Thursday, 19 April 2012

MARGARET HAUGHERY DARI NEW ORLEANS


Oleh: Sugiman

Pernahkah Anda mendengar kisah perjalanan hidup Margaret Haughery (1813-1882)? Ia adalah seorang ibu dari banyak anak yatim piatu (the motherof the orphans) di kota New Orleans pada jamannya. Setelah ia meninggal, orang-orang New Orleans mengabadikan kisahnya dengan cara membuat sebuah patung dirinya yang sedang duduk pada sebuah kursi pendek, dengan lengan merangkul seorang anak yang sedang bersandar padanya. Itulah salah satu patung yang pertama kali didirikan tahun 1884 di Amerika Serikat untuk menghormati seorang tokoh wanita. Mengenai patung dirinya itu, Sara Cone Bryant menuliskan dalam artikelnya, bahwa wanita cantik itu sama sekali tidak cantik. Ia mengenakan sepasang sepatu murahan, tebal dan kusam, juga busana biasa yang dikenakannya, dengan sebuah syal kecil dan bonnet untuk melindungi kepalanya dari sengatan terik cahaya Matahari. Perawakannya pendek dan gempal, tetapi tatapan matanya pada Anda seolah-olah dia adalah ibumu sendiri. Untuk lebih detailnya perhatikan kisahnya berikut ini!

Ketika masih sesosok bayi mungil, kedua orangtua Margaret telah meninggal dunia. Kemudian ia dipungut oleh dua orang muda yang sama miskin dengan keluarganya. Tetapi keramahan dan belaskasihan keduanya sama dengan keramah yang pernah ia dapatkan dari kedua orangtuanya. Hingga dewasa ia masih tinggal bersama-sama dengan mereka seperti layaknya kehidupan keluarga yang bahagia. Kemudian ia menikah dan mempunyai anak, tetapi tidak lama kemudian suami meninggal, dan begitu pula dengan anaknya saat masih bayi. Saat itulah ia mulai hidup menjanda, menjalani kehidupan seorang diri dengan berbagai kepahitan hidup adalah perjuangan yang sangat berat baginya. Ia hidup di dalam kemiskinan, tetapi ia adalah seorang perempuan yang sangat kuat dan tegar. Bahka, kemiskinan hidup yang dialaminya telah mengajarinya banyak cara dalam bekerja.

Berangkat pagi hingga malam ia bekerja tanpa mengeluh, yaitu menyetrika pakaian di perusahan binatu dan itu ia lakukan sepanjang hari. Karena berdekatan dengan sebuah jendela, maka ia sering mengamat-amati anak-anak panti asuhan yang sedang bekerja dan bermain, yang letaknya tidak jauh dari tempatnya bekerja. Ia begitu terharu melihat canda tawa yang mereka perlihatkan. Tetapi, dalam waktu yang tidak begitu lama, seluruh kota itu dilanda wabah penyakit yang sangat dahsyat, hebat dan mematikan. Sebagai akibatnya, banyak sekali ibu dan bapak yang menjadi korban jiwa dalam peristiwa itu, sehingga banyak anak yatim piatu yang mereka titipkan di dunia untuk dirawat dan dipelihara di panti asuhan. Kesepian, kesedihan dan luka batin yang mendalam terpancar di wajah mereka, yaitu betapa mereka sangat membutuhkan sahabat yang baik dalam hidupnya. Kini sosok orangtua yang diharapkan untuk dapat menjadi matahari dan lilin dalam malam yang gelap telah tiada. Dalam keadaan yang sangat sulit dan miskin itulah Margaret tergerak oleh belaskasihan yang sangat mendalam. Sesegera mungkin menemui para biarawati yang mengelola panti asuhan itu dan mengatakan bahwa ia bersedia menyumbangkan sebagian dari upahnya untuk anak-anak yatim piatu, dan ia akan bekerja bagi mereka. Berkat dari kerja kerasnya, dalam waktu yang cukup singkat ia berhasil menyisihkan uang yang cukup banyak dan membeli dua ekor sapi beserta sebuah kereta dorong. Setiap pagi ia berkeliling mengantarkan susu kepada para pelanggan mengunakan kereta dorongnya. Dari hotel ke hotel dan rumah-rumah berada ia meminta sisa-sisa makanan untuk anak-anak yatim piatu yang kelaparan. Dalam masa yang sangat sulit itu, sering hanya itulah yang mereka makan.

Setiap minggu, sebagian uang yang didapatkan oleh Margaret disetorkan ke panti asuhan, dan beberapa tahun kemudian panti asuhan itu menjadi jauh lebih besar dan baik. Berkat situasi yang sulit itu, Margaret memiliki kecerdasan yang luar biasa dalam berbisnis. Dia tidak hanya mampu menyumbangkan sebagian dari penghasilannya kepada panti asuhan, tetapi ia juga mampu mendirikan sebuah panti asuhan khusus bayi dengan sebutan “pondok bayi”. Bahkan ia mampu membeli sapi lagi demi anak-anak yang sangat ia kasihi. Selanjutnya, dalam beberapa waktu kemudian, Margaret akhirnya mendirikan usaha pembuatan roti. Setiap hari ia bekerja membuat roti sebagai penganti usaha susu parahnya. Setiap hari, pagi-pagi ia sudah menjajakan roti-roti buatannya kepada pelanggannya seperti pada waktu mengantarkan susu, dengan kereta dorongnya. Pengorbanan yang besar, demi anak-anak yatim piatu yang sangat ia kasihi, ia melakukan semua pekerjaan dengan tekun dan hati mulia.

Sulitnya hidup semakin sangat terasa ketika terjadi Perang Saudara Amerika yang sangat dahsyat pada saat itu. Dalam keadaan yang serba sulit, serba sakit dan menakutkan, Margaret tetap menjajakan roti-rotinya dengan kereta dorongnya. Bahkan ia masih mempunyai cukup roti untuk dibagikan kepada para serdadu yang kelaparan di medan pertempuran, dan untuk bayi-bayi yang ada di panti asuhannya, selain yang dijual kepada para pelanggannya. Mekipun begitu, yakni banyak yang disumbangkan, ia tetap mempunyai penghasilan yang cukup dan bahkan lebih dari cukup. Hal itu terlihat setelah perang berhenti, ia membangun sebuah pabrik roti besar dengan mesin tenaga uap. Inilah yang menyebabkan namanya dikenal oleh setiap orang yang hidup di kota itu. Bahkan anak-anak di seluruh kota itu begitu mencintainya. Para pengusaha yang sebelumnya tidak mengenal dirinya, kini mereka merasa sangat hormat kepadanya. Kaum miskin berdatangan kepadanya untuk meminta nasihat. Itulah sebabnya, ia selalu duduk di kantor dengan pintu yang terbuka. Penampilan begitu sederhana, mengenakan gaun belacu, dengan sebuah syal kecil saat memberi saran kepada semua orang kaya dan miskin di kota itu.

Seiring berjalannya waktu, kemudian Margaret meninggal dunia. Dalam pembacaan surat wasiat yang dihadiri oleh banyak orang, bahwa ia masih memiliki tabungan yang jumlahnya tidak sedikit, yaitu tiga puluh dolar dan semuanya itu dihibahkan kepada panti-panti asuhan lain di kota yang sama, dan masing-masing menerima bagian dari warisannya. Entah itu panti asuhan anak-anak kulit putih, maupun anak-anak panti asuhan kulit hitam, atau baik orang Yahudi, Katolik maupun Protestan, dan bahkan yang lainnya diperlakukan sama dan merata; karena Margaret selalu berkata, “Mereka sama-sama yatim piatu”. Saat itulah semua orang di kota itu mengetahui, bahwa meskipun ia selalu memberikan sebagian besar dari penghasilannya dan selalu memberi, tetapi ia tetap berkecukupan, bahagia dan tidak pernah berkekurangan.

Selanjutnya, yang lebih mengejutkan lagi adalah, surat wasiat itu hanya ditandatanganinya dengan tanda silang, bukan nama, karena Margaret tidak pernah belajar membaca atau menulis. Ketika orang-orang New Orleans mendengar bahwa Margaret meninggal, mereka mengatakan: Ia adalah ibu bagi mereka yang tanpa ibu. Ia teman bagi mereka yang tidak memiliki teman. Ia memiliki kebijaksanaan lebih agung daripada yang dapat diajarkan oleh sekolah. Kita tidak akan membiarkan kenangan tentang dia memudar. Itulah sebabnya mereka membuat sebuah patung dirinya, yang didirikan tepat seperti biasanya ia terlihat, duduk di kantornya atau mendorong-dorong kereta kecil. Dan di sanalah patungnya didirikan, untuk mengenang kembali kasih yang besar dan kekuatan cinta yang dahsyat dari sosok manusia biasa, Margaret Haughery, dari New Orleans.

No comments:

Post a Comment