Oleh: Sugiman
Disadari atau tidak disadari, bahwa salah satu kecenderungan hidup sebagian
besar orang adalah sering menyamakan kesempatan atau waktu dengan putaran jarum
jam. Mereka melihat bahwa, pagi ini telah ditutup dengan malam, tetapi besok
hari pagi pasti akan datang kembali. Karena itu, muncul ungkapan: hari ini biarlah berlalu karena masih ada
hari esok yang menanti. Artinya, setiap orang itu memiliki harapan yang
lebih baik akan hari esok. Itulah pesan positifnya. Tetapi serentak dengan itu,
efek atau dampak negatif dari ungkapan tersebut juga sedikit banyak telah
meracuni pikiran manusia, kemudian menjadi sebuah tindakan tetapi sangat
meremehkan esensi hari esok. Misalnya, ada orang yang berpikir bahwa tidak
apa-apa melakukan kejahatan hari ini, karena masih ada hari esok untuk memperbaikinya
atau bertobat. Padahal, tidak seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi dalam
hidupnya hari ini, esok dan seterusnya. Iya kalau kita masih diberikan
kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang yang kita kasihi, masih dapat
menghirup udara segar dan masih dapat melihat matahari terbit sebagai hari yang
baru, semangat yang baru dan harapan yang baru. Tetapi bagaimana jika seandainya
tidak? Karena kesempatan yang diberikan oleh Tuhan telah kita habiskan untuk
melakukan hal-hal yang tidak mendatangkan kebaikan atau untuk merugikan orang
lain! Itulah yang saya maksudkan dengan hari terakhir.
Kesempatan adalah sama maknanya dengan sebuah peluang emas yang tidak
dapat dipisahkan dengan waktu yang telah diberikan-Nya kepada setiap orang. Maksud
saya, setiap orang memiliki kesempatan yang sama banyanknya dengan waktu yang
diberikan Tuhan. Hanya saja berbeda dalam penerapan, pemanfaatannya atau
penggunaannya. Itulah sebabnya, kata “kesempatan” sering dimanfaatkan secara ganda
dalam hidup manusia, yaitu positif dan negatif. Misalnya, sebagian orang suka
memanfaatkan kesempatan atau waktunya untuk melakukan hal-hal yang mendatangkan
kebaikan dalam hidupnya maupun sesamanya. Mereka memberi makan saudaranya yang
lapar, menghibur yang bersedih, memihak kepada orang yang diperlakukan tidak
adil, memberi pakaian mereka yang membutuhkan, memberi tumpangan kepada mereka
yang terabaikan dan ditolak oleh kaum elit. Tetapi sebaliknya, yang sebagian orang
lagi suka memanfaatkan kesempatan atau waktunya untuk melakukan hal-hal yang
tidak berguna, sia-sia dan merugikan sesamanya. Betapa tidak, salah satu
penyebab mengapa orang bisa mencuri, membunuh, berbohong, berdusta, memperkosa
dan melakukan tindakan-tindakan kejahatan lainnya adalah karena ada kesempatan.
Demikian pula sebaliknya, yaitu mengapa orang bisa sukses, berhasil, selalu
hidup mengasihi, berbagi dan melakukan perbuatan-perbuatan baik lainnya? Karena
mereka melihat hidup ini sebagai kesempatan yang mulia dan abadi.
Perjalanan hidup manusia adalah misteri yang tak terpecahkan dan tak
terdeteksi oleh kemampuan otak, daya pikir atau akal budi yang dimiliki oleh
siapapun dan oleh apapun, kecuali oleh Dia yang berdaulat penuh atas hidup
mereka. Tidak seorang pun yang dapat mengetahui atau yang dapat mengukur seberapa
lama atau singkatnya hidup seseorang dari sejak ia lahir di dunia ini. Karena
hidup manusia sangat bergantung sepenuhnya pada ukuran dan kehendak-Nya. Artinya,
segala sesuatu yang telah terjadi maupun yang akan terus (belum) terjadi dalam
hidup manusia adalah di luar kehendak, kendali dan jangkauannya. Ini memperlihatkan
betapa rapuh, lemah dan terbatasnya hidup manusia. Kendati begitu, mereka tetap
mendapatkan kesempatan dan waktu sama banyaknya untuk menghasilkan nilai-nilai
kebaikan, kebenaran dan kemuliaan dalam hidupnya. Hanya, kecenderungan untuk
tetap dan terus-menerus menyia-nyiakan kesempatan berharga itu tetap tak
terhapuskan. Mereka masih tetap mengeraskan hatinya hingga tiba waktunya, yaitu
di mana tidak seorang pun dapat melakukan pekerjaan apapun ketika kesempatan
dan waktunya telah habis. Sehingga ia merasakan penyesalan yang tak terobati.
Dalam suratnya
kepada jemaat di Galatia Rasul Paulus mengatakan demikian: 9 Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik,
karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi
lemah. 10 Karena
itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada
semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman (Galatia
6:9-10). Apa yang telah dikatakan oleh Paulus di atas memperlihatkan kepada
kita, bahwa ia sangat sadar akan keterbatasan manusia. Hal itu diperhatikan melalui
kalimat: karena apabila sudah datang
waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.
Kalimat ini menyiratkan tiga makna penting dalam hidup manusia, yaitu: (1).
Paulus mengakui bahwa akan ada waktu yang di mana tidak seorang pun dapat
melakukan segala pekerjaannya seperti semasa hidupnya. Artinya, jangan sampai
kita menyesal seumur hidup karena sudah tidak ada kesempatan atau waktu lagi
untuk melakukannya. (2). Rasul Paulus menegaskan, bahwa apa yang telah
dilakukan oleh setiap orang semasa hidupnya, maka ia pasti menerima hasil dari semua
perbuatannya. (3). Karena manusia itu adalah makhluk yang sangat rapuh dan
lemah, maka ia sangat membutuhkan kekuatan yang ada diluar dirinya, yaitu
kekuatan Tuhan. Tetapi serentak dengan itu, Rasul Paulus mengatakan bahwa bukan
tidak mungkin manusia akan menolak Tuhan dalam hidupnya ketika tiba waktu untuk
menuai. Itulah sebabnya, Paulus menggunakan dua kata yang menunjuk kepada
eksistensi manusia sebagai ciptaan yang lemah dan terbatas, yaitu kata jika dan lemah pada kalimat jika kita
tidak menjadi lemah. Artinya, Paulus melihat bahwa dua kemungkinan (lemah
dan tetap kuat) bisa terjadi dalam hidup manusia, namun tidak ada yang tahu
akan kedua hal itu.
Selanjutnya, kata kesempatan
pada ayat 10 adalah menunjuk kepada waktu yang sangat terbatas tetapi sangat
berharga dan sangat menentukan hidup setiap orang. Oleh sebab itu, Paulus
mengajak pembacanya supaya menggunakan kesempatan atau waktu yang terbatas dan
berharga itu sebaik mungkin, guna tidak ada yang terbuang dengan sia-sia atau
tanpa makna apapun. Karena jika tidak dimanfaatkan baik-baik, kesempatan itu akan meninggalkan siapapun
yang mengabaikannya, dan tidak seorang pun yang dapat mengembalikannya seperti
semula, kecuali Dia yang berdaulat penuh atas hidup manusia. Itulah makna
kesempatan yang dimaksudkan Paulus di sini.
Selanjutnya, perbuatan baik yang disebutkan Rasul Paulus
pada ayat 10 adalah menunjuk kepada buah Roh yang disebutkannya dalam pasal
sebelumnya, yaitu 22 kasih,
sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, 23
kelemahlembutan, penguasaan diri.
Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu (Galatia 5:22 -23). Sedangkan kalimat kepada semua orang dan kalimat terutama kepada kawan-kawan kita seiman
menunjuk kepada kasih yang tulus dan sejati. Maksud saya adalah sebelum orang
banyak merasakan nilai-nilai mulia dari kita, maka orang yang ada disekitar
kita harus terlebih dahulu merasakannya. Karena mustahil seseorang akan menjadi
teladan, atau menjadi berkat bagi semua orang jika di dalam keluarganya ia
tidak menjadi teladan atau berkat bagi anak-anak dan isterinya ataupun
keluarganya. Artinya, benahi terlebih dahulu keluarga atau orang-orang yang
seiman dengan kita, setelah mereka benar-benar merasakan, barulah diterapkan
terhadap masyarakat luas.
Refleksi:
Setiap orang telah
diberikan Tuhan kesempatan yang sama dan waktu yang sama. Tidak seorang pun
yang lebih. Tinggal bagaimana ia menggunakan kesempatan itu dengan baik, yaitu
apakah untuk melakukan hal-hal yang bermakna, mendatangkan kebaikan bagi
dirinya dan sesamanya atau ia menggunakan untuk makna sebaliknya. Tetapi akan
ada waktunya, yaitu di mana setiap orang tidak akan dapat mengembalikannya
seperti semula. Ia tidak akan dapat melakukan perbuatan apapun lagi, karena
kesempatannya telah dihabiskan untuk melakukan dan mengerjakan hal-hal yang
tidak berguna, sia-sia dan tidak mendatangkan kebaikan apapun, entah itu untuk
dirinya maupun bagi sesamanya. Saat itulah Tuhan akan menuntut tanggung jawab
hidup setiap orang, dan menerima atau menuai hasil perbuatannya. Itulah akhir
hidup manusia.
Hidup adalah pilihan
bebas pribadi setiap orang, karena setiap orang telah diberikan kemampuan oleh
Tuhan untuk menentukan mana yang baik dan buruk bagi dirinya. Jadi terserah mau
pilih yang mana. Tetapi satu hal yang harus kita ingat, yaitu tidak seorang pun
yang tahu tentang segala sesuatu yang akan terjadi dalam hidup manusia, kecuali
Dia. Karena itu, jangan biarkan kesempatan hidup yang berharga itu hilang dan
berlalu dengan sia-sia, tetapi warnailah semua itu dengan budi baik yang bisa
dinikmati oleh semua orang tanpa terkecuali. Jangan biarkan kesempatan mulia
itu didahului oleh waktu yang malang , yang di mana tidak seorang dapat membendung
dan mencegahnya atau mengembalikan kesempatan itu seperti semula kita
menerimanya. Jadi apapun yang kita lakukan setiap harinya, berpikirlah bahwa
seolah-olah itu adalah hari atau kesempatan terakhir Anda dan saya
melakukannya. Jangan tunggu hari esok, karena kita tidak tahu apapun yang akan
terjadi dengan hidup kita. Itu adalah misteri. Albert Schweitzer, seorang teolog, musikus, filsuf dan juga dokter (1875-1965) pernah
mengatakan demikian: Saya tidak tahu apa
yang akan terjadi nanti, tetapi satu hal yang saya tahu: hanya seorang di
antara Anda yang benar-benar bahagia, yaitu ia yang mencari dan telah menemukan
bagaimana cara melayani. Jadi Albert ingin mengatakan bahwa hidup kita sebenarnya
bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Itulah yang diungkapkan Yesus
2000 tahun yang lalu, yaitu kedatangan-Nya bukan untuk dilayani, melainkan
untuk melayani. Sekarang giliran kita yang harus melakukannya.
No comments:
Post a Comment