Oleh: Sugiman
San ko…, begutulah para pemuda remaja Liku – Paloh menyapa pak Asan saat
bertemu. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maka frasa “San ko” sama
artinya dengan bang Asan. Agak lucu ya? Karena nama lebih dahulu, kemudian
diikuti keterangan panggilan kehormatan. Tensenya mirip dengan bahasa Inggris. Pak
Asan juga sering dipanggil “panjang” karena beliau tinggi dan kurus. Itulah
sebabnya juga, salah seorang sahabatnya memanggilnya si kurus. Tapi itu dulu,
sebab sekarang beliau sudah agak gemukan. Gemukan tidak sama artinya dengan
gemuk. Selain panggilan di atas, Gustriadi dan Susanto, temanku dari sei
Bening, memanggilnya dengan “lungeng”, “nengkeng”, “pak Tosan atau pak Kosan”.
Sedangkan saya kadang-kadang memanggilnya dengan “lenteng”. Aku sendiri juga
tidak tahu apa artinya kata itu. Meskipun banyak nama samaran yang diusulkan
oleh banyak orang, namun hanya pak Asan yang tetap eksis, yang tak tergantikan oleh
banyak orang.
Bekerja di sebuah toko yang menjual beraneka ragam bahan pangan dan barang,
pak Asan telah mengajariku banyak hal penting tentang berdagang. Beberapa
diantaranya adalah: kerajinan dan ketekunan dalam bekerja, demikian juga keramahan
sikap dan komunikasi dengan para pelanggan adalah sesuatu yang sangat penting
tuturnya. Selanjutnya, yang terpenting lagi adalah kualitas yang kita berikan kepada
para pelanggan juga harus kualitas yang terbaik, tegasnya. Itulah kekuatan yang
dimiliki oleh pak Asan dalam berdagang. Pernah salah seorang temanku disuruh memilih
bawang merah untuk salah seorang pelanggannya, tetapi di dalamnya terdapat
beberapa biji saja yang rusak atau busuk. Mungkin karena merasa kurang yakin
karena kami masih baru 2 bulan di toko saat itu, maka pak Asan melakukan cek
ulang atas kualitas bawang merah tersebut. Setelah melihat beberapa biji bawang
merah ada yang rusak atau busuk, yang tidak secara sengaja termasukan dalam
kantong plastik hitam, ia segera mengatakan kepada kami berdua demikian: “carilah
yang bagus bawangnya, jangan yang rusak atau busuk! Coba seandainya kalian jadi
pembeli, marah ngak jika kalian dikasih bawang yang busuk sekalipun hanya
beberapa biji saja?, tegasnya”. Setelah itu ia pergi melayani pelanggan yang
lain dan mengecek barang-barang yang
lain sebelum diantar kepada para pelanggan.
Mendengar kalimatnya itu, dalam hati aku tersentak dan merasa bersalah,
tetapi sekaligus aku mendapatkan berlian dari pak Asan. Aku telah menemukan
satu lagi makna kehidupan yang sangat berharga diberikan oleh pak Asan. Aku
menyadari, bahwa dia tidak hanya orang yang teliti dan pintar dalam berdagang,
tetapi sangat mengutamakan kualitas terbaik. Mengapa? Karena, jika kualitas
yang kita berikan kepada orang lain kurang atau tidak terjamin, maka dipastikan
satu-persatu para pelanggan seorang pedagang akan pindah tuan, dan
lama-kelamaan akan menjadi sunyi-sepi, seperti suasana di kuburan pada malam
hari. Dari kejadian di atas, aku sama seperti seorang murid yang sedang belajar,
yaitu mendapat pelajaran berharga dari seorang pedagang, yang juga adalah bosku
waktu masih SMA di Paloh. Tapi jangan tanya gaji ya!
Memberikan kualitas terbaik seharusnya menjadi kewajiban setiap orang terhadap
sesamanya. Karena itulah salah satu nilai kehidupan yang dititipkan Tuhan
kepada setiap orang, tanpa terkecuali. Jika itu hanya titipan, maka ada saatnya
Tuhan akan mengambilnya dari pada kita. Kapan itu? Kita tidak tahu. Jika kita
mengamati jalan kehidupan manusia di mana pun kita berada, maka kita akan
menemukan relita atau fakta, yaitu betapa seringnya hal itu dipandang dengan sebelah
mata, dianggap remeh dan bahkan diabaikan oleh banyak orang. Padahal
mengabaikan hal penting itu, sama dengan membuang sebuah berlian di tengah
lautan. Memberikan kualitas terbaik kepada semua orang tidak hanya sebagai
bukti kepedulian atau empati kita terhadap sesama, tetapi sebagai bukti pengenalan
kita akan Sang Khalik. Karena Dialah sumbernya. Begitu banyak orang yang sadar
dan tahu betul, bahwa Tuhan tidak pernah memberikan segala sesuatu yang tanpa
kualitas yang terjamin kepada manusia. sehingga mereka menjalani hidupnya
dengan penuh makna. Mengapa? Karena Tuhan sebenarnya sangat peduli atas seluk
beluk kehidupan manusia. Bahkan bagian yang tak terjangkau oleh manusia, tetapi
Tuhan menjangkaunya. Namun sayang, realita tetap memperlihatkan, betapa
seringnya manusia mengabaikan kualitas terbaik itu dalam hidupnya. Sebagian
besar manusia lebih suka memanipulasi sesamanya, salah satunya adalah
memberikan kualitas yang sebenarnya tidak layak dan tidak untuk manusia lainnya
(sesamanya).
Misalnya, pernah aku menganti ban dalam sepeda motor pada bagian
belakang di sebuah bengkel, di tepi jalan menuju kampungku di Batu Hitam, Kec.
Sajingan Besar, Kab. Sambas. Mungkin karena batu-batu yang tajam di jalanan,
ban motor yang aku kendarai kempis alias bocor. Maka ku bawa ke sebuah bengkel
terdekat untuk ganti ban dalam. Setelah selesai diganti, aku bertanya berapa
harganya? Kemudian dengan tegas dan suara lantang ia mengatakan Rp 50.000. Aku
berusaha menawar, tapi itu sudah harga mati katanya, ya sudah kalau begitu
pikirku. Beberapa pekan kemudian, aku diutus oleh GKE Resort Paloh Bantanan
untuk mengikuti pertemuan pemuda remaja di Tanjung, yaitu salah satu kampung
yang ada di Kec. Sajingan Besar juga. Di dalam perjalanan aku mengalami nasib
yang sama seperti sebelumnya, yaitu ban dalam sepeda motor yang ku kendarai
bocor lagi. Kemudian, aku bawa ke bengkel terdekat untuk menggantinya, merek
yang sama dan kualitas yang sama, tetapi harga yang berbeda, yaitu Rp 30.000. Dalam
hati saya bertanya: “mengapa bisa berbeda ya?” Tapi saya segera sadar, bahwa sebagian
besar orang lebih mementingkan uang dari pada kualitas terbaik. Ini adalah
konsep yang salah dan sangat keliru, tetapi selalu dilakukan oleh banyak orang.
Konsep yang dimiliki oleh tukang bengkel pertama berbeda dengan konsep
yang ditanamkan oleh pak Asan, dan itulah nilai lebih yang hingga saat ini
tidak bisa aku lupakan, yaitu tetap memberikan kualitas terbaik kepada semua
orang. Pertanyaannya adalah: apakah itu hanya untuk para pedagang? Oh tidak,
justru itu harus ditanamkan oleh setiap orang dalam setiap langkah
kehidupannya. Dengan demikian, disadari atau tidak ia telah mengajarkan nilai
kehidupan yang berharga terhadap sesamanya. Sejak tahun 2003 – 2006 aku sering
ikut dengannya bongkar, muat dan mengantarkan barang bersama pak Asan kepada
para langganannya. Kualitas itu tetap ia pertahankan demi eksistensi tokonya di
dalam dunia persaingan. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda termasuk orang yang
mengabaikan kualitas terbaik, atau yang menjunjungnya?
Ingat! Kualitas sikap, komunikasi dan perbuatan yang Anda berikan kepada
sesama adalah selaras dengan apa yang Anda dapatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, jika kita bekerja jangan sekali-kali mengutamakan uang, tetapi
utamakan kualitas terbaik. Karena orang tidak mendapatkan kualitas terbaik dari
Anda, dia akan berani membayar Anda dengan harga yang mahal, tanpa merasa rugi
dan menyesal. Karena itu, jangan suka bermain-main dengan kualitas, apalagi
mengabaikannya. Jika kualitas terbaik itu oleh kita, maka siap-siaplah menuai
hasilnya, yaitu mungkin seumur hidup orang tidak akan mempercayai kita.
Kualitas terbaik hanya bisa kita berikan jika kita mengenal siapa sesama kita
dan terlebih mengenal siapa Tuhan yang kita sembah, serta seberapa besar
ruangan-Nya dalam hidup kita. Memberikan kualitas terbaik adalah salah satu
bukti cinta kasih yang tulus seseorang kepada sesamanya dan terlebih kepada
Sang Penciptanya. Itu berarti, di dalam kualitas terbaik yang kita berikan
terkandung nilai mulia dan keagungan dari Tuhan.
Oh iya maaf, satu lagi terlewat! Karena aku sering ikut bongkar, muat
dan mengantar barang, maka setelah istirahat kami biasanya mampir ke
warung-warung kopi dan menikmati segelas es Extra Joss+Susu sebagai pelepas
dahaga dan penambah stamina oh…wenak banget dan maknyus…….dunia serasa milik
pribadi, sedangkan yang lain ngontrak. Kok di warung kopi ada es sih? Nah itu
ciri khas di Kalimantan Barat. Mau coba? Silahkan saja datang ke rumah pak Asan!
Selanjutnya, untuk menganti dan menambah tenaga yang dikeluarkan kami biasanya
makan masakan atau Chinese foot
dengan Sea foot. Tetapi, sering juga kami
makan di rumahnya. Isterinya, ibu Surianti atau yang sering di sapa dengan
sebutan Aling oleh teman-temannya sangat pandai memasak. Orangnya ramah dan
baik dan pintar membuat aneka kue juga lho! Ngak percaya lagi, coba aja datang
ke rumahnya! Tapi setelah pulang ngantar barang sama pak Asan dulu baru boleh.
No comments:
Post a Comment