Sunday 22 April 2012

SEANDAINYA INI HARI TERAKHIR?


Oleh: Sugiman

Disadari atau tidak disadari, bahwa salah satu kecenderungan hidup sebagian besar orang adalah sering menyamakan kesempatan atau waktu dengan putaran jarum jam. Mereka melihat bahwa, pagi ini telah ditutup dengan malam, tetapi besok hari pagi pasti akan datang kembali. Karena itu, muncul ungkapan: hari ini biarlah berlalu karena masih ada hari esok yang menanti. Artinya, setiap orang itu memiliki harapan yang lebih baik akan hari esok. Itulah pesan positifnya. Tetapi serentak dengan itu, efek atau dampak negatif dari ungkapan tersebut juga sedikit banyak telah meracuni pikiran manusia, kemudian menjadi sebuah tindakan tetapi sangat meremehkan esensi hari esok. Misalnya, ada orang yang berpikir bahwa tidak apa-apa melakukan kejahatan hari ini, karena masih ada hari esok untuk memperbaikinya atau bertobat. Padahal, tidak seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi dalam hidupnya hari ini, esok dan seterusnya. Iya kalau kita masih diberikan kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang yang kita kasihi, masih dapat menghirup udara segar dan masih dapat melihat matahari terbit sebagai hari yang baru, semangat yang baru dan harapan yang baru. Tetapi bagaimana jika seandainya tidak? Karena kesempatan yang diberikan oleh Tuhan telah kita habiskan untuk melakukan hal-hal yang tidak mendatangkan kebaikan atau untuk merugikan orang lain! Itulah yang saya maksudkan dengan hari terakhir.   

Kesempatan adalah sama maknanya dengan sebuah peluang emas yang tidak dapat dipisahkan dengan waktu yang telah diberikan-Nya kepada setiap orang. Maksud saya, setiap orang memiliki kesempatan yang sama banyanknya dengan waktu yang diberikan Tuhan. Hanya saja berbeda dalam penerapan, pemanfaatannya atau penggunaannya. Itulah sebabnya, kata “kesempatan” sering dimanfaatkan secara ganda dalam hidup manusia, yaitu positif dan negatif. Misalnya, sebagian orang suka memanfaatkan kesempatan atau waktunya untuk melakukan hal-hal yang mendatangkan kebaikan dalam hidupnya maupun sesamanya. Mereka memberi makan saudaranya yang lapar, menghibur yang bersedih, memihak kepada orang yang diperlakukan tidak adil, memberi pakaian mereka yang membutuhkan, memberi tumpangan kepada mereka yang terabaikan dan ditolak oleh kaum elit. Tetapi sebaliknya, yang sebagian orang lagi suka memanfaatkan kesempatan atau waktunya untuk melakukan hal-hal yang tidak berguna, sia-sia dan merugikan sesamanya. Betapa tidak, salah satu penyebab mengapa orang bisa mencuri, membunuh, berbohong, berdusta, memperkosa dan melakukan tindakan-tindakan kejahatan lainnya adalah karena ada kesempatan. Demikian pula sebaliknya, yaitu mengapa orang bisa sukses, berhasil, selalu hidup mengasihi, berbagi dan melakukan perbuatan-perbuatan baik lainnya? Karena mereka melihat hidup ini sebagai kesempatan yang mulia dan abadi.

Perjalanan hidup manusia adalah misteri yang tak terpecahkan dan tak terdeteksi oleh kemampuan otak, daya pikir atau akal budi yang dimiliki oleh siapapun dan oleh apapun, kecuali oleh Dia yang berdaulat penuh atas hidup mereka. Tidak seorang pun yang dapat mengetahui atau yang dapat mengukur seberapa lama atau singkatnya hidup seseorang dari sejak ia lahir di dunia ini. Karena hidup manusia sangat bergantung sepenuhnya pada ukuran dan kehendak-Nya. Artinya, segala sesuatu yang telah terjadi maupun yang akan terus (belum) terjadi dalam hidup manusia adalah di luar kehendak, kendali dan jangkauannya. Ini memperlihatkan betapa rapuh, lemah dan terbatasnya hidup manusia. Kendati begitu, mereka tetap mendapatkan kesempatan dan waktu sama banyaknya untuk menghasilkan nilai-nilai kebaikan, kebenaran dan kemuliaan dalam hidupnya. Hanya, kecenderungan untuk tetap dan terus-menerus menyia-nyiakan kesempatan berharga itu tetap tak terhapuskan. Mereka masih tetap mengeraskan hatinya hingga tiba waktunya, yaitu di mana tidak seorang pun dapat melakukan pekerjaan apapun ketika kesempatan dan waktunya telah habis. Sehingga ia merasakan penyesalan yang tak terobati.

Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia Rasul Paulus mengatakan demikian: 9 Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. 10 Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman (Galatia 6:9-10). Apa yang telah dikatakan oleh Paulus di atas memperlihatkan kepada kita, bahwa ia sangat sadar akan keterbatasan manusia. Hal itu diperhatikan melalui kalimat: karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Kalimat ini menyiratkan tiga makna penting dalam hidup manusia, yaitu: (1). Paulus mengakui bahwa akan ada waktu yang di mana tidak seorang pun dapat melakukan segala pekerjaannya seperti semasa hidupnya. Artinya, jangan sampai kita menyesal seumur hidup karena sudah tidak ada kesempatan atau waktu lagi untuk melakukannya. (2). Rasul Paulus menegaskan, bahwa apa yang telah dilakukan oleh setiap orang semasa hidupnya, maka ia pasti menerima hasil dari semua perbuatannya. (3). Karena manusia itu adalah makhluk yang sangat rapuh dan lemah, maka ia sangat membutuhkan kekuatan yang ada diluar dirinya, yaitu kekuatan Tuhan. Tetapi serentak dengan itu, Rasul Paulus mengatakan bahwa bukan tidak mungkin manusia akan menolak Tuhan dalam hidupnya ketika tiba waktu untuk menuai. Itulah sebabnya, Paulus menggunakan dua kata yang menunjuk kepada eksistensi manusia sebagai ciptaan yang lemah dan terbatas, yaitu kata jika dan lemah pada kalimat jika kita tidak menjadi lemah. Artinya, Paulus melihat bahwa dua kemungkinan (lemah dan tetap kuat) bisa terjadi dalam hidup manusia, namun tidak ada yang tahu akan kedua hal itu.

Selanjutnya, kata kesempatan pada ayat 10 adalah menunjuk kepada waktu yang sangat terbatas tetapi sangat berharga dan sangat menentukan hidup setiap orang. Oleh sebab itu, Paulus mengajak pembacanya supaya menggunakan kesempatan atau waktu yang terbatas dan berharga itu sebaik mungkin, guna tidak ada yang terbuang dengan sia-sia atau tanpa makna apapun. Karena jika tidak dimanfaatkan baik-baik, kesempatan itu akan meninggalkan siapapun yang mengabaikannya, dan tidak seorang pun yang dapat mengembalikannya seperti semula, kecuali Dia yang berdaulat penuh atas hidup manusia. Itulah makna kesempatan yang dimaksudkan Paulus di sini.

Selanjutnya, perbuatan baik yang disebutkan Rasul Paulus pada ayat 10 adalah menunjuk kepada buah Roh yang disebutkannya dalam pasal sebelumnya, yaitu 22 kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, 23 kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu (Galatia 5:22-23). Sedangkan kalimat kepada semua orang dan kalimat terutama kepada kawan-kawan kita seiman menunjuk kepada kasih yang tulus dan sejati. Maksud saya adalah sebelum orang banyak merasakan nilai-nilai mulia dari kita, maka orang yang ada disekitar kita harus terlebih dahulu merasakannya. Karena mustahil seseorang akan menjadi teladan, atau menjadi berkat bagi semua orang jika di dalam keluarganya ia tidak menjadi teladan atau berkat bagi anak-anak dan isterinya ataupun keluarganya. Artinya, benahi terlebih dahulu keluarga atau orang-orang yang seiman dengan kita, setelah mereka benar-benar merasakan, barulah diterapkan terhadap masyarakat luas.

Refleksi:

Setiap orang telah diberikan Tuhan kesempatan yang sama dan waktu yang sama. Tidak seorang pun yang lebih. Tinggal bagaimana ia menggunakan kesempatan itu dengan baik, yaitu apakah untuk melakukan hal-hal yang bermakna, mendatangkan kebaikan bagi dirinya dan sesamanya atau ia menggunakan untuk makna sebaliknya. Tetapi akan ada waktunya, yaitu di mana setiap orang tidak akan dapat mengembalikannya seperti semula. Ia tidak akan dapat melakukan perbuatan apapun lagi, karena kesempatannya telah dihabiskan untuk melakukan dan mengerjakan hal-hal yang tidak berguna, sia-sia dan tidak mendatangkan kebaikan apapun, entah itu untuk dirinya maupun bagi sesamanya. Saat itulah Tuhan akan menuntut tanggung jawab hidup setiap orang, dan menerima atau menuai hasil perbuatannya. Itulah akhir hidup manusia.

Hidup adalah pilihan bebas pribadi setiap orang, karena setiap orang telah diberikan kemampuan oleh Tuhan untuk menentukan mana yang baik dan buruk bagi dirinya. Jadi terserah mau pilih yang mana. Tetapi satu hal yang harus kita ingat, yaitu tidak seorang pun yang tahu tentang segala sesuatu yang akan terjadi dalam hidup manusia, kecuali Dia. Karena itu, jangan biarkan kesempatan hidup yang berharga itu hilang dan berlalu dengan sia-sia, tetapi warnailah semua itu dengan budi baik yang bisa dinikmati oleh semua orang tanpa terkecuali. Jangan biarkan kesempatan mulia itu didahului oleh waktu yang malang, yang di mana tidak seorang dapat membendung dan mencegahnya atau mengembalikan kesempatan itu seperti semula kita menerimanya. Jadi apapun yang kita lakukan setiap harinya, berpikirlah bahwa seolah-olah itu adalah hari atau kesempatan terakhir Anda dan saya melakukannya. Jangan tunggu hari esok, karena kita tidak tahu apapun yang akan terjadi dengan hidup kita. Itu adalah misteri. Albert Schweitzer,  seorang teolog, musikus, filsuf dan juga dokter (1875-1965) pernah mengatakan demikian: Saya tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, tetapi satu hal yang saya tahu: hanya seorang di antara Anda yang benar-benar bahagia, yaitu ia yang mencari dan telah menemukan bagaimana cara melayani. Jadi Albert ingin mengatakan bahwa hidup kita sebenarnya bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Itulah yang diungkapkan Yesus 2000 tahun yang lalu, yaitu kedatangan-Nya bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Sekarang giliran kita yang harus melakukannya.

No comments:

Post a Comment