Oleh: Sugiman
Charles Handy, seorang mahaguru bisnis pernah mengungkapkan sebuah
statement demikian: Seorang pemimpin
haruslah menjalani kehidupan yang memperlihatkan visinya. Sebuah kalimat
pendek dan sederhana, tetapi dengan makna yang tidak sesederhana
mengungkapkannya. Dengan kata lain, bagi Charles Handy, seorang pemimpin yang
berintegritas tidak hanya harus bisa merancang pernyataan visi atau misinya,
melainkan ia juga harus bisa menjalaninya. Ini memperlihatkan betapa integritas
itu sangat penting dan diperlukan dalam sebuah kepemimpinan. Karena, tanpa
integritas, maka seorang pemimpin sebenarnya tidak ada bedanya dengan iklan
yang dipajang di tepi-tepi jalan atau di tikungan-tikungan jalan.
Beberapa waktu yang silam, surat kabar London Time meliput
sebuah berita sederhana dan masalah sepele atau kecil sebenarnya, tetapi
menjadi berita hangat dan populer dalam surat-surat kabar Internasional.
Beritanya mengenai kisah seorang sopir truk pengangkut barang yang dipecat atau
diberhentikan dari pekerjaannya. Alasannya, karena ia selalu minum Pepsi saat sedang bekerja dan bahkan
saat mengendarai mobil, sementara ia sendiri bekerja untuk perusahan Coca-Cola. Mungkin Anda berpikir bahwa
itu hanya masalah sepele dan bisa diselesaikan secara baik-baik di kantornya.
Tetapi pihak manager tetap mengambil sebuah keputusan, bahwa ia harus diberhentikan
atau dipecat. Apakah itu tidak adil? Tentu saja, karena jika seandainya ia
adalah seorang pemimpin perusahan Coca-Cola
yang ketahuan memiliki lebih dari enam kaleng Pepsi di atas meja kerjanya, masalahnya pasti akan berbeda.
Bukankah hal yang sama juga saat ini sedang dan mungkin akan terus kita
rasakan jika kualitas dan integritas para pemimpin atau para politikus di
negara Indonesia tetap tidak berubah. Bahkan, saya sangat kuatir bahwa dalam
kurun waktu tertentu, di mana para pemimpin atau para pilitikus negara
Indonesia sudah mengalami kemiskin kepercayaan dari rakyat, maka tidak menutup
kemungkinan, bahwa peristiwa seperti yang terjadi di Tunisia juga dapat terjadi
di Indonesia.[1]
Apakah kita akan menunggu hal itu terjadi terlebih dahulu untuk mereformasi
kepemimpinan yang ada di Indonesia? Tentu tidak. Jangan sesekali bermain api!
Seringnya kita mendengar para politikus mengembar-gemborkan janji-janji
palsu dan program-program politik, tetapi setelah itu dilupakan ketika mereka
berhasil duduk pada kursi yang diinginkan semasa kampanye. Hal itu sudah tentu
mencerminkan rendahnya integritas para pemimpin yang ada di Indonesia. Bahkan
tidak jarang rakyat menjadi sinis saat melihat tidak ada perubahan apapun.
Itulah sebabnya, banyak politikus yang diremehkan oleh pandangan publik karena
omong kosong dan korupsi yang mereka lakukan. Sungguh, pemimpin yang
berintegritas di Indonesia ini sangat langka dan mahal, dan kalau pun ada hanya
1000:1.
Selanjutnya, bahkan tidak jarang juga kita mendengar kisah-kisah yang
sangat menyedihkan dari para wakil rakyat yang menonton film porno saat rapat
paripurna, atau tertidur pulas, atau tidak hadir sama sekali. Bahkan tidak
jarang kita mendengar kabar di berbagai media mengenai wakil perdana mentri
yang menghianati isteri-isteri mereka dengan berselingkuh bersama
sekertaris-sekertarisnya; perdana mentri yang menjual kehormatannya kepada para
orang kaya yang telah memberikan sumbangan kepada partai politik mereka, dan
masih banyak lagi kasus-kasus yang menyedihkan dan menorehkan luka batin yang dalam
pada setiap hati nurani anak manusia yang masih menyadari dirinya sebagai
manusia. Salah satu penyebab dari semuanya itu adalah karena mereka cenderung mengabaikan
nilai-nilai integritas.
Apa itu integritas?
Dalam dunia kerja konsistensi itu sangat penting. Mengapa? Karena
konsistensi adalah bagian dari nilai integritas yang harus dijunjung tinggi.
Apa itu integritas? Integritas berasal dari bahasa Inggris “Integration” yang
berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Sedangkan dalam ilmu komputer ada
istilah “Integral Data Type” yang menunjuk kepada tipe data apapun yang merepresentasikan
bilangan bulat, yaitu 2, 4, 6, 8, 10 dst. Dalam konteks itulah kata integritas
diungkapkan, yang menunjuk kepada eksistensi manusia seutuhnya, yaitu antara
perkataan dan perbuatan itu harus seimbang. Dengan kata lain, jika perkataan
diutamakan, tetapi mengabaikan tindakan, maka itu tidak mengacu kepada
kebulatan atau keutuhan dari manusia itu sendiri, tetapi sebaliknya, yaitu keganjilan.
Oleh sebab itu, visi dan misi yang dirancang oleh seorang pemimpin bukan untuk menuntut
orang lain mampu melaksanakannya, sementara dirinya hanya tahu bersih dan tidak
bisa memenuhi tuntutannya sendiri. Jika seorang pemimpin memiliki karakter dan
kebiasaan buruk yang demikian, maka dia bukanlah pemimpin yang berintegritas,
dan bisa dikatakan, bahwa dia tidak mengerti apa itu kepemimpinan.
Apa itu kepemimpinan?
LB. Panjaitan pernah mengatakan, bahwa kepemimpinan itu adalah “seni”. Artinya,
setiap orang itu memiliki cara dan gaya kepemimpinan tersendiri, tetapi mengarah
pada sasaran, goal atau tujuan yang sama. Meskipun demikian, pelaksanaannya
sangat mengenakan kepengaruhan dan memberikan bimbingan kepada bawahan sehingga
dari pihak yang dipimpin itu timbul kemauan kepercayaan, respek dan kepatuhan
serta ketaatan yang diperlukan dalam menunaikan tugas-tugas yang diembankan
tanpa banyak menggunakan alat dan waktu, tetapi dengan banyak keserasian antara
banyak yang menjadi objek kelompok atau apa yang menjadi kesatuan untuk
mencapai sebuah sasaran. Intinya, seorang pemimpin yang berintegritas adalah
seorang pemimpin yang memahami
dengan jelas, apa yang ingin dan harus ia capai; mengetahui dengan tepat apa
yang mesti ia lakukan untuk mencapainya; dan memiliki keterampilan untuk
mengatur pelaksanaannya.
Selanjutnya, dalam menjalankan fungsinya, maka seorang pemimpin harus
memiliki kualitas. Misalnya, kepemimpinan Pancasila sangat mengutamakan
nilai-nilai moral/ moril/ mental maupun kecakapan yang tinggi, motivasi yang
dan etiket yang baik, serta sifat-sifat kreatif, aktif, konsumtif, berwibawa
dan bijaksana. Dengan kata lain, pemimpin yang berintegritas adalah pemimpin
yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan bukan Pancaksilat, apalagi
bersilat kata dan suka memutarbalikan fakta. Pemimpin yang berintegritas sama
halnya dengan pemimpin yang visioner, yaitu pemimpin yang melihat jauh ke
depan, yang rasional dan visibel untuk direalisasikan atau diwujudkan.
Penglihatan yang jauh ke depan itu tidak ditumbuhkan secara paksa, tetapi ia
tumbuh sendiri dari berbagai pengalaman, intelektualitas, etiket dan moral.
Beberapa hal penting untuk
mendukung kepemimpinan:
Pertama, seorang pemimpin harus mengenal siapa
dirinya. Dengan demikian ia mengerti tujuan pokoknya, mengerti dan mengetahui
kemampuan dan kelemahannya.
Kedua, seorang pemimpin harus memiliki pandangan
yang luas tentang eksistensi manusia seutuhnya. Dengan demikian ia menyadari bahwa
dirinya sangat membutuhkan pertolongan mereka terutama para bawahannya untuk
menangani setiap permasalahan yang menyangkut hak dan kepentingan publik.
Ketiga, seorang pemimpin harus selalu bersikap
komunikatif dalam arti yang tulus, ikhlas, benar dan sangat memperhatikan
kualitas kata-kata yang digunakan. Dengan demikian, ia tidak menjadikan dirinya
manusia setengah dewa, yaitu merencanakan hal-hal yang tidak mungkin diri
lakukannya, sehingga ketika hal itu tidak tercapai mereka dipandang sinis,
pembohong, penipu dan bahkan pecundang yang tidak tahu malu.
Keempat, seorang pemimpin harus peka dengan keadaan,
cepat tanggap, selalu percaya diri atau optimis dalam segala situasi. Bahkan
sesulit apapun situasinya ia tetap melangkah dengan tenang, teduh dan bijaksana
tapi pasti.
Kelima, seorang pemimpin harus memiliki sikap
pengendalian emosional, supaya ia dapat merasakan hal yang sama seperti apa
yang dirasakan bawahan atau rakyatnya tentang sebuah krisis. Karena itu,
kecerdasan emosional itu sangat dibutuhkan, guna mengantarkan seseorang pada
kesuksesan.
Keenam, seorang pemimpin harus selalu belajar
menepati janji, meski ada beraneka perubahan, tetapi ia tetap konsisten dan
tetap bisa diandalkan. Karena kemampuannya dalam menepati janjilah dirinya
tetap menjadi andalan, panutan, teladan dan jalan yang patut dijalani. Tetapi
haru ingat, bahwa kemampuan menepati janji adalah lahir dari kesetiaan terhadap
diri sendiri dan orang lain, dan dari situlah akan lahir lagi yang saya sebut
dengan solidaritas.
Ketujuh, atau yang terakhir adalah seorang pemimpin
harus berani jujur mengakui dan mengukur sejauh mana kapasitas dan keterbatasan
pengetahuannya. Mengapa? Karena hanya mereka yang berani membuka dirilah yang berani
dan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya. Artinya, setiap masukan
penting yang dapat menuntunnya menemukan jalan lurus dan kebijaksanaan. Saya
kira inilah yang paling sulit diakui oleh setiap orang atau pemimpin. Maka,
tidak jarang mereka menganggap dirinya sudah menggenggam dunia. Tetapi ketika
diperhadapkan dengan masalah yang sebenarnya, mereka sama dengan kucing yang
dibuang ke dalam got. Keberaniaan membuka diri hanya bisa dilakukan oleh mereka
yang melihat hidup ini kaya akan guru kebijaksanaan. Sehingga dia menyadari
bahwa seumur hidupnya adalah harus belajar.
Refleksi
Jika seorang pemimpinan berani merefleksikan, bahwa kepemimpinan tanpa
integritas adalah sama halnya dengan orang yang mendirikan rumah tanpa pondasi.
Atau seperti orang yang membangun dan mendirikan rumah di atas pasir, ketika datang
badai, maka rumahnya hancur dan runtuh, karena padanya tidak ada kekuatan. Artinya,
sehebat apapun kepemimpinan seseorang, jika ia mengabaikan apalagi melupakan integritas
yang diberikan Sang Kahalik, maka cepat atau lambat kepemimpinannya akan hancur.
Itulah sebabnya, saya mengatakan integritas itu sangat penting dalam
kepemimpinan. Karena itu, junjunglah dia, beri dia ruangan dalam diri Anda,
beri dia makanan yang sehat, latih dia untuk berani bertanggung jawab dalam
segala hal dan kasihi dia dengan hati yang tulus dan ikhlas, maka integritas
itu akan hidup di dalam diri kita. Ingait! Integritas adalah karunia yang Tuhan
titipkan kepada setiap orang sesuai dengan porsinya. Jika itu adalah titipan,
maka ada saatnya integritas itu akan diambil oleh-Nya dari pada kita.
[1] Pernyataan senada juga
diungkapkan oleh mantan wakil presiden RI Jusuf Kalla dan Sri
Sultan Hamengkubuwono X. Beliau menilai bahwa gejolak politik di Mesir dan
Tunisia yang memicu tuntutan rakyat akan perubahan kepemimpinan di kedua negara
tersebut tidak cuma menjadi isu regional Timur Tengah. Jika ditilik lebih
teliti, pemicu demonstrasi raya tersebut juga punya potensi di Indonesia. Selanjutnya,
tokoh nasional Sri Sultan Hamengkubuwono X juga mengatakan demikian: "Itu
bisa saja terjadi kalau masyarakat tidak percaya lagi institusi yang perlu
dipercaya sebagai dasar untuk memberikan arah," kata Sultan usai Simposium
Nasional Demokrat di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Minggu
(30/1/11). Lih. http://www.jurnalmetro.com/aspirasi/3-newsflash/599-gejolak-politik-di-tunisia-dan-mesir-bisa-terjadi-di-indonesia.html
No comments:
Post a Comment