Wednesday 18 April 2012

TEMUKANLAH KEBAHAGIAAN HIDUP ANDA!

Oleh: Sugiman

Dunia memperlihatkan, bahwa seolah-olah kebahagiaan itu adalah milik sebagian orang, yang begitu beruntung dalam perjalanan hidupnya. Mereka menikmati hidup yang berkelimpahan atau lebih dari cukup. Setiap hari mereka menikmati makanan yang enak atau lezat-lezat, anak-anak mereka kuliah ke luar negeri di universitas ternama, begitu pula dengan anak-anak mereka yang masih duduk di bangku SD, SMP dan SMA/ SMK. Harta benda seperti mobil mewah, rumah megah, memiliki saham dan usaha di berbagai belahan dunia, naik turun pesawat, mengelilingi dunia dan seterusnya. Seandainya aku dan keluargaku bisa seperti itu, alangkah bahagianya hidup ini. Itulah impian banyak tentang kebahagiaan hidup, terutama bagi mereka yang merasa hidupnya tidak beruntung dan malang, termasuk saya dan mungkin Anda juga. Namun semua itu hanya sebatas “seandainya”.

Akan tetapi jangan salah! Karena ada “keberhasilan” yang dimulai atau didorong oleh kata “seandainya”. Misalnya, ada orang yang semasa kecilnya merasa, bahwa hidupnya sangat tidak beruntung, menderita, miskin, dan malang. Sebelum matahari terbit hingga tengah malam ia bekerja membanting tulang demi sebuah kebahagiaan. Pantang menyerah, tanpa keluh-kesah, tidak kenal waktu dan bahkan hingga lupa makan dan istirahat demi sebuah kebahagiaan, seperti yang dirasakan oleh sebagian besar di atas. Siring berjalannya waktu, dan disertai dengan kerja keras, mereka akhirnya mendapatkan apa yang mereka inginkan. Impian menjadi motivasi yang kuat untuk sebuah “keberhasilan” dan mewujudnyatakannya lewat kerja keras mereka. Hebat, impian telah menjadi kenyataan. Tapi apakah sudah selesai? Apakah dia sudah menemukan kebahagiaan itu? Belum tentu, semuanya itu tidak menjadi jaminan atas kebahagiaan hidup seseorang.

Mungkin menurut sebagian besar orang, khususnya bagi mereka yang merasa hidupnya sangat tidak beruntung dan malang, bahwa orang yang memiliki harta benda yang berlimpah pastilah bahagia. Tetapi harus diingat, bahwa kebahagiaan hidup seseorang tidak ditentukan oleh berapa banyak harta benda atau kekayaan yang dimilikinya. Karena banyak orang yang sudah berhasil menguasai atau mengumpulkan kekayaan dalam hidupnya, tetapi tidak dalam hal kebahagiaan hidup. Mereka memang berhasil dalam hal materi, tetapi gagal dalam hal kebahagiaan. Hari ini saya akan mengajak Anda untuk melihat bukti dan realita kehidupan manusia, bahwa kebahagiaan hidup tidak ditentukan oleh harta benda dan kekayaan yang berlimpah.

Berikut adalah delapan kisah nyata orang miliuner  (orang terkaya) tahun 1923 yang kurang beruntung di akhir hidupnya. (1). Charles Schwab, CEO Bethlehem Steel, perusahaan besi baja ternama waktu itu. Dia mengalami kebangkrutan total, hingga harus berhutang untuk membiayai 5 tahun hidupnya sebelum meninggal. (2). Richard Whitney, President New York Stock Exchange. Pria ini harus menghabiskan sisa hidupnya dipenjara Sing Sing. (3). Jesse Livermore (raja saham "The Great Bear" di Wall Street), Ivar Krueger (CEO perusahaan hak cipta), Leon Fraser (Chairman of Bank of International Settlement), ketiganya memilih mati bunuh diri. (4). Howard Hupson, CEO perusahaan gas terbesar di Amerika Utara. Hupson sakit jiwa dan meninggal di rumah sakit jiwa. (5). Arthur Cutton, pemilik pabrik tepung terbesar di dunia, meninggal di negeri orang lain. (6). Albert Fall, anggota cabinet presiden Amerika Serikat, meninggal di rumahnya ketika baru saja keluar dari penjara.

Kisah di atas membuktikan bahwa harta benda atau kekayaan yang berlimpah tidak menjadi jaminan akan kebahagiaan hidup manusia, jika sebaliknya iya. Betapa tidak, banyak pengusaha sukses yang stres dan hingga bunuh diri karena memikirkan harta benda atau kekayaan yang dimilikminya. Apalagi ketika perusahaannya mengalami kebangkrutan atau karena terlibat hutang-piutang. Misalnya, (1). Adly Ayoub, seorang pengusaha muda Mesir bunuh diri setelah usahanya bangkrut menyusul revolusi yang menumbangkan rezim pimpinan Presiden Hosni Mubarak pada 11 Februari 2011. (2). Abdul Munif (38), seorang pengusaha biji plastik bunuh diri dengan cara tragis, yaitu terjun dari Apartemen Intercontinental lantai 23, di Jalan Jendral Sudirman, Tanah Abang, Jakarta Pusat (Jumat, 16 Septermeb 2011). Surat wasiat yang ditemukan di kamarnya menunjukan bahwa dirinya sedang mengalami masalah. (3). Yuli, seorang pengusaha dari Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur hampir bunuh diri. Pelaku beberapa kali melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya, diantaranya menceburkan diri ke sungai, mencoba gantung diri dan berusaha menyayat urat nadinya. Setelah diperiksa, ternyata palaku mengalami stres karena kalah dalam pemilihan bupati Ponorogo dan terlibat hutang sebesar 3 miliar rupiah (http://www.indosiar.com/fokus/pengusaha-mencoba-bunuh-diri_74809.html). (4). Chung She Liong, seorang pemngusaha konveksi ditemukan tewas gandung diri di rumahnya jalan Gang Balok IV No. 11 Rt. 09 Rw. 04 Kelurahan Duri Utara, Kecamatan Tembora, Jakarta Barat. Penyebabnya, karena beliau mempunyai uang tunggakan sebesar 22 juta dan bahkan sering mengadaikan baramngnya.

Jadi, apakah Anda masih menganggap, bahwa kekayaan dan harta benda adalah jaminan kebahagiaan hidup seseorang? Jika bukan, maka di mana kita harus mencari kebahagiaan itu? Sesungguhnya, kebahagiaan hidup itu tidak perlu dicari ke mana-mana, karena kebahagiaan itu ada di dalam hati setiap orang. Kebahagiaan adalah milik setiap orang. Kebahagiaan adalah harta yang terselubung di dalam hati setiap orang, tetapi tidak semua orang dapat menemukannya. Mengapa? Paling tidak ada 4 alasan yang menjadi penyebabnya:

Pertama-tama, karena seseorang tidak mengenal siapa dirinya dengan baik. Jika seseorang mengenal dirinya dengan baik, maka ia pasti menyadari, bahwa Tuhan telah menciptakan setiap orang sedemikian rupa untuk menemukan dengan caranya sendiri. Karena Tuhan telah menenamkan nilai-nilai kebahagiaan itu di dalam hatinya. Dengan demikian, ia dapat mengasihi seorang terhadap yang lain.

Kedua, kecenderungan setiap orang adalah suka melihat keterbatasan atau kelemahannya lebih besar dari pada potensi yang ada di dalam dirinya. Dia menyadari bahwa seolah-olah dirinya tidak memiliki kemampuan atau kelebihan apapun. Padahal, jika kita sadar akan siapa pencipta kita, maka kita pasti menyadari, betapa Tuhan telah menanamkan dan memberikan talenta di dalam setiap pribadi manusia. Bahkan Tuhan sanggup menggunakan kelemahan setiap orang untuk kemuliaan-Nya dalam setiap aktivitas yang dilakukannya setiap hari.

Ketiga, kecenderungan setiap orang yang lain adalah suka menggunakan ukuran orang lain untuk dirinya. Itulah sebabnya banyak orang mengalami kekecewaan ketika ia tidak dapat menjadikan dirinya setara dengan kemampuan yang dimiliki orang lain. Artinya, setiap orang itu cenderung menghianati, menyangkal dan menolak kekuatan atau potensi yang dimilikinya. Padahal secara tidak sadar, jika kita menolak kemampuan, potensi atau kualitas yang ada di dalam diri kita, sebenarnya kita telah menyangkal kebesaran Tuhan sebagai pemberi atau yang menganugerahkan talenta pada setiap orang sesuai dengan kapasitasnya.

Keempat, atau yang terakhir adalah setiap orang ingin yang bersifat instan. Saya kira itulah yang disebut dengan kemalasan. Sifat malas memang salah satu penyakit yang merusak, melumpuhkan dan membunuh saraf-saraf yang dapat mengantarkan kita untuk menemukan potensi atau sifat-sifat rajin yang ada di dalam diri kita. Itulah sebabnya, banyak orang tidak bisa menemukan, merasakan dan menikmati kebahagiaan yang ada di dalam hati atau kalbunya.

Sungguh, kebahagiaan telah menjadi dambaan setiap orang dalam hidupnya. bahkan hampir semua tujuan bermuara pada kebahagiaan. Berbagai usaha telah manusia lakukan untuk mencari kebahagiaan di luar dirinya. Padahal sesungguhnya, kebahagiaan itu ada di dalam hatinya. Kebahagiaan hidup seseorang tidak-lah tergantung atau tidak ditentukan oleh berapa banyak harta benda atau kekayaan yang dia miliki, tetapi seberapa besar kasih yang dia miliki dalam hidupnya untuk dibagikan kepada sesamanya. Saya kira itulah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dalam agama Islam, Yesus dalam agama Kristen Protestan dan Katolik, Krisna dalam agama Hindu, Budha dalam agama Budha dan Confucius dalam agama Kong Hu Chu. Mereka adalah guru-guru kehidupan setiap umat manusia, yang berusaha dengan sepenuh hati atas perintah Yang Kuasa supaya manusia menemukan kebahagiaan sejati dalam hidupnya. Oleh sebab itu, ikutilah jejak kaki dan ajaran mereka sungguh-sungguh, maka Anda akan menemukan kebahagiaan yang sejati itu.

Para guru kehidupan manusia di atas telah rela hidup berbagi, mengasihi dengan sepenuh hati tanpa memandang status, mereka mengajarkan supaya kita hidup saling mengampuni setiap kesalahan, mereka telah menggunakan kesempatan hidup mereka untuk tujuan mulia, dan mereka tidak mengharapkan sepeser uang pun dari kita untuk kelangsungan hidupnya, dan itulah cinta kasih yang tulus itu. Sekarang giliran Anda dan saya yang melakukannya, demi sebuah kebahagian hidup yang abadi dan mulia.

Salam…. 

No comments:

Post a Comment