Oleh: Sugiman
Setiap kali aku mengingat peristiwa yang terjadi pada hari Jum’at, 04
Februari 2011, aku pasti tidak mampu membendung air mata yang tanpa permisi
membasahi kedua bola mata, bahkan ia mengalir dengan sangat deras hingga pipiku
kebanjiran. Peristiwa itu begitu bersejarah dalam hidupku, karena pada hari itu
adalah hari wafatnya bapakku. Peristiwa bersejarah itu begitu menyakitkan dan
menorehkan luka batin yang sangat mendalam dalam hidupku. Dunia ini terasa
sangat sepi dan kosong. Semua anggota tubuhku terasa tidak berfungsi dengan
baik. Pada tengah malam aku bangun dan melihat ke arah jenazah bapak sebelum dikebumikan,
aku sangat berharap mukjizat terjadi, yaitu bapak hidup kembali. Dalam hati aku
berpikir, seandainya itu terjadi, maka ada banyak hal yang akan ku katakan, dan
ada banyak pertanyaan yang akan kutanyakan pada bapak. Saat itu aku merasa
seolah-olah sedang berbincang-bincang dengan dan tawar-menawar dengan Tuhan. Dengan
suara keras sambil mencucurkan air mata aku membentak-bentak dan memaksa Tuhan untuk
melakukannya. Tetapi Tuhan tidak mengeluarkan sepatah kata pun untukku.
Harapan yang terlalu tinggi, memaksakan kehendak pribadi dan berbicara dengan
urat mungkin menjadi pertimbangan tersendiri bagi Tuhan. Sebagai pihak yang
mmerasa dirugikan, aku terus-menerus meneror dan menggugat Tuhan sebagai pihak
yang harus bertanggung jawab atas kematian bapakku. Namun tetap saja gugatanku
bagaikan fakta tanpa bukti. Karena itulah, aku lebih memilih untuk berdiam diri,
tetapi serentak dengan itu aku berusaha merekostruksi ulang peristiwa
menyedihkan dan menyakitkan itu. Tetapi hasilnya tetap nihil (tanpa hasil). Bapak
telah pergi meninggalkan aku seorang diri tanpa pamit dan mengucapkan sepatah
kata pun. Dalam hati, dengan suara lembut aku bertanya pada Tuhan: “Tuhan,
apakah tidak terlalu terburu-buru Engkau memberitahukan pada bapak mengenai sebuah
tempat peristirahatan yang Tuhan janjikan padanya? Sampai-sampai untuk pamit
saja tidak sempat”.
Di dalam diriku, aku berdebat dengan perasaanku. Aku mempertanyakan
tempat seperti apa yang Tuhan sediakan bagi bapakku. Seberapa pentingkah tempat
yang Tuhan berikan kepadanya, sehingga ia lupa sama sekali untuk mengatakan
sepatah kata pun padaku? Bapak………, aku sangat rindu pada bapak, aku ingin
sekali bertemu dengan bapa? Tapi di mana tempatnya?...... Apakah bapak tidak pernah
memikirkan seberapa sedih, sakit dan terlukanya hatiku? Padahal sebelumnya, saat
kita bertemu, minum kopi bersama, tertawa bersama, ngobrol sebelum tidur di
lantai dua di rumah paman dan tante hingga larut malam, aku ingat betul, bahwa bapak
telah berjanji padaku untuk menghadiri hari wisudaku yang akan dilaksanakan pada
tanggal 20 Mei 2011 di Cipanas – Jawa Barat. Dalam hati aku begitu girang dan
bahagia, karena aku akan mengajak bapak melihat kampus Sekolah Tinggi Teologi
Cipanas (STTC), tempat ku kuliah bersama teman-teman yang berasal dari berbagai
belahan dunia. Dari Sabang sampai Marauke dan bahkan ada yang berasal dari
Malaysia. Semuanya akan kuperkenalkan satu persatu pada bapak, termasuk para
dosen yang selama ini mendidik aku.
Aku merasakan, betapa bangga dan beruntungnya aku menjadi anak bapak
satu-satunya, yang bisa kuliah, yang di mana tidak semua orang dapat
merasakannya. Tuhan telah menunjukan aku kepada dunia, bahwa meskipun tidak mampu,
dilahirkan di desa terpencil dan terisolir, yaitu di desa Batu Hitam, Kec.
Sajingan Besar, Kab. Sambas, tapi itu tidak menjadi alasan mutlak. Doa bapak
begitu terasa dalam setiap detak jantungku, dan bahkan dalam setiap langkah
kehidupanku, bapak begitu setia dan tekun mendoakanku. Selama 4½ aku menikmati kuliah
di STT Cipanas, Tuhan begitu konsisten memberkati dan menuntun setiap langkah
dan perjalanan hidupku. Hal itu sangat terbukti, yaitu di mana Tuhan telah
mengirimkan seponsor yang begitu peduli dan mengasihi anak-anak asuhnya,
termasuk di antaranya adalah aku. Itulah sebabnya, aku sangat bangga menjadi
anak bapak, yaitu dapat menyelesakan kuliah yang tidak kalah baiknya seperti
teman-temanku yang lain.
Tetapi sayang, tiga bulan sebelum hari yang dinantikan itu tiba, yaitu
hari jadi wisudaku, bapak telah pergi meninggalkan aku seorang diri tanpa pesan
apapun. Bahkan aku tidak sempat menceritakan semua pengalamanku selama kuliah
di STT Cipanas, apalagi ingin memperkenalkan teman-temanku, para dosen yang
selama ini mendidik aku, tentang donatur yang membiayai kuliahku di STT Cipanas
hingga selesai, dan terlebih mengenai seseorang yang nantinya akan menjadi
pasangan hidupku. Aku merasa, bahwa waktu terasa begitu singkat dan cepat
berlalu, sehingga aku ketinggalan olehnya. Bahkan aku tidak dapat mengejarnya. Di
dalam perjalanan aku berteriak dengan suara nyaring, dan aku menangis sangat
keras. Tetapi tak seorangpun yang mendengarkan dan menolongku. Dalam hati aku
bertanya di mana Tuhan saat hatiku galau? Mengapa peristiwa ini sangat
menyakitkan? Mengapa bapak tega meninggalkan aku seorang diri dan hidup mengembara
di dunia ini tanpa bimbingan?
Bapak, aku sangat lelah. Tulang-tulang terasa rapuh dan sendi-sendinya seakan-akan
tidak berfungsi lagi. Mungkin karena itulah kakiku terasa sangat berat untuk
melangkah, bahkan mataku seakan ingin tetap terpejam. Aku seolah sudah sangat
bosan dengan hidup ini. Dunia begitu kejam dan suram. Tuhan tolong aku belajar
menerima kenyataan hidup ini dengan ketulusan yang Engkau berikan! Peganglah tanganku
saat aku merasa seorang diri, topanglah kakiku saat aku merasa lelah dan hampir
terjatuh! Tuntunlah aku saat tersesat, buatlah mataku bercahaya, supaya jangan
aku tertidur dan lelap, dan bisikan kata-kata di telingaku bahwa Engkau akan
selalu bersama-sama dengan aku!
Tuhan berilah aku kekuatan untuk tetap menjalani hidup ini di bawah
pengamatan-Mu! Berilah aku sayap seperti sayap pada burung raja wali yang
terbang tinggi di atas sana! Dengan demikian aku dapat terbang tinggi dan
melangkahkan kaki secara pasti, karena Engkau bersamaku. Tetapkanlah aku pada
kasih-Mu, agar setia-Mu aku tetap percaya! Haruskah aku berkekuatiran dan
bersedih di sepanjang hari? Tuhan, berapa lama lagi aku harus menanti? Berapa lama
lagi kesedihan, kepiluan dan luka batin ini akan disembuhkan? Tuhan, tolong jawablah
aku dengan kasih setia-Mu yang besar! Dengan demikian dapat melangkah dan
menjalani hidup ini secara pasti, supaya aku tahu bahwa Engkaulah yang
menolongku.
No comments:
Post a Comment