Oleh: Sugiman
Aku lahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Tetapi hanya aku yang
beruntungan dari mereka berdua. Atas anugerah Tuhan aku diberikan kesempatan
untuk menghirup udara segar, melihat matahari terbit dan melihat luasnya dunia
ini. Orang-orang di desaku dan tante mengatakan, bahwa ibuku meninggal dunia
semenjak aku berusia + 3 tahun karena diracun lewat minum kopi di rumah
seseorang yang sebenarnya masih ada hubungan dengan keluarga kami. Tidak lama
kemudian, kakak laki-lakiku yang meninggal karena tengkorak kepalanya retak
setelah dibenturkan oleh bapak ke persegi tiang pintu rumah. Banyak orang
bilang kalau bapak saat itu tempramental dan ekstrim emosional. Sedangkan
adikku, perempuan satu-satunya, yang masih bayi juga meninggal karena sakit
selama seminggu yang tidak diketahui apa penyakitnya. Secara jujur memang aku
tergolong orang yang malang, tetapi sekaligus aku merasa orang yang paling
beruntung dari mereka.
Tidak berapa lama kemudian, aku diajak tante untuk tinggal di rumahnya bersama
nenek yang tidak pernah lelah dan mengeluh merawatku. Begitu juga dengan tante
yang sangat mengasihi dan mencintaiku seperti ibu mengasihi aku sebelumnya.
Sekalipun sebenarnya aku belum bisa merasakan lembutnya sentuhan ibu saat
menggendong dan memegang tanganku atau saat ia membelau rambutku. Bahkan aku
tidak tahu apapun seperti apa sebenarnya paras ibuku, tapi yakin beliau pasti
cantik, anggung, lemah lembut, ramah, penuh perhatian dan mengasihiku dengan
sepenuh hatinya. Itulah sebabnya aku sangat penasaran dan rindu padanya.
Setiap hari ibu, aku selalu menangis karena kesedihan yang mendalam,
tetapi sekaligus aku merasa terharu melihat anak-anak yang memberikan kado atau
hadiah pada ibunya. Terkadang aku sangat iri, dengki dan cemburu melihat
teman-temanku yang masih memiliki ibu. Mereka bisa berbagi cerita di masa
kecilnya, terlebih sosok ibu yang memberikan kasih sayang pada anak-anaknya. Aku
merasakan, alangkah bahagianya hidup mereka. Itulah sebabnya aku sangat sedih
ketika melihat dan mendengar ada anak yang membenci dan membentak-bentak ibunya,
dalam hati seolah aku ingin mengatakan “boleh tidak ibumu juga jadi ibuku,
biarkan ia tinggal bersamaku!” gumumku. Tetapi itu hanya hayalan dan impian belaka.
Sosok seorang ibu begitu berarti bagiku yang hidup sebatang kara. Bahkan
pernah aku berpikir, bahwa kalau ada ibu-ibu yang bersedia menjadi ibuku,
sekali pun hanya ibu angkat aku akan membuka pintu hatiku bagi mereka dan aku pun
bersedia menjadi anaknya. Tetapi sayang, hingga saat ini pun aku tetap seorang
anak yang tidak beribu. Meskipun begitu, aku tetap merasa orang yang sangat
beruntung dari mereka yang memiliki ibu. Karena mereka cuma punya satu ibu,
sedangkan aku mempunyai lebih dari satu ibu, walaupun sebenarnya bukan ibu
kandungku. Tetapi kasih sayang yang aku dapatkan dari mereka mungkin tidak jauh
berbeda dengan kasih sayang yang ibu kandung berikan terhadap anak-anaknya.
Inilah yang membuatku tidak pernah berhenti bersyukur pada Tuhan.
Bagiku, sosok seorang ibu yang benar-benar menyadari tugas dan tanggung
jawabnya sebagai ibu adalah seorang pahlawan yang berani mempertaruhkan
nyawanya untuk anaknya sewaktu melahirkan. Bahkan tidak jarang ibu yang
meninggal pada saat melahirkan akibat pendarahan yang dialaminya, sehingga
beliau kekurangan darah. Berbeda halnya dengan sebagian besar kaum bapak yang
lebih memilih untuk mengorbankan anaknya ketika dokter menawarkan atau memperhadapkannya
pada suatu dilema. Misalnya, pada saat proses kelahiran yang sangat sulit, yang
di mana salah satu nyawa manusia harus dikorbankan, yaitu anak atau ibu yang
harus diselamatkan? Maka sudah pasti ayah atau bapak biasanya akan memilih
nyawa ibu yang harus diselamatkan. Bahkan aku pun jika diperhadapkan dengan
dilema seperti itu pasti memilih nyawa ibunya yang diselamatkan. Mengapa?
Silahkan jawab sendiri!. Tetapi berbeda halnya dengan kaum perempuan pada
umumnya yang menyadari dan mengenal siapa dirinya. Mengapa saya katakan
demikian? Karena ada perempuan yang tidak mengenal siapa dirinya, sehingga
seenaknya ia membuang anaknya sehabis melahirkan, atau membunuh anaknya sendiri
dengan cara aborsi atau cara yang lainnya. Sekalipun sebenarnya tidak semua ibu
memiliki sifat yang demikian.
Dengan kata lain, masih banyak ibu yang sangat mengasihi anak-anaknya
sekalipun dirinya terkadang sering diabaikan atau dilupakan oleh anak-anaknya. Bahakan
tidak sedikit juga ibu yang sangat mengasihi anaknya, tetapi justru disakiti
oleh anaknya, mulai dari penolakan atau tidak diakui dan dibiarkan hidup
menderita seorang diri. Biasanya hal ini terjadi karena si anak malu untuk
mengakui orangtuanya yang miskin di kampung setelah sang anak hidup nyaman dan
berhasil di kota. Padahal betapa banyak anak-anak piatu (motherless child) yang
merindukan sosok seorang ibu dalam hidupnya, termasuk aku sendiri. Karena,
bagaimana pun sosok seorang ayah terkadang tidak bisa menggantikan posisi ibu
sepenuhnya di dalam keluarga dan begitu pula sebaliknya. Artinya, tidak berarti
sosok ayah tidak penting lantas harus diabaikan. Tetapi keduanya sama
pentingnya. Hanya saja dalam tulisan ini aku hanya menyoroti sosok seorang ibu.
Mengapa? Karena sebelumnya aku tidak pernah merasakan sentuhan ibuku. Harus ku
akui, bahwa bagaimana pun sosok ibu pada umumnya sesungguhnya dibutuhkan untuk
memberi sentuhan yang halus, sangat lembut dan berbeda dengan sentuhan bapak.
Sekalipun harus diakui juga bahwa ada bapak yang sama lembutnya dengan sentuhan
sang ibu, dan begitu pula sebaliknya, yaitu ada ibu yang menyerupai sentuhan
sang bapak pada umumnya. Tetapi itu sangat jarang terjadi di dalam keluarga.
Karena itulah aku sangat merindukan belaskasihan seorang ibu dalam hidupku.
Lembutnya sentuhan seorang ibu telah membuatnya berbeda dengan sosok
sang bapak. Perhatian ibu terhadap anaknya begitu besar dan tulus. Aku kira
itulah yang tidak ku dapatkan hingga saat ini. Bahkan tidak jarang aku
menganggap sebagian dari ibu teman-temanku ku anggap seperti ibuku sendiri. Oleh
sebab itu, berbahagialah Anda yang masih memiliki ibu, yang hingga saat ini
masih memberikan sentuhan lembutnya pada Anda. Jangan sia-siakan kehadiran
mereka dalam hidup Anda, kasihilah mereka dengan sepenuh hati selagi mereka
masih ada bersama-sama dengan Anda! Ungkapkanlah kata-kata indah yang dapat
membuat mereka merasakan kebahagiaan hidup bersama Anda! Lakukanlah hal-hal
yang bernilai mulia pada mereka! Rawatlah mereka selagi Anda dapat
melakukannya, dan penuhi hidup mereka dengan budi baik selagi hati mereka dapat
digetarkan! Ingat, jangan pernah menahan kasih kepada orang yang berhak dan
pantas menerimanya, sementara Anda mampu melakukannya! Karena ada saatnya Anda
akan menyesal seumur hidup ketika di mana Anda tidak sempat melakukannya saat
beliau membutuhkannya. Karena itu, jangan tunggu nanti, tetapi lakukanlah
sekarang!
No comments:
Post a Comment