Tuesday 10 April 2012

BERLIAN MURNI DARI PAK ASAN


Oleh: Sugiman

San ko…, begutulah para pemuda remaja Liku – Paloh menyapa pak Asan saat bertemu. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maka frasa “San ko” sama artinya dengan bang Asan. Agak lucu ya? Karena nama lebih dahulu, kemudian diikuti keterangan panggilan kehormatan. Tensenya mirip dengan bahasa Inggris. Pak Asan juga sering dipanggil “panjang” karena beliau tinggi dan kurus. Itulah sebabnya juga, salah seorang sahabatnya memanggilnya si kurus. Tapi itu dulu, sebab sekarang beliau sudah agak gemukan. Gemukan tidak sama artinya dengan gemuk. Selain panggilan di atas, Gustriadi dan Susanto, temanku dari sei Bening, memanggilnya dengan “lungeng”, “nengkeng”, “pak Tosan atau pak Kosan”. Sedangkan saya kadang-kadang memanggilnya dengan “lenteng”. Aku sendiri juga tidak tahu apa artinya kata itu. Meskipun banyak nama samaran yang diusulkan oleh banyak orang, namun hanya pak Asan yang tetap eksis, yang tak tergantikan oleh banyak orang.

Bekerja di sebuah toko yang menjual beraneka ragam bahan pangan dan barang, pak Asan telah mengajariku banyak hal penting tentang berdagang. Beberapa diantaranya adalah: kerajinan dan ketekunan dalam bekerja, demikian juga keramahan sikap dan komunikasi dengan para pelanggan adalah sesuatu yang sangat penting tuturnya. Selanjutnya, yang terpenting lagi adalah kualitas yang kita berikan kepada para pelanggan juga harus kualitas yang terbaik, tegasnya. Itulah kekuatan yang dimiliki oleh pak Asan dalam berdagang. Pernah salah seorang temanku disuruh memilih bawang merah untuk salah seorang pelanggannya, tetapi di dalamnya terdapat beberapa biji saja yang rusak atau busuk. Mungkin karena merasa kurang yakin karena kami masih baru 2 bulan di toko saat itu, maka pak Asan melakukan cek ulang atas kualitas bawang merah tersebut. Setelah melihat beberapa biji bawang merah ada yang rusak atau busuk, yang tidak secara sengaja termasukan dalam kantong plastik hitam, ia segera mengatakan kepada kami berdua demikian: “carilah yang bagus bawangnya, jangan yang rusak atau busuk! Coba seandainya kalian jadi pembeli, marah ngak jika kalian dikasih bawang yang busuk sekalipun hanya beberapa biji saja?, tegasnya”. Setelah itu ia pergi melayani pelanggan yang lain dan  mengecek barang-barang yang lain sebelum diantar kepada para pelanggan.

Mendengar kalimatnya itu, dalam hati aku tersentak dan merasa bersalah, tetapi sekaligus aku mendapatkan berlian dari pak Asan. Aku telah menemukan satu lagi makna kehidupan yang sangat berharga diberikan oleh pak Asan. Aku menyadari, bahwa dia tidak hanya orang yang teliti dan pintar dalam berdagang, tetapi sangat mengutamakan kualitas terbaik. Mengapa? Karena, jika kualitas yang kita berikan kepada orang lain kurang atau tidak terjamin, maka dipastikan satu-persatu para pelanggan seorang pedagang akan pindah tuan, dan lama-kelamaan akan menjadi sunyi-sepi, seperti suasana di kuburan pada malam hari. Dari kejadian di atas, aku sama seperti seorang murid yang sedang belajar, yaitu mendapat pelajaran berharga dari seorang pedagang, yang juga adalah bosku waktu masih SMA di Paloh. Tapi jangan tanya gaji ya!

Memberikan kualitas terbaik seharusnya menjadi kewajiban setiap orang terhadap sesamanya. Karena itulah salah satu nilai kehidupan yang dititipkan Tuhan kepada setiap orang, tanpa terkecuali. Jika itu hanya titipan, maka ada saatnya Tuhan akan mengambilnya dari pada kita. Kapan itu? Kita tidak tahu. Jika kita mengamati jalan kehidupan manusia di mana pun kita berada, maka kita akan menemukan relita atau fakta, yaitu betapa seringnya hal itu dipandang dengan sebelah mata, dianggap remeh dan bahkan diabaikan oleh banyak orang. Padahal mengabaikan hal penting itu, sama dengan membuang sebuah berlian di tengah lautan. Memberikan kualitas terbaik kepada semua orang tidak hanya sebagai bukti kepedulian atau empati kita terhadap sesama, tetapi sebagai bukti pengenalan kita akan Sang Khalik. Karena Dialah sumbernya. Begitu banyak orang yang sadar dan tahu betul, bahwa Tuhan tidak pernah memberikan segala sesuatu yang tanpa kualitas yang terjamin kepada manusia. sehingga mereka menjalani hidupnya dengan penuh makna. Mengapa? Karena Tuhan sebenarnya sangat peduli atas seluk beluk kehidupan manusia. Bahkan bagian yang tak terjangkau oleh manusia, tetapi Tuhan menjangkaunya. Namun sayang, realita tetap memperlihatkan, betapa seringnya manusia mengabaikan kualitas terbaik itu dalam hidupnya. Sebagian besar manusia lebih suka memanipulasi sesamanya, salah satunya adalah memberikan kualitas yang sebenarnya tidak layak dan tidak untuk manusia lainnya (sesamanya).

Misalnya, pernah aku menganti ban dalam sepeda motor pada bagian belakang di sebuah bengkel, di tepi jalan menuju kampungku di Batu Hitam, Kec. Sajingan Besar, Kab. Sambas. Mungkin karena batu-batu yang tajam di jalanan, ban motor yang aku kendarai kempis alias bocor. Maka ku bawa ke sebuah bengkel terdekat untuk ganti ban dalam. Setelah selesai diganti, aku bertanya berapa harganya? Kemudian dengan tegas dan suara lantang ia mengatakan Rp 50.000. Aku berusaha menawar, tapi itu sudah harga mati katanya, ya sudah kalau begitu pikirku. Beberapa pekan kemudian, aku diutus oleh GKE Resort Paloh Bantanan untuk mengikuti pertemuan pemuda remaja di Tanjung, yaitu salah satu kampung yang ada di Kec. Sajingan Besar juga. Di dalam perjalanan aku mengalami nasib yang sama seperti sebelumnya, yaitu ban dalam sepeda motor yang ku kendarai bocor lagi. Kemudian, aku bawa ke bengkel terdekat untuk menggantinya, merek yang sama dan kualitas yang sama, tetapi harga yang berbeda, yaitu Rp 30.000. Dalam hati saya bertanya: “mengapa bisa berbeda ya?” Tapi saya segera sadar, bahwa sebagian besar orang lebih mementingkan uang dari pada kualitas terbaik. Ini adalah konsep yang salah dan sangat keliru, tetapi selalu dilakukan oleh banyak orang.

Konsep yang dimiliki oleh tukang bengkel pertama berbeda dengan konsep yang ditanamkan oleh pak Asan, dan itulah nilai lebih yang hingga saat ini tidak bisa aku lupakan, yaitu tetap memberikan kualitas terbaik kepada semua orang. Pertanyaannya adalah: apakah itu hanya untuk para pedagang? Oh tidak, justru itu harus ditanamkan oleh setiap orang dalam setiap langkah kehidupannya. Dengan demikian, disadari atau tidak ia telah mengajarkan nilai kehidupan yang berharga terhadap sesamanya. Sejak tahun 2003 – 2006 aku sering ikut dengannya bongkar, muat dan mengantarkan barang bersama pak Asan kepada para langganannya. Kualitas itu tetap ia pertahankan demi eksistensi tokonya di dalam dunia persaingan. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda termasuk orang yang mengabaikan kualitas terbaik, atau yang menjunjungnya?

Ingat! Kualitas sikap, komunikasi dan perbuatan yang Anda berikan kepada sesama adalah selaras dengan apa yang Anda dapatkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, jika kita bekerja jangan sekali-kali mengutamakan uang, tetapi utamakan kualitas terbaik. Karena orang tidak mendapatkan kualitas terbaik dari Anda, dia akan berani membayar Anda dengan harga yang mahal, tanpa merasa rugi dan menyesal. Karena itu, jangan suka bermain-main dengan kualitas, apalagi mengabaikannya. Jika kualitas terbaik itu oleh kita, maka siap-siaplah menuai hasilnya, yaitu mungkin seumur hidup orang tidak akan mempercayai kita. Kualitas terbaik hanya bisa kita berikan jika kita mengenal siapa sesama kita dan terlebih mengenal siapa Tuhan yang kita sembah, serta seberapa besar ruangan-Nya dalam hidup kita. Memberikan kualitas terbaik adalah salah satu bukti cinta kasih yang tulus seseorang kepada sesamanya dan terlebih kepada Sang Penciptanya. Itu berarti, di dalam kualitas terbaik yang kita berikan terkandung nilai mulia dan keagungan dari Tuhan.  

Oh iya maaf, satu lagi terlewat! Karena aku sering ikut bongkar, muat dan mengantar barang, maka setelah istirahat kami biasanya mampir ke warung-warung kopi dan menikmati segelas es Extra Joss+Susu sebagai pelepas dahaga dan penambah stamina oh…wenak banget dan maknyus…….dunia serasa milik pribadi, sedangkan yang lain ngontrak. Kok di warung kopi ada es sih? Nah itu ciri khas di Kalimantan Barat. Mau coba? Silahkan saja datang ke rumah pak Asan! Selanjutnya, untuk menganti dan menambah tenaga yang dikeluarkan kami biasanya makan masakan atau Chinese foot dengan Sea foot. Tetapi, sering juga kami makan di rumahnya. Isterinya, ibu Surianti atau yang sering di sapa dengan sebutan Aling oleh teman-temannya sangat pandai memasak. Orangnya ramah dan baik dan pintar membuat aneka kue juga lho! Ngak percaya lagi, coba aja datang ke rumahnya! Tapi setelah pulang ngantar barang sama pak Asan dulu baru boleh.

No comments:

Post a Comment