Oleh: Sugiman
Peranan orangtua dalam keluarga adalah sangat penting, karena bagaimana
pun orangtua harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kehidupan anak-anaknya.
Mulai dari kebutuhan jasmani hingga pada kebutuhan rohani. Bahkan ketika sang
anak sudah dewasa, hidup terpisah dari kedua orang tuanya, mereka pun tidak
serta merta melepaskan anak-anaknya dari tanggung jawabnya. Misalnya, orangtua
harus tetap menjadi teladan, panutan atau jalan yang patut diikuti oleh sang
anak. Artinya, orangtua tidak hanya memberikan didikan semata terhadap
anak-anaknya, tetapi juga harus senantiasa mampu memberikan benih-benih
keteladanan dan nilai-nilai mulia kepada mereka. Dengan demikian mereka tidak
hanya bertanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap anak-anak mereka,
tetapi juga bertanggung jawab kepada Tuhan.
Semoga Anda sepakat dan sependapat dengan kalimat saya di atas. Seandainya
tidak sepakat juga tidak ada hukuman apa-apa kok, dan jika Anda sepakat juga
tidak ada hadiah, kecuali mendapatkan inspirasi dari tulisan ini. Apa yang saya
katakan mengenai peranan orangtua di atas adalah sesuatu wajar dan memenag
seharusnya demikian. Tetapi akan menjadi sangat tidak wajar jika orangtua yang berlindung
di belakang anak-anaknya, kecuali jika ia sudah menjadi tua dan tidak berdaya. Tetapi
yang mau saya katakan di sini adalah, begitulah gambaran yang cocok untuk sebagian
besar para pemimpin dan politikus kita di negara Indonesia saat ini. Mereka tak
ubahnya dengan orangtua yang selalu berlindung dan bersembunyi di belakang anak-anaknya
(rakyat). Tidak hanya itu, mereka juga melakukan banyak hal yang sebenarnya tidak
mendatangkan kesejahteraan, kebaikan, kemakmuran, keadilan, kedamaian bagi
rakmyat. Tetapi sebaliknya, mereka suka bertindak semaunya, mengorbankan rakyat
demi kepentingan kelompok (partai) maupun untuk kepentingan pribadi.
Segala tindakan mereka yang tidak bertanggung jawab telah menyebabkan
berbagai krisis. Beberapa di antaranya adalah, krisis keadilan, krisis
kepemimpinan, krisis kesejahteraan, krisis kedamaian, krisis kepercayaan dan
seterusnya. Betapa tidak? Kasus ketidakadilan, kasus korupsi, kekerasan, pemerasan,
eksploitasi dan sejenisnya bertumbuh subur di negara Republik Indonesia. Sungguh
menyedihkan bagi mereka yang masih melihat orang lain sebagai sesamanya, yang
masih melihat nilai-nilai manusia seutuhnya, dan masih menempatkan manusia lain
sesuai harkat dan martabat, yaitu sebagai mana Tuhan telah menempatkan manusia
pada mulanya.
Manusia diciptakan tidak lain adalah untuk saling memperhatikan, melengkapi,
mengasihi, menolong, menghidupi, dan saling memperjuangkan seorang terhadap
yang lain. Bukan untuk sebaliknya, yaitu saling memeras, mendiskriminasi,
menyakiti, mengintimidasi, bertindak tidak adil, anarkis oleh beberapa aparat,
dan apalagi meniadakan nyawa manusia. Bukankah hal yang sama juga telah dilakukan
oleh sebagian besar para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)? Seharusnya kata
“Rakyat” di atas diganti dengan “Rekayasa”! Mengapa? Karena mereka sangat lihai
dan hebat merekayasa fakta-fakta dan kebenaran, yang menyangkut hak rakyat. Itulah
sebabnya, selagi masih ada kata “Rakyat”, maka mereka akan terus-menerus mengatasnamakan
rakyat dalam melakukan hal-hal tertentu yang sebenarnya bukan untuk rakyat. Apa
buktinya? Lihat saya kasus korupsi bertumbuh dengan subur dan mereka lakukan
berulang untuk kepentingan pribadi atau keluarganya! Semua itu uang rakyat,
untuk rakyat, tetapi nyatanya semua itu sangat jauh dari rakyat. Mereka tetah
digaji oleh rakyat, tetapi tetap saja mencuri harta tabungan rakyat. Apakah
mereka masih manusia? Silahkan jawab sendiri!
Sungguh sangat menyedihkan melihat keadaan bangsa Republik Indonesia yang
semakin hari semakin terpuruk. Kekerasan, kelaparan, pengangguran, pemerkosaan,
korupsi dan bentuk kejahatan lainnya telah merambat ke segala sudut rumah
tangga negara Republik Indonesia, merusak dan meracuni kehidupan keluarga yang
harmonis, dan menjadikannya sebagai sarang para perampok, koruptor, pembunuh
atau penyamun. Negara seharusnya menjadi tempat yang teduh, aman, nyaman,
tentram, damai dan harmonis bagi semua rakyat yang adalah tak ubahnya sebagai
anak-anaknya. Sedangkan para pemimpin adalah sebagai orangtua yang seharusnya
berfungsi sebagai pembela, pelindung kedua setelah Yang Maha Kuasa. Mereka
tidak sadar bahwa tugas mereka tidak hanya sebagai wakil rakyat, tetapi juga wakil
dari Tuhan, yang dimandatkan untuk mensejahterakan kehidupan rakyatnya. Tetapi yang
terjadi justru sebaliknya. Mereka telah menyiksa rakyat, tetapi serentak dengan
itu mereka telah mengabaikan mandat dari-Nya. Segala bentuk kejahatan yang
terjadi di negara Republik Indonesia menggambarkan betapa rendahnya moral para
pemimpin kita. Betapa tidak? Mereka sebagai kepala rumah tanggal negara
Republik Indonesia yang seharusnya bertanggung jawab penuh atas rakyatnya, dan
bukan malah bersembunyi atau berlindung di belakang rakyatnya.
Jasa para pahlawan telah terlupakan, sayap garuda telah mereka patahkan,
semangat Pancasila telah mereka padamkan dan Sang Merah Putih telah mereka
nodai. Sebaliknya, jiwa komunisme dan penjajah mereka pelihara dan lindungi. Itulah
sebabnya, negara Republik Indonesia telah menjadi tempat persembunyian para
perampok, penodong, koruptor dan penyamun. Sebagai Dewan Perwakilan Rakyat, seharusnya
mereka menjadi teladan, contoh, panutan, dan jalan yang membawa para bawahannya
menemukan kemahakuasaan Tuhan di setiap sudut dunia Indonesia. Mereka seharusnya
menjadi matahari bagi rakyat pada siang hari dan menjadi sebatang lilin pada
malam hari. Jika kita perhatikan lilin baik-baik, maka kita akan menemukan
sebuah pengorbanan yang sangat besar padanya. Sebatang lilin tidak hanya rela
memberikan cahaya atau terangnya bagi penggunanya, tetapi ia juga rela
mengorbankan tubuhnya meleleh habis terbakar hanya untuk sebuah tujuan, yaitu
menerangi, dan itulah pemimpin yang melayani. Para pemimpin juga seharunya
menjadi terang dan cahaya bagi bawahan dan rakyatnya, dan bukan sebaliknya. Saya
kira itulah harapan semua orang ketika memeilih seorang pemimpin. Tetapi sayang!
Semuanya itu jauh dari mereka. Mereka lupa, bahwa mereka adalah wakil rakyat
dan wakil para perampok, pencuri atau penyamun.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua orang yang membacanya! Salam
No comments:
Post a Comment