, kedamaian bagi rakmyat. Tetapi sebaliknya, mereka suka bertindak semaunya, mengorbankan rakyat demi kepentingan kelompok (partai) maupun untuk kepentingan pribadi.

Segala tindakan mereka yang tidak bertanggung jawab telah menyebabkan berbagai krisis. Beberapa di antaranya adalah, krisis keadilan, krisis kepemimpinan, krisis kesejahteraan, krisis kedamaian, krisis kepercayaan dan seterusnya. Betapa tidak? Kasus ketidakadilan, kasus korupsi, kekerasan, pemerasan, eksploitasi dan sejenisnya bertumbuh subur di negara Republik Indonesia. Sungguh menyedihkan bagi mereka yang masih melihat orang lain sebagai sesamanya, yang masih melihat nilai-nilai manusia seutuhnya, dan masih menempatkan manusia lain sesuai harkat dan martabat, yaitu sebagai mana Tuhan telah menempatkan manusia pada mulanya.

Manusia diciptakan tidak lain adalah untuk saling memperhatikan, melengkapi, mengasihi, menolong, menghidupi, dan saling memperjuangkan seorang terhadap yang lain. Bukan untuk sebaliknya, yaitu saling memeras, mendiskriminasi, menyakiti, mengintimidasi, bertindak tidak adil, anarkis oleh beberapa aparat, dan apalagi meniadakan nyawa manusia. Bukankah hal yang sama juga telah dilakukan oleh sebagian besar para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)? Seharusnya kata “Rakyat” di atas diganti dengan “Rekayasa”! Mengapa? Karena mereka sangat lihai dan hebat merekayasa fakta-fakta dan kebenaran, yang menyangkut hak rakyat. Itulah sebabnya, selagi masih ada kata “Rakyat”, maka mereka akan terus-menerus mengatasnamakan rakyat dalam melakukan hal-hal tertentu yang sebenarnya bukan untuk rakyat. Apa buktinya? Lihat saya kasus korupsi bertumbuh dengan subur dan mereka lakukan berulang untuk kepentingan pribadi atau keluarganya! Semua itu uang rakyat, untuk rakyat, tetapi nyatanya semua itu sangat jauh dari rakyat. Mereka tetah digaji oleh rakyat, tetapi tetap saja mencuri harta tabungan rakyat. Apakah mereka masih manusia? Silahkan jawab sendiri!

Sungguh sangat menyedihkan melihat keadaan bangsa Republik Indonesia yang semakin hari semakin terpuruk. Kekerasan, kelaparan, pengangguran, pemerkosaan, korupsi dan bentuk kejahatan lainnya telah merambat ke segala sudut rumah tangga negara Republik Indonesia, merusak dan meracuni kehidupan keluarga yang harmonis, dan menjadikannya sebagai sarang para perampok, koruptor, pembunuh atau penyamun. Negara seharusnya menjadi tempat yang teduh, aman, nyaman, tentram, damai dan harmonis bagi semua rakyat yang adalah tak ubahnya sebagai anak-anaknya. Sedangkan para pemimpin adalah sebagai orangtua yang seharusnya berfungsi sebagai pembela, pelindung kedua setelah Yang Maha Kuasa. Mereka tidak sadar bahwa tugas mereka tidak hanya sebagai wakil rakyat, tetapi juga wakil dari Tuhan, yang dimandatkan untuk mensejahterakan kehidupan rakyatnya. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Mereka telah menyiksa rakyat, tetapi serentak dengan itu mereka telah mengabaikan mandat dari-Nya. Segala bentuk kejahatan yang terjadi di negara Republik Indonesia menggambarkan betapa rendahnya moral para pemimpin kita. Betapa tidak? Mereka sebagai kepala rumah tanggal negara Republik Indonesia yang seharusnya bertanggung jawab penuh atas rakyatnya, dan bukan malah bersembunyi atau berlindung di belakang rakyatnya.

Jasa para pahlawan telah terlupakan, sayap garuda telah mereka patahkan, semangat Pancasila telah mereka padamkan dan Sang Merah Putih telah mereka nodai. Sebaliknya, jiwa komunisme dan penjajah mereka pelihara dan lindungi. Itulah sebabnya, negara Republik Indonesia telah menjadi tempat persembunyian para perampok, penodong, koruptor dan penyamun. Sebagai Dewan Perwakilan Rakyat, seharusnya mereka menjadi teladan, contoh, panutan, dan jalan yang membawa para bawahannya menemukan kemahakuasaan Tuhan di setiap sudut dunia Indonesia. Mereka seharusnya menjadi matahari bagi rakyat pada siang hari dan menjadi sebatang lilin pada malam hari. Jika kita perhatikan lilin baik-baik, maka kita akan menemukan sebuah pengorbanan yang sangat besar padanya. Sebatang lilin tidak hanya rela memberikan cahaya atau terangnya bagi penggunanya, tetapi ia juga rela mengorbankan tubuhnya meleleh habis terbakar hanya untuk sebuah tujuan, yaitu menerangi, dan itulah pemimpin yang melayani. Para pemimpin juga seharunya menjadi terang dan cahaya bagi bawahan dan rakyatnya, dan bukan sebaliknya. Saya kira itulah harapan semua orang ketika memeilih seorang pemimpin. Tetapi sayang! Semuanya itu jauh dari mereka. Mereka lupa, bahwa mereka adalah wakil rakyat dan wakil para perampok, pencuri atau penyamun.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua orang yang membacanya! Salam  

Sunday, 15 April 2012

MENIKMATI KEBAHAGIAAN HIDUP BERSAMA ORANG LAIN



Oleh: Sugiman



“Waktu itu gratis, tetapi sangat berharga. Anda tidak dapat memiliki, tetapi dapat memanfaatkannya. Anda tidak dapat menyimpan, tetapi dapat menghabiskannya. Sekali kehilangan, Anda tidak akan bisa mendapatkannya kembali.” (Harvey Mackay)

Bukan pengumuman ya! Tapi realita, yaitu tepat hari ini, Minggu, 15 April 2012 adalah hari ulang tahun saya yang ke-27 tahun. Banyak teman atau sahabat, kerabat dekat seperti rekan kerja, kerabat jauh seperti teman-teman yang hanya kenal di FB dan kompasiana mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Saya sangat senang mendengar kalimat mereka semua, khususnya kata “selamat”. Karena tanpa mereka sadari mereka telah mendoakan perjalanan hidup saya, yaitu supaya selamat. Selamat dari apa? Bermacam-macam, misalnya selamat dari kecelakaan angkutan umum, selamat kejahatan para perampok atau pembunuh atau selamat dari berbagai penderitaan dan sakit penyakit. Itulah sebabnya saya menyadari, bahwa sepajang jalan hidup saya tidak dapat dilepaskan dari doa-doa mereka yang masih mengharapkan saya keselamatan. Hal Itulah yang menyebabkan saya selalu mengucap syukur kapada Tuhan yang telah memberikan saya banyak sahabat, kerabat terlebih keluarga, tetapi pacar Cuma satu. Semua mereka sangat mengasihi saya. Saya menyadari mereka harta yang Tuhan anugerahkan untuk menemani perjalanan hidup saya. Oleh sebab itu saya juga akan memberikan kado spesial bagi para sahabat saya yang budiman. Kiranya bermanfaat bagi kita semua.

Berbagai peristiwa kehidupan yang manusia alami, entah itu suka maupun duka telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam hidupnya. Dengan kata lain, dalam menjalani kehidupan ini tidak seorang pun dapat menghindari yang satu dan menerima lain demi sebuah kebahagiaan. Keduanya seumpama guru dan jalan yang sangat dibutuhkan manusia, guna menemukan arti kehidupan yang sebenarnya. Misalnya, saya dapat merasakan betapa laparnya anak-anak terlantar yang berkeliaran ke sana ke mari demi mendapatkan sesuap nasi, karena saya pernah mengalaminya. Saya juga bisa merasakan betapa panasnya terik sinar matahari bagi tukang bangunan, karena saya pernah mengalaminya. Saya dapat merasakan betapa sakitnya hati seseorang ketika putus pacaran, karena saya pernah mengalaminya. Saya juga bisa merasakan betapa sakitnya hati dan perasaan anak yatim piatu ketika ditinggalkan oleh kedua orangtua tercinta, yang sangat mereka kasihi, karena saya juga sudah mengalaminya. Dan masih banyak lagi peristiwa menyedihkan yang menyempatkan diri untuk mampir di hati saya.

Seandainya, di dalam hidup ini hanya menyediakan suka tanpa ada duka, tawa tanpa ada air mata, keberhasilan atau kesuksesan tanpa ada kegagalan, kebahagiaan tanpa ada kesedihan, harapan tanpa ada putus asa, maka saya adalah orang yang sangat malang dan buta akan arti kehidupan yang sesungguhnya. Betapa tidak? Karena tanpa semuanya itu, saya tidak pernah belajar apa-apa tentang hidup ini. Tetapi justru karena ada tantangan, saya melihat hidup ini menjadi sangat menarik, dan menaklukannya telah membuat hidup ini sangat berarti. Karena  sesungguhnya, seorang pemenang bukanlah mereka yang tidak pernah gagal dalam hidupnya, tetapi karena mereka tidak pernah menyerah. Oleh sebab itu, berbagai peristiwa menyedihkan, menyakitkan dan kesulitan yang saya alami telah mengajarkan kepada saya untuk tetap percaya pada Sang Khalik dan belajar bersyukur atas apa yang telah Dia berikan dalam hidup ini.

Saya melihat dalam perjalanan hidup manusia, bahwa kehendak bebas memainkan peranannya, sedangkan masyarakat pembuat aturannya; tetapi Tuhan yang menentukan nilai baik dan buruknya. Pada satu pihak, perjalanan kehidupan manusia itu seperti seorang seni gambar yang tanpa penghapus, yaitu di mana segala sesuatu yang dilakukannya di bawah langit memberikan makna atau pesan kehidupan, entah itu baik maupun buruk. Semuanya itu tergantung pada pilihannya. Itulah sebabnya, setiap orang tidak dapat menghapus satu hal pun yang dianggapnya buruk kemudian berusaha untuk menggantikannya dengan satu hal yang dianggapnya baik. Ia hanya dapat memperbaikinya dengan lembaran yang baru, dan di waktu yang baru pula. Maria Robinson pernah mengatakan demikian: “Tidak seorang pun yang dapat kembali ke masa lalu dan memulainya lagi seperti hal baru. Tetapi semua orang dapat memulai hal baru hari ini dan menciptakan akhir yang baru.” Kalimat di atas menyiratkan makna bahwa semua manusia tunduk di bawah aturan waktu. Karena itu, ia harus menggunakan waktunya sebaik mungkin untuk hal-hal yang sungguh-sungguh berguna dan bermanfaat dalam hidupnya.

Tetapi pada pihak yang lain, perjalanan kehidupan manusia adalah seperti seorang atlit pada sebuah cabang oleh raga, dan waktu menjadi lawan terkuatnya, dan Tuhan adalah wasitnya. Dalam menghadapi pertandingan itu, ada yang sangat rajin berlatih, tetapi ada juga yang bermalas-malasan, dan mereka berkata bahwa dirinya pasti kalah. Menyerah sebelum pertandingan dimulai, dan melihat kegagalan jauh lebih besar dari pada kekuatan yang Tuhan berikan kepada setiap orang adalah sama halnya dengan menerima nasib yang ditawarkan oleh kesia-siaan. Itulah sebabnya mereka melakukan banyak hal dalam hidupnya, melelahkan diri tanpa ada tujuan pasti dan tanpa membawa makna positif bagi yang lain atau sesamanya. Saya kira itulah kesalahan terbesar yang sering dilakukan oleh banyak orang dalam hidupnya.

Mereka yang rajin berlatih adalah seperti orang yang terus-menerus menggunakan waktunya untuk hal-hal yang penting, mendatangkan kebaikan bagi dirinya dan bagi sesamanya. Mereka terus memfokuskan hidupnya pada hal-hal yang berguna, penting dan utama – Tuhan, keluarga, anak-anak, teman atau sabahatnya, kerabat dan tetangganya. Mereka terus berlatih untuk mewujudkan kehidupan yang damai sejahtera, penuh cinta kasih yang tulus, yaitu bersahabat dengan semua orang dan menerima ketidaksempurnaan mereka seperti Tuhan telah menerima dirinya. Sedangkan mereka yang bermalas-malasan untuk berlatih, adalah sama dengan seorang manusia yang tidak tahu apa tujuan hidupnya. Mereka selalu menyerah sebelum bertanding dan melihat kegagalan jauh lebih besar dari kekuatan yang Tuhan berikan dalam hidupnya. Selain itu, mereka juga mewakili gambaran mengenai orang yang menghabiskan energinya untuk hal-hal yang tidak penting, sehingga ketika datang hal-hal penting dalam hidupnya, mereka sudah tidak memiliki ruang untuknya. Dengan wajah pasrah sambil mengangkat kedua tangannya sebagai tanda bahwa mereka menyerah untuk menjalani hidup yang penuh makna.

Refleksi

Jadi, mulai saat ini fokuskan perhatian Anda pada hal-hal yang kritis untuk kebahagiaan hidup Anda. Nikmatilah kebahagiaan hidup bersama para sahabat, keluarga, anak-anak, tetangga dan orang-orang yang ada di sekitar Anda. Karena mereka adalah orang-orang yang Tuhan anugerahkan untuk menemani perjalanan hidup Anda, dan membantu Anda untuk menemukan kebahagiaan hidup bersamanya. Selanjutnya, pandanglah ke atas tatkala beban hidup Anda terasa sangat berat, belajarlah tetap bersyukur dengan apa yang Anda miliki. Tetapi jika hidup Anda sudah penuh, jangan lupa tetap selalu sediakan secangkir kopi bersama para sahabat Anda. Ingat! Pilihan dan cara pandang Anda sangat menentukan seberapa besar kebahagiaan yang Anda.

Sahabat baik adalah salah satu anugerah terbesar yang Tuhan berikan kepada setiap orang. Karena itu jangan pernah Anda memandang mereka dengan sebelah mata, tetapi penuhilah hidup mereka dengan budi baik! Ucapkanlah kata-kata riang, yang menguatkan dan memberikan harapan baru sementara telinga mereka dapat mendengar, dan hati mereka dapat digetarkan oleh kata-kata itu. Jangan pernah membiarkan kotak kasih Anda tetap tertutup sampai sahabat-sahabat Anda mati! Memberi dan menerima harus berimbang, dan sahabat tak boleh timpang. Oleh sebab itu, milikilah hati yang penuh persahabatan, buka hati Anda untuk mereka dan tempatkan mereka pada tempatnya! Dalam konteks itulah seorang wish man yang engan menyebutkan siapa dirinya mengatakan demikian: Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran (Amsal 17:17). Salam persahabatan!